Chapter 22: Jatuh setelah terbang tinggi

782 131 10
                                    


 "Sebelum mengenalmu, melamun tidak pernah seindah ini."

###


KETEGANGAN melanda ruang belajar 352.

Sesuai jadwal dan informasi yang diberikan oleh pengajar mereka di grup chat semalam, hari ini adalah tahap ulangan mingguan. 

Tanjirou pun menggigit bibir bawahnya. Pemuda itu terlampau panik saat ingat materi listrik statis juga akan keluar dalam ulangan minggu ini. Ah, ia lupa. Ia sering terkecoh saat memasukan rumus listrik statis.

Tak kalah dengan Tanjirou, El juga sibuk membolak-balik buku catatannya. Yah, semua siswa tenggelam dalam dunia mereka masing-masing karena tahu letak kelemahan mereka. 

Namun tidak dengan Kanao. 

Gadis itu sudah sering berlatih soal dengan kedua teman sekamarnya, jadi ulangan mingguan begini bukan masalah besar baginya. 

Sementara itu, Kanao melirik Tanjirou. Pemuda bersurai merah itu nampak begitu sibuk, seolah tak menyadari kehadiran Kanao di dunia ini.

Gadis itu memberengut kesal, bibirnya maju beberapa senti. Baru beberapa hari lalu pemuda itu membuat Kanao berharap lebih. Ia berhasil menerbangkan Kanao ke titik euphoria tertinggi dengan perhatiannya.

Dan kini?

Ah sial. Hampir semua orang sadar, Tanjirou berubah. Pemuda itu jadi sering melamun, senyumannya tidak selebar biasanya, ia juga lebih banyak diam. Seolah ia sedang menanggung hutang negara di pundaknya,

Ada apa, sih? Biasanya Tanjirou juga akan menceritakan keluh kesahnya pada Kanao. Namun sekarang? Jangankan bercerita, bertegur sapa pun jarang sekali bila Kanao tidak memulai duluan. 

Ah, benar-benar bagai debu si Kanao itu kini.

Ceklek

"Pagi, anak-anak." Gihren Zabi muncul dari balik pintu dan masuk dengan 'materi perang' di tangannya. "Siap ujian pagi ini?"

Levi menghela nafasnya, panjang dan keras. Sengaja dimaksudkan agar orang lain di ruangan itu juga mendengarnya. Pemuda itu pun mendongakkan kepalanya yang sedari tadi ia taruh di meja. 

"Sekali-kali libur dong, Pak. Masa karantina mulu. Orang anak-anak tim biologi aja boleh pulang minggu lalu." protes pemuda cebol itu.

Gihren Zabi terdiam sejenak sembari menata kertas-kertasnya. Ia mempertimbangkan betul saran dari Levi, mengingat hari olimpiade yang sudah bisa dihitung dengan jari tangan.

Usai merapikan kertasnya, Gihren Zabi pun menghela nafas dan membagikan kertas itu pada kelima anak didiknya.

"Ya udah. Kalo nilai kalian lebih tinggi dari ujian minggu lalu, hari Minggu besok kalian boleh pulang."

Ruang 352 sontak ricuh. Mereka bersorak, senang sekali. Di luar masalah yang ada di rumah, yang penting, mereka bisa rebahan di rumah sendiri.


— ANAK OLIMPIADE —

Anak Olimpiade |  Tanjikana✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang