Setelah menghabiskan banyak waktu demi melampiaskan hasrat yang tiba-tiba muncul saat aku mengatakan tidak ingin lagi bersamanya, kini aku sedang melamun pasrah dalam pelukan erat Jungkook.
Aku tidak bisa tidur, begitu juga dia.
Walaupun keringat dan air liur kami menyatu mendesahkan nama satu sama lain, sekalipun aku tak mau menatap matanya.
Aku rasa dia juga merasakan jika aku sedang menghindari tatapan matanya, sehingga dia tak mau melepaskan pelukannya padaku.
Saat ini aku masih merasakan geli disekitar belakang leher, pasalnya bibir Jungkook masih menempel disana sesekali menyesap, mengecup, hingga menjilat. Aku sudah lelah dengan permainan yang dia ciptakan.
"Aku mencintaimu, Nuna." Bisiknya lembut. Suaranya terdengar sangat ketakutan aku pergi darinya.
Air mataku kembali jatuh. Aku juga merasakan hal yang sama, mencintainya sepenuh hati tapi bagaimana aku bisa mengatakan perasaanku sedangkan perasaan ini diselimuti rasa takut.
Haruskah aku mengatakan kebenarannya sekarang? Aku takut sekali kecewa.
Tangis ini tak kunjung berhenti, pelukannya semakin erat sampai aku tak bisa lagi membedakan mana sesak karena pelukan atau sesak karena perasaanku yang tertahan. Kembali dia mengecup leherku lalu pundak, meraih tanganku menggenggamnya erat. Hatiku semakin sakit.
"Maaf--"
"Aku hamil."
Akhirnya, kalimat itu keluar juga dari mulutku setelah berhasil menenangkan senggukan tangisanku. Beberapa hari yang lalu aku merasa ada yang aneh dengan diriku, dengan berani juga gugup aku membeli testpack demi meyakinkan jika tebakanku benar lalu aku mendapati dua garis disana. Semenjak aku mengetahui tentang obat pencegah kehamilan yang dipalsukan Jungkook menjadi permen, aku tidak lagi mengkonsumsinya.
Jujur aku tidak merasakan senang sedikitpun yang ada khawatir membayangkan Jungkook menolak keras benihnya sendiri.
Itu yang membuatku tidak merasakan bahagia seperti wanita lainnya.
Hening.
Tidak ada respon.
Apakah aku akan kecewa karena dia sama sekali tidak menginginkan anak?
Perlahan dia mulai melepaskan genggamannya.
Benar dugaanku, dia tidak menginginkan anak ini. Sepertinya keputusanku meninggalkannya adalah hal yang tepat.
Pikiran itu aku tepis saat tangan Jungkook mengusap perutku lembut, sangat lembut, seperti takut menyakiti apa yang ada didalam sana.
"Bisakah aku menjadi ayah yang baik untuknya?"
Astaga. Aku sudah berburuk sangka padanya.
Tangisanku kembali pecah, Jungkook sangat menyayangiku aku bisa merasakan dari cara dia menyentuhku dan mengungkapkan perasaannya. Bagaimana aku bisa berpikir jika seorang ayah tidak menginginkan darah dagingnya sendiri, sekalipun dia seorang pembunuh tetap saja Jungkook memiliki ikatan anak dan ayah.
Mungkin, akulah yang jahat disini bukan dia.
Jungkook memelukku sekali lagi dengan erat, bahkan kakinya ikut mengukung kakiku menandakan dia sangat senang dengan kabar yang aku berikan.
"Aku takut." Lagi, aku mengungkapkan kekhawatiranku.
"Aku bersumpah demi apapun akan melindungi kalian sekalipun nyawaku sebagai taruhan."
Setidaknya hatiku sedikit lega.
Jungkook memutar tubuhku hingga kami saling menatap mata satu sama lain, menelusuri seluruh sudut wajahku penuh damba.

KAMU SEDANG MEMBACA
Candy MAN ✔
Fiksi Penggemar[ FINISH ] 🔞🔞⚠️⚠️ Seorang pembuat permen yang penuh dengan rahasia.