Aku harus terbangun dari tidur lelapku, aku melirik jam di nakas sudah menunjukkan pukul dua pagi, rasa kering tenggorokanku memaksa tubuh ini untuk bangkit dari tempat ternyaman demi menghilangkan dahaga tenggorokan. Aku meraih asal kaos yang tergeletak diatas lantai memasangnya segera mungkin, tak lupa aku memakai celana dalam. Hampir setiap malam aku seperti ini terbangun untuk minum karena tenggorokan kering, aku tidak bisa menahan suaraku untuk tidak meneriakkan nama Jungkook, dia sangat mahir.
Saat aku beranjak dari tempat tidur, aku baru sadar jika Jungkook tidak ada disana. Aku melirik kamar mandi siapa tahu dia disana. Alisku mengerut sembari menenggak air dalam gelas, lampu kamar mandi tidak menyala penasaran aku masuk kesana.
Tak ada Jungkook.
Aku melirik lantai atas tempat komputer Jungkook berada, terkadang dia suka main game sampai larut tapi tak juga menemukan dia disana. Aku mulai panik, dia tidak ada dimanapun, atau mungkin dia keluar membeli sesuatu atau apapun itu.
Jujur, aku takut terjadi sesuatu padanya.
Aku mendekat ke jendela yang ada di dekat ruang televisi membuka sedikit tirainya. Tidak ada apapun, langitnya pun masih gelap. Perasaanku makin tak karuan.
Lama aku menatap langit malam sambil berdoa agar Jungkook baik-baik saja, tak lama aku mendengar suara pintu terbuka. Aku segera berlari mendekat menemukan Jungkook sudah terduduk di pinggir tempat tidur sembari memegang bahu sebelah kanannya.
Dia tersenyum padaku.
"Kenapa belum tidur?" Tanyanya membuatku bingung harus menjawab apa.
"A-aku..." tak sengaja mataku melihat bahunya berdarah. "Jung, kau berdarah!?" Seruku panik mendekat kearahnya.
Aku berlutut untuk melihat lebih jelas bahunya menyingkirkan tangannya dan mendapati luka sayatan disana, reflek aku menutup mulut. Bukannya menolong aku malah menangis ditambah kepanikan tak bisa berbuat apapun.
"Jung, apa yang harus aku lakukan?" Ucapku panik sambil menangis. "Kita harus ke dokter." Lanjutku mendapat pencerahan.
Jungkook menarik tanganku ketika aku ingin berdiri hingga aku kembali berlutut di hadapannya, dia malah tersenyum padaku.
"Jangan panik, bukankah Nuna akan mengobati lukaku?" Tangannya menghapus air mataku.
"Lukanya lebar sekali itu harus di jahit, aku bukan dokter."
Aku rasa Jungkook jadi lupa ingatan karena sayatan di bahunya, aku hanya bekerja menjadi kasir minimarket bagaimana bisa aku bisa menjahit sebuah luka.
"Bukankah buku yang aku berikan ada cara menjahit luka juga." Wajahnya tenang sekali, padahal darahnya masih mengalir.
"Tapi, aku belum pernah--"
"Kau bisa mencobanya padaku."
"Tapi Jung--"
"Aku bisa mati jika Nuna terlalu lama."
🍭🍭🍭
Selembar kain tipis terbentang diatas lantai, Jungkook berbaring disana dia mengarahkanku untuk mengambil sebuah kotak berwarna hitam yang ada di bawah tempat tidur. Aku menggulung rambutku agar tidak mengganggu pandangan, mengambil sebuah wadah ukuran sedang berisi air hangat juga sebuah wadah kosong. Aku mengambil lampu meja yang ada di samping komputer memgarahkannya tepat diatas luka Jungkook, selanjutnya aku mencuci tanganku dan membuka kotak hitam tersebut.
Aku terkejut saat melihat isinya didalam kotak itu banyak peralatan operasi, walaupun aku bukan seorang dokter aku belajar dari buku yang diberi Jungkook, aku bingung darimana Jungkook mendapatkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Candy MAN ✔
Fiksi Penggemar[ FINISH ] 🔞🔞⚠️⚠️ Seorang pembuat permen yang penuh dengan rahasia.