"Tak ada yang abadi, begitu juga pedih. Akan tiba titik dimana kita menertawakan luka yang dulu, tunggu saja."
###
LEVI benci atmosfer di ruang tengah ini.
Benar, Levi itu tidak banyak bicara. Tapi tak selamanya juga ia menyukai ketenangan. Apalagi saat ia hapal dua orang di sebelahnya adalah tipikal orang yang tidak bisa diam.
3 pemuda itu duduk berjejer, dengan jarak cukup jauh. Mereka tengah duduk di sofa tengah untuk menunggu Gihren Zabi dan dua teman tim fisika yang lain.
Tapi untuk El dan Tanjirou, ah sudahlah.
Jangankan bicara, keduanya pun bersikap seolah mereka punya dunia masing-masing. Sungguh, muak sekali rasanya jadi Levi.
"Kalian ada masalah?" tanya Levi jengah.
"Nggak kok," sahut El cepat, tanpa menoleh.
Sialan. Levi mengumpat dalam hati. Pemuda itu tahu benar jawaban yang sebenarnya adalah kebalikannya, tapi ia sungguh tak mengerti ada masalah apa. Toh, kemarin pemuda itu sedang di lantai bawah untuk bermain monopoli.
"Loh, Kanao belum ada?"
3 pemuda itu terkejut. Mereka menoleh ke arah belakang, dimana Gihren Zabi telah muncul tepat di belakang sofa.
"Oh, tolong panggilin, dong." ujar Gihren.
Levi pun menatap Tanjirou. "Denger nggak? Sana, panggil Ka—"
"Gue aja." potong El cepat. Pemuda itu segera bangkit dan menuju ke kamar Kanao.
Levi pun terdiam sejenak dengan dahi yang berkerut menatap El yang sudah pergi. Dalam hitungan detik, Levi segera menatap Tanjirou. "Ada masalah apa lo? Lo tau sendiri Misa bakal kayak apa kalo tau El kesana."
Tanjirou melirik Levi sejenak, lalu menghela nafasnya. "Dia tau apa yang dia lakuin, kok."
Levi terdiam cukup lama, sebelum ikut menghela nafasnya. Ya sudah lah, kalau memang Tanjirou tidak ingin berbagi masalahnya. Toh, sebenarnya Levi juga tidak sepeduli itu.
Tak lama kemudian, El pun kembali dengan 2 gadis.
"Ini, Pak." ujar El dengan dibuntuti oleh Kanao dan Robin.
Giren Zabi menoleh, mendapati Kanao yang berbeda dengan anggota tim yang lain. Tentu karena keempat anggota lain menggunakan jas, sedangkan Kanao tidak.
"Oh, jasmu beneran nggak ketemu, Kanao?" tanya sang Dosen.
Kanao mengangguk polos.
Gihren pun langsung melepas jasnya. Pria itu segera memberikan jas miliknya pada anak didiknya itu. "Ini, kamu pake."
"Loh, terus Bapak gimana?" tanya Kanao.
"Pake aja. Bapak kan cuma pengajar kalian. Sedangkan kamu kan anggota tim fisika, dari pada nggak pake jas. Terlalu mencolok."
Kanao terenyum tipis dan berterima kasih pada pria itu. Ia pun memakai jasnya untuk memadakan diri dengan teman timnya yang lain.
Sedangkan Tanjirou hanya bisa menatap gadis itu jadi kejauhan.
Senang rasanya saat mendengar suara Kanao dan melihat senyuman gadis itu, namun sesak kembali menghantam Tanjirou saat ingat, Kanao sudah jadi milik orang lain.
Pedih sekali.
— ANAK OLIMPIADE —
"Inget, mau pilihan ganda, uraian, atau pun rebutan pertanyaan nanti, jangan terburu-buru." Tanjirou menarik nafasnya panjang. "Ayo berdoa dulu."
Tim fisika menundukkan kepalanya, berdoa dalam hati.
Saat ini, mereka sudah duduk di hadapan tim lainnya. Hanya tinggal menunggu sirene berbunyi, para siswa sudah harus mulai mengerjakan soal mereka masing-masing di tempat yang lebih cocok di sebut aulanya Konoha Highschool.
Sekolah elit ini memang sangat luas dan fasilitasnya bukan main-main. Jadi tak heran jika sekolah ini sering dijadikan tempat olimpiade dan berbagai lomba lain.
Usai berdoa, Kanao kembali mendongakkan kepalanya. Ia menatap lurus, sudah banyak orang yang berkumpul. Gadis itu terus mengedarkan padangannya hingga ia terhenti di suatu titik.
Di salah satu sudut ruangan, Misa berada.
Dengan tatapan tajamnya, gadis itu berhasil membuat jantung Kanao berpacu cepat. Ia melirik seseorang di sebelahnya. Sial, ia duduk di sebelah El. Ralat, mungkin lebih tepatnya El yang sengaja duduk di sebelah Kanao.
"Misa, kan?" El menoleh, lalu mendekatkan wajahnya pada Kanao. Pemuda itu mulai menggerakkan tangannya untuk menggapai jemari Kanao.
Kanao tersentak kecil. Reflek gadis itu segera berusaha untuk melepas genggaman El. Tapi semakin keras Kanao berusaha, El justru semakin menggenggam tangannya erat.
"El, lepasin!" bentak Kanao setengah berbisik.
"Kenapa? Kamu takut?" ujar El dengan tenangnya. "Nggak usah takut, ada aku disini."
"Apaan sih, El!? Lepasin!"
Di luar dugaan, El justru tersenyum tipis. "Kamu mau selamat selama-lamanya dari Misa?" pemuda itu kian mendekatkan wajahnya. "Jadi pacarku. Jadi milikku seutuhnya, aku bakal jaga kamu dari Misa."
"Apaan sih kamu!?"
"Kanao," El kembali tersenyum tipis. "Misa gini ke kamu karena aku. Aku yang bisa bikin dia berhenti. Kamu mau, kan?"
Kanao terdiam cukup lama.
Ia tidak pernah paham apa yang ada di otak El itu.
Sirene dibunyikan, lamunan Kanao pun buyar. Namun El masih menggenggam tangan Kanao.
"Kanao," panggil El.
"Iya."
El tersentak kecil begitu Kanao dengan mudahnya setuju. Namun pemuda itu pun segera menggantinya dengan senyuman tipis dan mulai melepas genggamannya.
"Pilihan yang bagus."
Telinga Kanao memanas mendengar ucapan kemenangan dari El, tapi hatinya bergetar. Rasanya sakit memilih keputusan ini. Tapi bukankah Tanjirou juga melakukannya?
A/n:
Haloo maaf baru balik huhuhu :(((
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Olimpiade | Tanjikana✔️
Fanfic[SERIES UTAMA OLIMPIADERS SERIES] Nama Kanao Tsuyuri tiba-tiba saja terdaftar sebagai peserta Olimpiade Sains Nasional! Awalnya Kanao mensyukuri hal itu karena Tanjirou Kamado, mentari paginya itu juga tergabung dalam Olimpiade itu. Setidaknya, kin...