CHAPTER 15
OBSĖSSIØN
Sebanyak ingin menyerah sekuat itu pula aku ingin terus bertahan. Katakan aku tidak waras sebab menggilaimu sedalam ini. Jangan bertanya, karena patah tak butuh alasan untuk terus mencinta.
*Señora*
Semesta perlahan usai menjatuhkan tangisan. Gagak hitam mulai mengepak sayap keluar dari peraduan. Aroma cempaka berserakan menyatu satu dengan tanah basah khas pemakaman. Satu persatu manusia mulai lenggang meninggalkan dua gundukan tanah berdampingan -makam Yunho dan makam Chelsea.
Brisia telah lebih dulu memasuki mobil utama di tuntun para Phoenix menyisakan Chanyeol seorang diri. Langkah payah itu perlahan mendekati dua sosok rindu di bawah pohon bringin. Chanyeol tak berani mendekat memulai interaksi. Sehun disana mengecup kening Yoona seraya memasangkan mantelnya menutup pundak sang Ibu. Yang di balas Yoona dengan usapan di sekitar rahang si bungsu lantas melakukan hal sama -mencium pipi Sehun cukup lama.
Sangat manis. Percakapan apa kiranya hingga mampu mencipta segurat senyum di bibir keduanya? bolehkah Chanyeol mengatakan betapa ia ingin bergabung? sudikah Sehun?
Menyadari sosok lain enggan memutus pandang, Sehun menggiring Yoona memasuki mobil setelah melirik ke arah Chanyeol. Seperti menjauhkan ibunya dari predator berbahaya yang bisa memangsa kapan saja.
Tepat deru mobil Yoona meninggalkan area pemakaman, Sehun merasakan sesuatu mencekal lengan. Lantas mendapati sepasang onyx pembunuh di kedua obsidian musuh.
"Akan terdengar tidak pantas mengucap maaf. Aku terlalu bodoh berfikir bagaimana menebus dosa padamu dan keluarga kita." Chanyeol memulai. Mengambil posisi bersimpuh di hadapan Interpol itu menyodorkan benda yang selalu ia bawa di balik punggung. "Lakukan. Ku harap kematianku dapat menebus salah untuk membuatmu puas."
Revolver pemilik daya ledak demikian dahsyat, Desert Eagle tak mengundang gentar Sehun. Tatapannya masih tak terbaca menyungging senyum remeh. Ia menerima dengan senang hati, menarik selongsong pistol lantas menekan tepat di pelipis sang Phoenix.
Sepasang onyx gelap tertutup damai. Brie maaf aku mati tanpa izinmu.
Menunggu cukup lama, belum jua timah panas menembus kepala. Chanyeol membuka mata mendapati Sehun tak lagi menggenggam revolvernya. Menoleh ke lain tempat Desert Eagle tergeletak mengenaskan jauh dari pandangan.
"Sehun-"
"Kau pikir kita sama? aku bukan pembunuh sepertimu. Aku di besarkan di lingkungan yang benar. Di didik di dunia aparat meninggikan norma dan etika di atas segala. Kau pikir ijazah hukumku hanya pajangan?" Sehun berdecih arogan. Memusat atensi pada partikel air menetes dari pucuk daun kenanga seolah itu lebih menarik daripada Chanyeol saat ini.
"Aku hidup sebagai penegak keadilan. Tidak semua manusia di dunia keparat sepertimu yang hidupnya hanya seputar pembunuh dan membunuh. Daripada berfikir untuk mati tidakkah harusnya merenungi dosa dan menebusnya di penjara?"
"Maka tangkap aku. Adili seperti seharusnya sesuai hukum yang berlaku." Chanyeol mengakhiri direksi sekandungnya dengan menyodorkan kedua tangan, berserah diri.
"Lihat siapa yang sedang memohon di bawah kuasaku? Godfather Phoenix tidakkah?" Sehun tertawa kering untuk sesuatu yang tak Chanyeol mengerti terlebih setitik air di sudut sipit adiknya. "Tentu aku akan melakukannya. Karena jeruji besi sangat pantas menampung pendosa sepertimu. Membusuklah disana dan katakan selamat tinggal pada dunia!"
"Sehun.." Panggilnya sesaat sebelum eksistensi Interpol muda hilang di balik mobil. Sehun berhenti tapi tidak menoleh. "Bolehkah aku mendengarmu memanggilku-hyung?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Señora
Fiksi Penggemar[Exo pairing] Siapa Brisia pantas mencintai Loey Park? Keagungan pemuda itu mutlak berkibar angkuh pun diatas gelar kebangsawanan. Darah birunya tak berarti disini. Kecerdasan sebagai seorang jaksa bahkan kecantikan luar biasa tidak membuat Chanyeo...