Chapter 24: Pernyataan yang terabaikan

759 158 6
                                    


"Jangankan bicara denganmu, memikirkanmu saja sudah membuat anganku terbang tinggi menuju langit ketujuh."

###


"Buku-bukuku kok.... nggak ada, ya?"

Kanao terus mengacak-acak rak, meja, hingga tasnya sendiri. Gadis itu berpikir sembari terus mengingat-ingat, padahal sebagian besar bukunya ada di meja. Dan Kanao ingat benar, tadi siang ia masih melihatnya!

5 menit berpusing kepala, Kanao mendesah panjang. Ia nyaris menyerah, namun degub jantungnya yang kiannya panik memerintahkan gadis itu untuk terus mencari.

"Nyari apa, Kanao?" Levy menepuk pundak Kanao.

"Bukuku, catatan, silabulus, rangkuman, kumpulan soal, semuanya nggak ada, Vy! Kamu tau nggak dimana? Kamu beresin, kah?" 

"Hah??" Levy mengerutkan dahinya. "Nggak, aku pulang sore. Tepat pas kamu mandi tadi, terus sekalian nyobain jas sama Kak Robin."

"Ada apa?" sahut Robin sembari melangkah mendekat.

"Bukunya Kanao bersih semua, Kak." sahut Levy menjelaskan. "Kak Robin tau, nggak? Aku kan pulang telat tadi, soalnya."

Robin terdiam cukup lama. Dalam diamnya, gadis itu berpikir. "Kalo setahuku, tadi pagi masih ada. Aku juga nggak beresin. Megang aja enggak."

Air muka Kanao kian menegang. Gadis itu dapat merasakan bulir darahnya yang kian berpacu begitu cepat. Kanao rasa kepalanya begitu berat, seolah akan pecah.

Di tengah keheningan ruangan, satu pesan tiba-tiba masuk ke ponsel Kanao. Gadis itu pun langsung membuka ponselnya dengan sigap. Dan hanya butuh hitungan detik untuk membuatnya menaikkan alis.


Unknown: 

Butuh buku dan jas lo balik? Buruan ke ruangan 820. Sendirian. Awas aja sampe lo bawa orang. -Misa


Sejenak, Kanao dapat bernafas lega karena tahu semua buku pentingnya masih ada di bumi. Namun sedetik kemudian ia sadar, bukunya berada di orang yang salah.

Ia berpikir sejenak. Semua berputar dalam kepalanya, semua kemungkinan buruk. Namun bagi Kanao, ada yang lebih penting dari semua kemungkinan itu.

Ia menarik nafasnya panjang, siap menghadapi kenyataan.

Kalau memang ada niat buruk Misa kali ini, Kanao tidak akan mundur.

Gadis itu pun bangkit. "Aku ngecek dulu ke tempat lain, ya." pamitnya.

Namun hanya beberapa langkah, Robin langsung menahan lengan Kanao dan membuat langkah gadis itu terhenti. "Mau nyari dimana? Butuh ditemenin nggak?"

Kanao menarik segaris senyumnya. Ia tahu Robin khawatir, dan sungguh, Kanao juga. Tapi gadis itu berusaha meredamnya. 

"Nggak usah, Kak. Aku cuma keliling bentar, kok." 


— ANAK OLIMPIADE —


Tanjirou mengacak-acak rambutnya frustasi. Hanya tinggal beberapa langkah, pemuda itu tinggal mengetuk pintu kamar Kanao dan mengajaknya keluar sebentar untuk bicara.

Tanjirou sudah mempersiapkan skenarionya serapi mungkin, namun rasanya setiap langkah kekhawatirannya semakin besar. 

Tanjirou bahkan tak yakin ia bisa biacara lantang di hadapan Kanao. Jangankan menyentuh tangannya, mendengar suara Kanao saja sudah dapat membuatnya kacau.

Ceklek

"Eh—"

"Tanjirou?"

Kedua insan itu mematung di tempat. Kanao masih menggenggam gagang pintunya, sedangkan Tanjirou masih menjambak rambutnya sendiri. 

"Eh, Kanao. Kebetulan kamu disini. Aku mau ngom—"

"Nanti dulu ya, Tanjirou. Kanao mau ketemu temen Kanao dulu di lantai 8." potong gadis itu begitu tenang. Dan tanpa jawaban Tanjirou, gadis itu segera berlalu begitu saja menuju ke lift.

Tanjirou pun terdiam di tempatnya. 

Ia berpikir sejenak, memangnya Kanao punya teman lain selain Aoi? Dan untuk apa Aoi memesan kamar di lantai 8 bila hanya untuk menemui Kanao? Lagipula, kalau pun Aoi datang kemari, Inosuke pasti sudah mengiriminya spam chat untuk mengawasi Aoi sejak beberapa jam lalu.

Tunggu, ada yang aneh.

Tanjirou memutuskan untuk membuntuti Kanao dari belakang, cukup jauh. Bahkan ia membiarkan dirinya menaiki satu lift setelah Kanao.


— ANAK OLIMPIADE —


"Permisi,"

Tak ada jawaban. Sudah 5 menit Kanao mengetuk pintu, dan tidak ada sahutan sama sekali. Gadis itu memutuskan untuk memutar gagang pintu, dan dengan mudahnya pintu itu langsung terbuka lebar.

Ruangan ini tidak di kunci.

Dan sungguh, isinya tidak biasa. Tidak ada meja, lemari pendingin mini, atau ranjang sekali pun. Kosong melompong, dan hanya ada sebuah kardus cukup besar di tengah lebarnya karpet berwarna merah.

Kanao masuk, dan melangkah mendekati kardus itu. Di bagian samping karus itu tertuliskan 'tim fisika'. Kanao membuka kardus itu dengan ragu. 

Matanya membelalak.

"AAAAAAAAAHHH!"

Kanao memekik begitu mendapati bukunya telah menjadi abu. Masih ada beberapa bagian yang belum terbakar, dan Kanao segera mengambilnya.

Benar saja.

Masih ada tulisan tangannya disana. Pun juga ada nama Kanao Tsuyuri kelas XI bidang fisika. Jantungnya berdebar hebat. Ia mengacak-acak seisi kardus, dan rupanya abu itu berisi semua bukunya yang hilang.

Kanao tidak percaya. 

Air matanya jatuh begitu saja, dan detik berikutnya isakan Kanao terdengar. Suara tangis itu benar-benar pecah, mengisi sunyi di kamar itu. 

Namun hanya selang beberapa menit, tangisan itu mulai mengering. Kini amarah mulai membakar buta hati Kanao. Jantungnya berpacu cepat. Ia mengedarkan pandangannya, mencari seseorang yang menjadi dalang dari ketidak adilan ini. 



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


A/n:

Dalam rangka mengurangi sider, 8 vote baru kita lanjut ya ges:)) hwhwhw

Anak Olimpiade |  Tanjikana✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang