Lima menit lagi bel masuk berbunyi, Anna berlari sepanjang koridor menuju kelasnya. Mengatur napasnya yang terputus-putus saat dia sudah sampai di depan pintu kelas, mengelap buliran keringat yang ada di dahinya. Melangkah masuk dengan kening yang tiba-tiba saja mengernyit saat melihat seisi kelas seakan sedang sibuk mengerjakan sesuatu.
"liat kek elah, pelit banget lo sama temen, mau gue kasih azab?'
"eh, ini apaan sih tulisannya nggak jelas banget!"
"WOYYY, anjir nih ya lagi buru-buru masih ada aja maling pulpen!!!'
Dan masih banyak terikan lainnya yang memekakkan telinga. Hampir sebelas-duabelas dengan pasar.
Anna mendekati Rosa yang terlihat sedang sibuk berebutan dengan seorang anak lelaki.
"Apaansih lo dateng-dateng nyerobot?!" ujar Rosa emosi.
"Gue juga mau liat kali,"
"Ya udah nggak usah dorong-dorong kan bisa,"
"Ros, lagi pada ngerjain apaan sih?" Anna menepuk pundak Rosa hingga gadis itu menoleh.
"Eh, lo baru dateng? Lo udah ngerjain PR matematika belom? Gue liat dong Na, di sini dorong-dorongan."
Mata Anna membola terkejut,
"PR MTK?! ANJIRR, GUE NGGAK TAU KALO ADA PR MTK," SEKETIKA Anna heboh sendiri.
"Ahelah, lo gimana sih? Gue kira lo udah makanya keliatan nyantai banget, mana si Lisha ngga masuk lagi,'
Tidak memperdulikan ocehan Rosa, Anna mengeluarkan buku tulisnya namun naas begitu baru menulis angka 1 bel masuk sudah berbunyi. Membuat teriakan kehebohan semakin terdengar kencang, berbeda degan Anna yang hanya mampu menghembuskan napasnya. Percuma saja dia ikut mengerjakan jika di lihat dari kerjaan temannya jawabannya sangat panjang-panjang padahal soalnya hanya sedikit. Huh, lagi pula Anna sudah biasa mendapatkan hukuman.
Semua kembali duduk di tempatnya masing-masing. Rosa yang melihat Anna segera menyodorkan buku tulisnya.
"buruan nih, gece lo nulisnya jangan kayak keong, lagian tuh guru pasti lama nyampenya,"
Anna mengibaskan tangannya, "Alah percuma, lagian jawabannya panjang-panjang udah males duluan gue litanya,"
Bagi Anna dia lebih baik diukum daripada menulis jawaban panjang dan mengerjakannya dengan buru-buru. Hukuman adalah surge untuk Anna—dimana dia bisa tidak mengikuti pelajaran yang membuat dia bete setengah mampus itu. Kalu dihukum kan dia bisa bersantai di kantin sambil sarapan mumpung pagi tadi dia belum sarapan.
Anna tahu betul kalau hukuman dari guru matematikannya ini hanya keluar dari kelas sampai pelajaran matematika selesai. Ya paling juga dengan tambah panggilan orang tua, dan Anna jarang melakukan yang satu itu.
Dan apa yang Anna pikirkan pun terjadi, gadis itu kini tengah berjalan menuju kantin dengan perut yang terus saja berbunyi minta diisi.
"sabar ya, nak. Sebentar lagi kita makan," ujarnya sambil mengusap perut sambil terkekeh sendiri seperti orang gila. Anna yakin jika Rosa atau Lisha ada di dekatnya pasti mereka akan menoyor kepalanya.
Sesampainya di kantin Anna melihat seorang murid tengah duduk dengan sepuntung rokok yang tengah diisapnya. Anna ingat cowok itu adalah anak baru yang penah Anna kasih bogeman.
"Ck, males banget gue liat dia, ngapain juga sih tuh orang pake di sini segala." Tetapi jika dia pergi dari sini itu berarti cacing yang dibesarkan seperti anak sendiri akan tambah berdemo di perutnya, "bodo ah, cacing di perut gue ini lebih penting."

KAMU SEDANG MEMBACA
In The Name Of Love 2
Ficção AdolescenteBeberapa orang mengatakan bahwa "Mempertahankan jauh lebih sulit daripada mendapatkan." Lalu, apa jadinya jika Annabela Roselani dihadapkan kenyataan seperti itu? Sanggupkan Anna mempertahankan cintanya? Bukan hanya cinta Kenziano melainkan juga cin...