CHAPTER 16
THE ENDING
Percayalah, sakit selepas patah tidak akan sia-sia. Tuhan selalu punya cara sendiri menempatkanmu pada titik dewasa.
*Señora*
Brisia terjaga di sambut gulita di pagi buta yang bahkan sang surya belum menampakkan wujudnya -itu pun jika hipotesanya benar. Semilir angin menusuk kulit meremangkan bulu ari ia jadikan tebakan karena hanya angin subuh yang punya temperatur dualis seperti ini -dingin tetapi menyejukkan. Pengelihatannya tertutup rapat, tak ada secelah cahaya dapat di tangkap mata begitu ia merasakan sehelai kain menutup obsidian.
"Chanyeol.." tangannya mencoba meraba udara. Memanggil nama sang suami karena hanya memori pria itu yang ia ingat menemaninya menghabiskan malam.
Sebanyak memanggil, hanya kicau merpati menyahuti. Sesaat berniat membuka penutup mata cekalan lembut di pergelangan tangan menghalang pergerakan. Segurat senyum seketika tercipta, hembusan napas hangat menerpa wajah benar Brisia kenali milik siapa. Setidaknya ia yakini Chanyeol disini, tidak meninggalkannya seorang diri.
Lengan besar terasa menyelip di antara betis dan tengkuk sebelum terangkat ke udara, Brisia terhanyut tidak ingin bertanya kemana kiranya Chanyeol menyongsong dirinya. Dia hanya percaya, menutup mata erat membenamkan diri dalam rengkuhan mesra sang suami seiring langkah kian menjauh.
Bulir embun menjatuhi kulit seputih susu meluruh melewati lengan yang terekspos bebas. Sementara helai caramel kusut masai di belai angin yang sepanjang tahun tak pernah lekang. Brisia tidak merasakan apapun selain gemerisik tapak kaki melewati bebatuan cadas dan aroma tembakau berpadu almond menusuk penciuman yang menguar segar dari kulit prianya.
Sampai Chanyeol menurunkan Brisia dari gendongan lantas mendekap seraya meletakkan dagu di puncak kepala wanita itu.
"Chanyeol.."
"Biarkan seperti ini Brie."
Chanyeol membalik tubuhnya menghadap sesuatu yang tak bisa Brisia lihat. Dia hanya merasakan angin kencang menerpa mengkibarkan dressnya di udara. Dingin, tetapi rengkuhan hangat seorang Chanyeol Park seolah mampu meredam itu semua. Chanyeol melingkarkan lengannya di sekitar bahu Brisia yang terekspos begitu saja, desau napasnya terasa menggelitik di balik tengkuk dan Brisia betul memuja untuk itu.
Seribu kali Brisia mengakui apa yang terlihat setelah Chanyeol membuka penutup mata benar membuatnya tak bisa berkata-kata. Apa yang dapat kau definisikan ketika sang surya terekspos indah di depan mata? Sempurna.
Bola mentari mengintip cantik di balik pegunungan menebarkan cahaya yang sinarnya membias indah di kulit Brisia. Di bawahnya danau tenang tak beriak berpadu satu akan hijaunya pepohonan yang bergoyang syahdu mengikuti nyanyian merpati yang melayang di atas kepala. Brisia nyaris tak mempercayai, apa yang dilihatnya seperti lukisan raksasa yang terabadikan di atas kanvas. Sangat indah mencekam mata.
Tidakkah ini terlalu nyata di anggap mimpi bahkan setelah raganya terjaga sempurna. Jika mengkalkulasi waktu tak lebih dari lima belas menit Chanyeol menggendongnya sebelum mereka tiba di bukit kecil yang baru Brisia temui eksistensinya sekarang. Ia segera mengedar pandang, mendapati bangunan kokoh menjulang di bawah sana yang ia yakini benar milik Phoenix. Sejak kapan ada bukit dengan panorama seindah ini di balik kediaman Park?
Cepat Brisia membalik badan menyuarakan banyak pertanyaan di ujung lidah tetapi Chanyeol lebih cepat nano detik membungkam dengan menyatukan material basah mereka. Sekali lagi Brisia terhanyut, terbawa euphoria akan suasana sunrise yang seolah dengan sabar mengikuti perjalanan waktu -menanti sepasang dua anak adam berpagut mesra di seberang cakrawala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Señora
Fanfiction[Exo pairing] Siapa Brisia pantas mencintai Loey Park? Keagungan pemuda itu mutlak berkibar angkuh pun diatas gelar kebangsawanan. Darah birunya tak berarti disini. Kecerdasan sebagai seorang jaksa bahkan kecantikan luar biasa tidak membuat Chanyeo...