Chapter 8: Semerah surainya

1.1K 188 35
                                    


"Aku hanya ingin mencintai satu orang, tak peduli orang itu membalasnya atau tidak. Yang kuingin hanya menikmati senyumnya dalam diam."

###


"Kanao sakit."

El langsung menoleh mendengar kalimat pertama Robin sebagai teman kamar Kanao begitu gadis itu masuk ke ruang belajar. Bahkan Rivai yang tak pernah terlalu peduli akan rekan timnya ikut melirik ke arah gadis bersurai hitam itu.

"Kok bisa?" Tanjirou langsung berdiri dari kursinya. "Padahal tadi malam masih keliatan baik-baik aja, kok."

Robin menoleh pada Tanjirou. Gadis itu menolakkan pinggang dengan mulut yang menganga seolah tak percaya. "Lo? Jadi lo yang bikin Kanao gadang semalem?"

"Hah?" El menyahut heran. "Kalian kemana aja semalem?"

"Belajar doang, njir. Apa sih lu," Tanjirou mendesis sebal.

"Kanao mungkin emang lagi drop, terus banyak pikiran juga. Jadinya kek gini." jelas Robin secara lebih logis.

"Ya udah, nanti kita jenguk." usul Tanjirou santai.

El pun menoleh sembari mengerutkan dahinya. "Kalian pacaran, ya?"

Tanjirou tersentak kecil. Reflek pemuda itu menggigit bibir bawahnya. Merasa pipinya memanas, Tanjirou pun mengalihkan wajahnya dari El. "Enggak kok. Gue cuma khawatir, sebagai leader tim ini."

"Iya, sekarang sih enggak. Nggak tau besok," sindir Rivai sebelum pemuda itu kembali menenggelamkan kepalanya untuk tidur hingga pengajar datang.

Sejurus usai Rivai mengusaikan kalimatnya, wajah Tanjirou kian memerah. Kini bisa ia rasakan dengan jelas debaran yang sama dengan semalam. Ah, sumpah. Tanjirou jadi begitu kacau hanya dengan kalimat orang lain.

Di saat yang sama, Robin dan El pun menyoraki pemuda itu dan membuat Tanjirou kian salah tingkah. Kini hancur sudah wibawa sang Leader di hadapan teman-temannya. 

El memasang senyumnya yang paling lebar. Kali ini bukan karena ia benar-benar senang, namun untuk menutupi hatinya yang serasa patah.


— ANAK OLIMPIADE —


"Aku baik-baik aja kok, Teh. Beneran."

"Kamu kira kita baru tinggal satu atap satu-dua tahun, gitu, sampe Teteh nggak tau bedanya waktu kamu sakit sama enggak?"

Kanao menggigit bibir bawahnya. Menang telak sudah si Shinobu itu dengan kalimatnya. Kini hanya tersisa Kanao yang terus meneguk ludahnya seiring detik yang bergulir.

"Hati-hati sama yang kamu makan. Inget, itu bukan masakan Bunda. Terus istirahat, jangan sampe kurang tidur. Jangan terlalu banyak mirikin hal nggak penting."

"Iya, Teh." sahut Kanao lirih.

Shinobu tak langsung berujar lagi. Sehingga ada keheningan cukup lama diantara keduanya. Shinobu sendiri tidak tahu mengapa ia terus merasa khawatir pada adiknya itu. Jujur, rumah terasa cukup sepi tanpanya.

"Teteh khawatir sama kamu,"

Butuh beberapa detik bagi Kanao untuk memahami ucapan Shinobu. Ah, tidak, bukan memahami. Maksudnya percaya. Percaya bahwa kalimat semanis itu bisa keluar dari mulut seorang Shinobu Kocho.

"Teh—"

"Udah dulu. Teteh capek abis latihan."

Pip.

Kanao hanya bisa terdiam untuk beberapa saat. Namun sejurus kemudian, gadis itu dapat merasakan seluruh hormon bahagianya yang meletup-letup di dada. Kini Kanao menemukan dirinya. Dan tuntas sudah. Ia merasa hidup kini.

Mata Kanao mulai terasa hangat, tak sepanas suhu tubuhnya. Ada bahagia dalam genangan di ekor matanya. Dan disaat yang sama, gagang pintu kamarnya pun berbunyi.

Ceklek

Kanao segera saja bangkit dan menuju keluar. Ia ingin memeluk seseorang kini, dan mengungkapkan betapa hidupnya jiwanya sekarang. 

Dan Nico Robin adalah satu sosok yang terlintas saat ini dipikirannya. Gadis itu punya kepribadian yang begitu dewasa. Tak peduli meski mereka baru kenal, Robin sudah seperti kakak dan tempat bercerita bagi Kanao.

Saat pintu terbuka, sosok Robin langsung hadir dihadapan Kanao. Namun saat gadis itu hendak menghampirinya, Robin justru reflek menatap seseorang di belakangnya justru membuat Kanao malah mengarahkan dekapannya ke orang lain.

Merasa menubruk tubuh orang lain, Kanao pun segera meluruskan padangannya. Dan saat ia mendapati seorang pemuda dengan surai merah, ikut memerah juga wajahnya. 

Kini Kanao merasa harga dirinya telah hancur.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


A/n:

Makin banyak votmen makin cepet apdet ges, h3h3h3w

Sorry authornya lagi mengurangi silent readers

Anak Olimpiade |  Tanjikana✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang