Chapter Nine

1.9K 185 2
                                    

          Apa yang akan kau lakukan jika seandainya waktu terhenti?

          Yah, beberapa orang mungkin sering mengatakan ataupun mengajukan pertanyaaan itu. Atau mungkin, salah satu dari mereka malah menginginkan agar dirinya mampu menghentikan waktu.

          Helen, sahabat terbaikku itu juga pernah tanpa sadar menanyakan hal ini. Kejadiannya beberapa tahun lalu, ketika kami masih SMA. Saat itu, aku dan dia sedang bersembunyi di balik tembok sekolah, sedang mengintip Jacob, laki-laki yang membuat sahabatku tergila-gila. Helen terlalu menikmati pemandangan di depannya, tersikap seolah Jacob adalah seorang dewa dari istana langit. Sedangkan aku, aku hanya diam sambil sesekali melirik Helen yang telah terhipnotis dan melupakan fakta bahwa dia masih menginjak bumi. Lalu, di menit-menit terakhir sebelum lonceng masuk berbunyi, Helen berbisik tanpa sadar.

           ‘Barry... apa yang kau lakukan jika seandainya waktu terhenti?’ dia menatapku, dengan sedih tapi matanya berbinar, seakan-akan dia adalah gadis yang tak bisa mendapatkan lelaki pujaannya namun di saat bersamaan dia juga bahagia hanya dengan mencintainya. Harus kuakui, aku mual pada saat itu.

          Aku sendiri diam-diam tahu apa yang akan Helen lakukan jika waktunya terhenti. Aku yakin Helen akan menghampiri Jacob dan mencuri pelukan ataupun ciuman darinya. Dan saat itu, aku punya banyak sekali hal yang ingin aku lakukan jika waktu bisa terhenti. Salah satunya menyelinap ke kamar Barney dan memangkas habis seluruh rambut pirangnya.

          Tapi sekarang, jika saja Helen bertanya padaku untuk yang kedua kalinya, aku pasti akan menjawab, ‘Aku hanya ingin waktu kembali berjalan...

          Konyol ketika hampir semua orang memiliki jutaan fantasi mengenai hal-hal yang akan mereka lakukan seandainya waktu terhenti,sementara aku yang telah mengalaminya secara langsung tidak dapat melakukan apapun selain berharap aku bisa membuat semuanya kembali berjalan seperti semula.

          Memang, hingga saat ini, belum ada satu hal buruk pun yang menimpaku. Aku dan Justin sudah makan dan minum berkali-kali, mandi berkali-kali dan tidur dalam keheningan berkali-kali juga. Aku bisa membuat air, gas dan beberapa benda elektronik sederhana bekerja, dan satu hal menakjubkan lainnya adalah, aku mulai mendapatkan kekuatan sihirku. Hanya sihir kecil, kupikir. Dan itupun sangat belum stabil.

          Namun, dibalik semua itu, aku tahu pada akhirnya hal yang lebih buruk akan datang. Aku sedang bermain-main dengan alam semesta, dan aku akan mendapat ganjarannya.

           “Jadi,” Suara Justin memecah lamunanku. “Perutku mulai menunjukkan reaksi tidak baik setelah mengkonsumsi kue coklat kering ini terus menerus.”

          Dan percayalah, aku juga. Kami sudah kehabisan roti tawar, sereal gandum, dan manakan berat siap makan lainnya. Yang tersisa hanya kue-kue dan bertoples-toples cookies sisa acara ulang tahunku. Di lemari pendingin memang terdapat begitu banyak makanan beku, tapi kabar baiknya adalah, kami tidak tahu cara memasak. Aku bahkan tidak bisa mengecilkan api kompor gas atau mengatur suhu microwave milik mom. Justin pun begitu, hampir separuh hidupnya ia habiskan dengan belajar di asrama sekolah khusus dan mendapat pelayanan dari sana.

           “Kalau begitu kita ke supermarket saja.” ujarku memberi usul.

           “Itu sama saja. Aku butuh makanan yang benar-benar makanan, Barry! Bukan sampah seperti ini!”

          Aku mengerutkan dahi, cara bicaranya mulai kasar, dan aku mendapati diriku sedang mati-matian untuk menjaga kesabaran dan menekan emosiku. Jika aku mendebatnya seperti biasa, mungkin kami akan hidup dalam suasana yang lebih buruk.

Freezy TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang