Anna:
Beberapa hari ini gue merasa puyeng karena harus ikut serta dalam misi ini untuk cari tahu apa maksud tujuan mereka incar gue dan keluarga. Sebenarnya sih gue sendiri nggak masalah yang penting keluarga gue semuanya baik-baik aja.
Apakah gue takut? Ohh, tentu tidak. Gue cuma takut sama Tuhan. Jadi, karena mereka itu bukan Tuhan maka akan gue lawan sampai titik darah penghabisan.
Anjayyy.
Oh, iya, setelah perkenalan dengan kakek Maxi hari berikutnya gue langsung di training sama kakek Maxi. Gilaa banget training nya berasa lagi ditatar senior. Duh nih badan dari ujung kaki ke ujung kepala rasanya remuk semua.
Kata kakek Maxi untuk ukuran seorang gadis gue termasuk jago tapi power gue kurang apalagi anak muda kalo nyerang main serang aja masih pakai emosi bukan pakai otak. Jadi itu yang lagi dilatih beliau ke gue.
Setelah berhari-hari menghabiskan waktu untuk latihan ini saatnya buat gue ke rumah pacar tercinta mumpung Mama juga sekalian nitip kue buat Bunda Nadira.
Ngomong-ngomong, gue udah nggak lagi tinggal di rumah Rosa tapi di rumah Papa. Iya, gue udah balik lagi ke rumah. Masalah Nenek gue nggak tahu pastinya kenapa dia udah nggak tinggal di sini tahu-tahu pas pulang rumah ini udah jauh lebih tenang dari sebelumnya.
Gue dengar-dengar dari Mama sih Nenek dengan mudahnya balik lagi ke rumahnya tuh karena Papa yang ngomong. Ada unsur liburan dan uang juga yang Papa selipkan makanya Nenek dengan mudahnya nurut.
Papa bilang ke gue kalau Nenek yang nggak bikin gue nyaman tinggal di sini maka Papa yang bakal urus itu semua. Ya, akhir-akhir ini Papa jadi posesif gitu penjagaan gue aja jadi ketat banget kayak baju cabe-cabean. Tapi gue bisa maklum kok karena yang namanya kehilangan keluarga itu nggak enak jadi gue terima aja asal nggak membatasi ruang gerak gue.
Jadilah gue balik lagi ke rumah karena kata Papa akan lebih mudah memantau gue kalau kita satu rumah. Udah kayak buronan aja gue dipantau-pantau.
Akhirnya setelah belasan tahun hidup gue bisa merasakan kasih sayang dan perhatian seorang Ayah. Jujur, gue seneng banget.
Duh, kebanyakan ngomong nih gue sampai nggak sadar kalau sekarang di depan gue ada Bunda Nadira yang baru aja bukain pintu buat gue.
"Eh, Bunda. Assalamualaikum..." Ujar gue dengan sopan sambil mencium tangan beliau. Gini-gini juga gue itu menjunjung tinggi yang namanya tata krama.
"Waalaikumsalam. Tante kira siapa yang bertamu. Ayokk masuk!"
Gue pun melangkah masuk mengikuti Bunda Nadira. "Oh, iya, Tan. Ini ada titipan dari mama," Gue kasih deh tentengan yang ada di tangan gue.
"Ya, ampun. Jadi ngerepotin, sampaikan makasih Bunda ya ke Mama kamu," Gue cuma manggut doang, "Kamu samperin Kenzi gih dia ada di ruang tengah, lagi ngerjain tugas sama temen kampusnya. Bunda mau ke dapur taro ini dulu,"
Tanpa banyak cincong lagi gue langsung aja menuju ruang tengah buat ketemu ayang pacar gue. Udah kangen banget gue sama dia tuh.
Tapi, setelah sampai di rumah tengah ada aja hal yang bikin gue kepanasan! Lo tau apa? Ternyata teman yang dimaksud itu si Bianca. Kok Kenziano nggak bilang-bilang sih kalo dia mau ngerjain tugas bareng Bianca? Mana berdua doang lagi!
Tuhhh... Belum lagi si Bianca tuh kayak ulet di iklan teh pucuk! Bisa nggak sih tuh orang nggak usah nempel-nempel gitu? Mana sengaja banget lagi nempelin dada dia di lengan cowok gue.
"Ekhem... Kalo gatel tuh digaruk jangan deketin pacar orang!" Gue mengeraskan suara dengan sengaja. Sampai itu dua orang menolehkan kepala mereka dengan muka terkejut.
![](https://img.wattpad.com/cover/202340856-288-k430485.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Name Of Love 2
Genç KurguBeberapa orang mengatakan bahwa "Mempertahankan jauh lebih sulit daripada mendapatkan." Lalu, apa jadinya jika Annabela Roselani dihadapkan kenyataan seperti itu? Sanggupkan Anna mempertahankan cintanya? Bukan hanya cinta Kenziano melainkan juga cin...