Bab 10. Surat

3 1 0
                                    

Ditempat lain Minsik dalam keadaan tak terkontrol. Frustasi menderanya. Bukan hanya masalah Minsu yang membuatnya frustasi. Masalah perusahaan dan masalah baru yang datang beberapa saat setelah dirinya tiba di kantor, setelah kembali dari rumah sakit juga menyita fokusnya.

Saat pengacara ayahnya datang dan membicarakan wasiat yang ditinggalkan oleh sang ayah. Tak hanya itu dan bukan hanya itu yang membuat Minsik semakin frustasi dan pusing. Tapi surat-surat yang ditulis sang ayah dan beberapa fakta yang baru dia tau setelah sang pengacara meninggalkan sendirian diruang kantor tersebut.

Bagaimana mungkin sang ayah menyembunyikan fakta seperti ini setelah sekian lama dan tak pernah memberitahukan padanya. Apa mereka tak menganggapnya anak lagi? Bagaimana mungkin fakta sepwnting ini terlewat begitu saja dari penglihatannya.

"Sialan, aku ditipu selama ini. Shit" Minsik kulai tak terkontrol dan melampiaskan amarahnya dengan membanting dan menghempaskan apapun yang ada disekitarnya. Tak perduli apakah itu berkas bernilai jutaan dollar atau apapun. Dirinya hanya butuh tempat pelampiasan.

👉Flashback👈

Minsik memasuki lobi kantor dengan keadaan berantakan. Menyetir dengan gila-gilaan hanya untuk menyingkirkan masalah yang ada dikepalanya. Walaupun begitu tak membuat karisma seorang Minsik luntur, malah semakin membuat para karyawati menjerit.

Dua kancing kemeja yang terbuka, lengan kemeja yang digulung sampai sebatas siku dan jas yang hanya dia tenteng, ditambah rambut yang acak-acakan menambah kadar ketampanan Minsik.

Bahkan beberapa karyawan memutuskan berhenti sejenak hanya untuk memandang Minsik lebih lama. Jarang-jarang melihat sang Direktur dalam keadaan seperti itu.

Walaupun Minsik tau dirinya dijadikan tontonan, dia tak perduli dan tetap melangkah masuk kedalam lift dan menekan tombol dimana ruangannya berada. Belum sampai kedalam ruangan, sang sekretaris menghentikannya dan memberitau bahwa pengacara ayahnya telah menunggu didalam ruangan yang hanya dibalas anggukan singkat oleh Minsik.

Setelah kembali menutup ruang kantor, Minsik bertemu dengan sang pengacara.

"Ah.. Tuan Minsik saya Junsu selaku pengacara ayahmu" ucap sang pengacara memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan.

"Ah.. ya aku tau, silakan duduk. Coffe?" Tanya Minsik sambil menjabat tangan sang pengacara.

"Terima kasih, jika tak merepotkan" sedikit basa-basi mereka memulai obrolan.

Hingga sampai disaat yang serius saat Junsu menyinggung wasiat dan beberapa hal yang belum Minsik tau.

"Maaf, bisa anda ulangi?" Tanya Minsik

"Ah tentu. Kau tau aku sudah bertahun-tahun bekerja untuk ayahmu. Dia tak menjelaskan secara detail hanya menitipkan surat ini untukmu dan hanya kepadamu" jedanya "dan dalam surat wasiat tertulis tiga orang yang akan mendapatkan warisan. Aku sedikit bingung, ku kira kau hanya dua bersaudara" ucap Junsu sambil mengedikkan bahu.

"Ya, kami hanya dua bersaudara, aku yakin itu. Mamaku hanya melahirkan satu adik"

"Entah lah, disana tertulis bahwa dia juga anak ayah dan ibumu, lebih baik kau baca sendiri nanti suratnya. Surat ini ditululis untukmu. Mungkin nanti kau akan sedikit paham"

"Ya mungkin nanti, lalu bagaimana dengan isi wasiatnya?"

"Ah baiklah kau siap mendengarnya? Apa tak apa jika adikmu tak dengar?"

"Tak masalah. Bukankah nanti sama saja?"

"Benar"

'Untuk Minsik, Minsu dan anak ku yang ku rindukan tanpa tau keberadaanmu'

Breathe (Completed ✔✔✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang