Two

577 35 1
                                    

Aku sedang merapikan pelembab bibir dengan warna merah muda sebagai polesan terakhir dari make up sederhanaku, Malam ini aku akan keluar dengan Jungkook demi menepati janji untuk berkencan padanya. Sebenarnya aku sedikit canggung dengan kencan mendadak ini, tapi aku bukan tipe orang yang suka mempunyai janji sebab aku tidak yakin akan bisa menepatinya atau tidak.

Untuk case Jungkook, aku juga tidak menyangka dia masih ingat dengan janji itu, lagian aku juga mengatakan janji itu karena aku ingin menolak seorang bocah yang mengajak kencan seorang gadis jika dikatakan lebih cocok menjadi kakaknya dibanding kekasihnya.

Aku tidak memakai make up berlebih, aku hanya memakai bedak tipis, memperjelas alis dan pelembab bibir, tidak ada yang istimewa. Aku takut jika memakai riasan berlebih Jungkook akan kabur saar melihatku nanti.

Jungkook akan menjemputku dirumah, kami sempat berdebat kecil tentang tempat pertemuan kami, aku ingin kami bertemu ditoko permen miliknya dan Jungkook menolak keras untuk itu dan memaksa akan menjemputku dirumah. Jujur, aku sedikit malu dengan rumah sewa yang menjadi tempat tinggalku sekarang ini. Tempatnya yang kumuh karena berada dibelakang tempat pembuangan sampah yang jauh dari kata layak, juga padatnya rumah, sekilas mirip dengan kandang ayam. Oh, tidak. Bahkan kandang ayam lebih bagus daripada rumahku.

Aku menatap bayanganku dicermin yang sudah retak dibagian pinggirannya, aku malu saat ini, umurku yang sebentar lagi akan menginjak angka dua puluh delapan tahun, berkencan dengan seorang pemuda tampan juga pemilik toko permen berumur dua puluh tiga tahun. Jika ada tetangga yang tahu, pasti aku dikatakan perempuan murahan. Aku berpikir kembali, akan seperti apa penampilan pria itu malam ini.

Lamunan tentang nasib menyedihkanku berakhir saat aku sadar seseorang tengah mengetuk pintu rumahku, jantungku berdebar tak karuan, bukan karena senang berkencan dengan Jungkook, tapi karena takut dia akan jijik dengan tempat tinggal kumuh ku.

Aku melihat wajah tampan dengan balutan pakaian serba hitam serta jaket kulit yang terlihat bagus dibadannya tampak sempurna saat ini, warna hitam rambutnya tampak berkilau ditimpa cahaya bulan. Senyum lebar nan manis itu membuat dia terlihat garang dan imut secara bersamaan, bagaimana cara Tuhan menciptakan dia?

"Hai, Nuna." Ucapnya manly.

"Oh, hai juga." Balasku gugup karena serangan ketampanannya.

"Keluar sekarang?"

"Boleh."

Aku menyambut uluran tangannya, sekilas aku melihat urat yang menyembul tanda dia sering melakukan pekerjaan berat, wajar saja itu terjadi, membuat permen juga membutuhkan tenaga ekstra. Aku juga sempat melihat tato yang ada dijari-jari tangannya, sepertinya anak kecil yang menangis saat aku berikan permen itu tumbuh menjadi pribadi yang berbeda.

Aku melihat mobil sport terparkir cantik disebuah halaman becek, melihatnya saja sudah membuatku sakit kepala. Menurutku mobil itu tidak pantas parkir disana, mobil itu terlalu bagus diatas tanah becek seperti ini.

Dia membukakan pintu mobilnya agar aku bisa masuk terlebih dahulu, aku akan mendapat serangan jantung sebentar lagi jika dia terus berbuat manis seperti itu. Jangan salahkan aku jika aku jatuh cinta padanya, walaupun aku buruk rupa aku juga gadis biasa yang mengharapkan seorang pria memperlakukan dengan baik kekasihnya.

Aku mendapat telepon saat Jungkook baru saja duduk dikursi kemudinya, nama Choi Handeul tertera disana, aku sedang tidak ingin menerima panggilannya karena dia pasti akan bertanya tentang penawarannya yang tidak akan berubah sampai kapanpun.

"Kenapa tidak diangkat Nuna?" Tanya Jungkook yang sadar aku hanya memperhatikan layar ponsel lipat yang ada digenggamanku.

Aku menghela nafas, lalu mengangkat telepon tersebut. Kedua alisku sudah menyatu saat mendengar suara Choi Handeul, sedikit kaget dengan pernyataannya diseberang telepon, aku menyesal sudah mengangkat telepon tersebut.

Candy MAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang