six

25K 469 32
                                    

“He always makes my eyes burn”






Lyn benar-benar menjalankan semua tips-tips yang telah ia hapal dengan baik. Gadis itu bahkan selalu menyempatkan dirinya untuk terus berpas-pasan dengan Hero, bahkan Lyn sering melemparkan senyuman manisnya setiap ia berpas-pasan dengan Hero. Lyn juga jadi banyak menghabiskan waktunya di kantin bahkan sampai bolos jam pelajaran hanya untuk terus memandangi Hero.

Lyn pun menjadi semakin gencar mengirimi Hero pesan, dan meskipun Hero hanya membalasnya dengan balasan yang sangat singkat seperti "Y", "G", "?", Lyn tetap merasa senang. Baginya itu sudah lebih dari cukup daripada Hero tidak membalas pesannya sama sekali.

“Lyn, lo seriusan suka sama Hero sampai segitunya? Lo bela-belain bolos ulangan cuman buat liatin dia?” heran Silvia yang juga dibuat agak miris melihat perjuangan Lyn seperti ini. Padahal harusnya sekarang mereka tengah ulangan kimia, tapi Lyn malah memilih untuk tetap berada di kantin. Ada bagusnya juga sih Silvia terbebas dari ulangan karena memang semalam ia tidak belajar, tapi tetap saja Silvia merasa iba melihat sahabatnya ini.

“Iyalah, lagian Via pasti ngerti kok kenapa Lyn ngelakuin ini. Via juga pernah jatuh cinta kan?”

“Tapi gue gak sampe segitunya Lyn, kalo gue mah Kenny mau pergi kemana aja gue bodo amat males ngikutin apalagi merhatiin dia terus. Mau dia pergi ke kuburan kek, ke laut kek, gue gak bakal ngurusin.”

“Serah Via aja deh, oh iya kalo Via mau nambah baksonya tinggal tambah aja biar nanti Lyn yang bayarin.” ujar Lyn berusaha menyogok Silvia agar sahabatnya itu tetap mau menemaninya di kantin.

“Ck, sa ae lu Maemunah. Yaudah gue mau pesen bakso lagi ya kalo gitu.”

Lyn mengangguk, masih dengan pandangannya yang terarah pada Hero, Lyn tersenyum. Ia tidak pernah dibuat merasa bosan memandangi pemuda itu. Setiap harinya perasaannya selalu bertambah besar setiap ia memandangi Hero seperti sekarang ini. Apalagi melihat senyuman dan tawanya, rasanya jantung Lyn benar-benar dibuat seperti habis lari maraton saja.

Apa memang jatuh cinta rasanya seperti ini?

Apa rasanya se-menggebu ini?

Apa rasanya se-menantang ini?

Dan juga segila ini?

Tiba-tiba saja sebuah ide gila muncul di pikiran Lyn, apa ia tembak saja Hero sekarang? Apa ia nyatakan saja perasaannya ini kepada Hero agar pemuda itu mau memperhatikannya juga?

Pasalnya Lyn sudah tidak bisa menahan lagi perasaannya yang terlalu dalam dan kuat. Lyn ingin sekali menjadikan Hero sebagai pacarnya dan tidak terus-terusan memandanginya dari jauh seperti ini.

Dengan tekadnya yang coba ia bulatkan, dan juga keberaniannya yang coba ia kuatkan, Lyn berdiri lalu berjalan ke arah meja Hero. Suasana kantin ini lumayan sepi jadi Lyn tidak akan terlalu malu dan gugup saat menembak Hero nanti.



*sementara di tempat Silvia*

“Baksonya kasih bonus satu dong mang, saya kan langganan disini.”

“Mang kasih bonus tiga buat neng geulis mah.”

“Seriusan mang?!” takjub Silvia tak percaya.

“Iya serius atuh buat neng mah, tapi neng geulis jadi pacar mang dulu baru mang kasih bonus.”

“Yeuuu! Si mang sa ae bercandanya! Inget anak istri di rumah mang!”

“Sa ae si neng mah.”

Video Games | Meryl LynnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang