Untuk yang kesekian kalinya aku katakan, jika saja aku boleh memilih hidupku, aku ingin terlahir sebagai anak tunggal. Atau sekalian saja aku terlahir sebagai manusia biasa agar kejadian-kejadian sejenis ini tidak terjadi lagi.
Bisakah mereka membayangkan betapa sedihnya aku? Atau, tidakkah Barney cukup tahu bahwa ini pesta yang penting untukku sehingga ia harus berpikir ribuan kali jika ingin merusaknya! Aku tidak meminta banyak! Kalau ia ingin menyiksaku lagi setelah pestaku selesai, aku tidak masalah. Tapi jangan rusak pestaku! Setidaknya jangan gunakan bakat hebatnya itu untuk hal-hal yang tidak berguna.
Barney juga tahu itu adalah larangan keras di keluarga kami (bahkan di dunia kami), dan dia bukan lagi anak kecil yang harus diingatkan setiap saat tentang norma-norma hidup yang harus dipegangnya.
Aku sudah menangis sejak pesta itu hancur. Pesta ulang tahunku yang berharga dihancurkan oleh kakak kandungku sendiri. Silahkan bayangkan jika itu terjadi pada dirimu! Aku marah, sedih dan juga geram. Apa salahku di masa lalu sehingga dunia ini begitu kejam terhadapku? Kenapa Tuhan harus memberikan bakat kepada Barney sementara aku tidak? Aku yakin bakatnya akan lebih berguna jika dilimpahkan padaku!
Pintu kamarku terbuka, dan aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Aku tidak peduli siapa yang datang. Aku masih terus tengkurap sambil membenamkan wajahku di bantal. Sebuah tangan mengusap bahuku, dan dari gerak-geriknya, aku tahu siapa orang yang sekarang duduk di pinggir ranjangku.
“Apa perempuan sialan itu sudah pulang?” tanyaku pada Helen. Aku masih bisa mendengarnya menghela napas meskipun suara hujan di luar cukup deras.
“Belum. Ibumu bilang dia mengantar teman-temannya pulang setengah jam sebelum hujan turun.”
“Itu hanya triknya agar ia tidak dituduh sebagai pengacau. Dasar iblis licik!”
“Kau benar-benar yakin dia yang melakukan ini?”
Astaga! “Helen!” aku hampir membentaknya. “Jelas dia yang melakukannya. Kau pikir siapa lagi? Cuaca hari ini bagus, bahkan ramalannya juga bilang begitu. Bagaimana bisa hujan tiba-tiba turun dan...”Aku mendengus kesal kemudian duduk di ranjangku. “Bahkan ia membuat hujannya bertahan sampai sekarang. Benar-benar hebat. “ Perlukah aku berdiri dan bertepuk tangan untuk kehebatan Barney?
“Aku mengerti perasaanmu.” Helen mengusap bahuku lagi, dan ketika aku menatapnya , ia tersenyum menenangkan.
“Pestaku hancur, Helen.” Bisikku. Bibirku bergetar, dan aku merasakan dorongan itu lagi. Aku ingin menangis, dan marah, dan mengamuk hingga rasanya aku ingin menghancurkan seluruh isi kamar bahkan rumah ini.
“Kita bisa buat pesta lain tahun depan.”
“Pesta di umur sembilan belas tahun? Itu konyol di dunia kita.”
“Tapi tidak untuk manusia biasa. Aku yakin ibumu akan menebus semua ini. Kau bisa membuat pesta di bar dan mengundang teman-teman kita. Pesta yang normal.”
Aku akui aku tertarik dengan rencana Helen. Remaja-remaja biasa juga sering berpesta, tapi sayangnya pergaulanku tidak sebebas itu. Mungkin Mom dan Dad akan mengijinkannya, tapi aku yang tidak mau. Aku tidak suka keributan yang berlebihan.
“Terimakasih karena berusaha menghiburku.” Aku melempar senyum lemah, lalu memeluk Helen erat.
“Aku harus pulang, orang tuaku pasti khawatir karena ini sudah malam.” Helen mengusap punggungku sekali lagi lantas menjauh. “Ganti pakaianmu, kau basah dan bisa sakit jika membiarkan gaun ini kering di tubuhmu.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Freezy Time
FanfictionIni kisah tentang gadis yang tanpa sengaja membuat dunia berubah dalam hitungan detik. Dan di sisa waktunya, Barry berusaha untuk menguasai bakat dan sihir yang ia miliki. Berusaha memperbaiki kesalahannya dan mengembalikan seisi dunia seperti semul...