Bagian 34

2.4K 132 0
                                    

Setelah menyeka air mata nya yang hampir turun ke pipi. Fero segera melangkah ke ruang guru, Mama nya pasti sudah menunggu.

"Darimana saja, Fero?" tanya Dinda-Mama Fero setelah cowok itu sampai.

Fero menggeleng. "Kebelet, Ma." Fero berbohong tentu saja.

"Yasudah, wali kelas kamu sudah menyiapkan semua. Besok kita tinggal berangkat saja." Ucapan Dinda membuat wajah Fero tampak murung.

"Ada apa? Berat ya?" tanya wanita paruh baya itu. Ia tau perasaan anak laki-laki nya pasti sangat berat.

Fero hanya membalas dengan senyuman pedih.

"Kamu bisa kok, oh ya pamit dulu sama wali kelas mu dulu sana. Mama tunggu diluar ya."

Setelah berkata demikian, Dinda keluar dari ruang guru sambil membawa berkas penting di tangan kanan.

Patuh pada perkataan sang Mama. Fero lantas mendatangi wali kelasnya untuk berpamitan.

"Saya pamit, Bu. Terima kasih untuk satu tahun ini, Bu." Fero menyalimi tangan Bu Riana-wali kelasnya.

"Sama-sama, jaga diri baik-baik disana ya, salam untuk keluarga mu, Fero," jawab Riana sambil menepuk bahu cowok itu pelan.

Fero mengangguk. "Pasti, Bu. Ya sudah saya pamit. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Fero melangkah keluar ruang guru dan berniat menyusul sang Mama. Tapi ia tiba-tiba teringat sesuatu, ia melangkahkan kakinya menuju ke suatu tempat.

Ruang kelas 10 MIPA 3.

Cowok itu memasuki kelas nya selama satu tahun ini. Ia menatap seluruh ruangan dengan teliti, seakan mengingat semua kejadian yang telah berlalu di ruangan ini. Ia tidak akan melupakan kejadian demi kejadian di ruang kelas ini, karena semua itu sungguh berharga dan istimewa. Apalagi terkait gadis kesayangannya, ia tidak akan melupakan setiap momen bersama gadis itu.

Setelah puas bernostalgia di sana, Fero melangkah ke taman sekolah yang berada di samping gedung sekolah.

Ia duduk di salah satu kursi taman sambil menghembuskan napas.

Kursi itu adalah kursi tempat gadis kesayangannya tertidur di pangkuannya karena lelah menangis sore itu. Saat itu, ia belum mempunyai perasaan apa-apa pada gadis itu. Tetapi ia rela menunggu beberapa menit agar gadis itu tenang.

Setelah Fero pikir, sepertinya karena kejadian sore itu mereka berdua menjadi semakin akrab. Eh ralat, tidak terlalu akrab tapi mungkin sedikit lebih dekat.

Ah, ia jadi semakin tidak rela meninggalkannya. Tapi, takdir terlalu kejam terhadap laki-laki itu.

Gue pergi Natasya Shafira, gumam Fero akhirnya sambil memandang kursi itu untuk terakhir kalinya. Lantas benar-benar pergi dari tempat itu.

😇😇😇

"Semua sudah siap?" tanya Farhan-Papa Fero.

Pagi ini mereka sekeluarga telah siap meninggalkan rumah yang sudah mereka tinggali lebih dari 15 tahun. Meninggalkan kota kelahiran mereka semua kecuali Dinda karena wanita itu tidak berasal dari kota ini.

Mau tidak mau, rela tidak rela, siap tidak siap, sanggup tidak sanggup. Mereka harus pergi.

Alasan mereka sekeluarga pergi adalah Farhan-sang kepala keluarga. Mendapat dinas kerja di luar kota. Jadi, semua anggota keluarga harus ikut pindah. Bahkan Aida-Kakak Fero juga harus rela pindah kuliah.

STRANGE GIRL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang