Makan malam telah tiba, Lala termenung di meja makan menatap makanan yang daritadi tak disentuhnya. "Lo kenapa?" Lala menggeleng tak ingin memberitahu Vivi.
Vivi mendengus kesal. "Gw besok mau CFD, lo mau ikut gak?" Lala tetap diam. Vivi mendekati Lala mengetuk sendok yang ia bawa ke pipi Lala yang bulat.
Pipi Lala menggembung, ia melirik ke arah Vivi yang tersenyum, ia menatap Vivi seperti tatapan kesal. "Apaan coba?" Tanya Lala ketus.
"Gw mau lo jawab pertanyaan gw dan makan" Jawab Vivi menatap ke arah mata Lala dari samping.
Lala kembali menggeleng dan menjauhkan sendok yang diarahkan Vivi dari pipinya tersebut.
"Lalaaaaa, kok diem mulu sih" Vivi mulai memencet pipi Lala yang bulat itu dengan telunjuknya.
"Lalaaaaaa" Vivi masih saja memainkan pipi Lala dengan jari telunjuknya tersebut.
"Vi" Panggil Lala dengan nada dingin, lalu Lala menggenggam jari telunjuk Vivi yang memainkan pipinya, lalu menjauhkannya secara kasar.
Lala langsung meninggalkan Vivi yang terdiam menatap dirinya, Lala beranjak menuju kamar lalu menutup pintunya dengan keras.
Vivi membeku melihat perlakuan Lala kepadanya. "Lala kenapa?" Ucap Vivi dalam hati, ia termenung untuk sementara melihat perubahan sikap Lala kepadanya.
"Apa Lala waktu itu..... Ah masa sih, ga mungkin ah" Ucap Vivi dan menggelengkan kepalanya, namun Vivi terlihat berfikir, apakah Lala mengetahui kejadian itu atau tidak.
"Ah mungkin pikiran gw aja yg lagi kacau" Ucap Vivi.Vivi masih belum bisa menerima perlakuan dari Lala. Ia lebih mengutuk dirinya sendiri ketimbang menyalahkan Lala, ya itulah kekurang Vivi selalu menyalahkan dirinya sendiri. Satu-satunya orang yang mampu membuat dirinya lebih baik adalah Febi. Febi sosok yang mampu membuat Vivi menjadi orang yang lebih kuat, namun semuanya kini telah berakhir.
"Kangen Febi..." Gumam Vivi dalam hatinya. Kedua tangannya mengusap wajahnya dengan kasar. Matanya mulai berkaca-kaca, air matanya pun mengalir. Wajahnya ia tenggelamkan di atas lipatan kedua tangannya. Pundak Vivi pun bergetar, menandakan ia sedang menangis.
Sementara itu di dalam kamar mandi, Lala mencoba meredam emosinya dengan membasuh wajahnya. Lala menatap wajahnya melalui cermin di depannya.
"La, lo kenapa? Lo harus bisa kontrol diri lo sendiri" Ucapnya pada diri sendiri. Kemudian ia menarik nafas panjang. "Yok bisa yok!"
Lala kemudian keluar kamar mandi, kembali menuju meja makan. Ia cukup terkejut melihat Vivi yang menangis disana.
"Tuh kan, La. Ini pasti gara-gara lo. Kenapa mesti kasar ke Vivi tadi" Sesalnya dalam hati.
Dengan hati-hati ia menghampiri Vivi dan memegang pundak kanan Vivi.
"Vi, lo kenapa?" Vivi belum mau menjawab. "Maafin gue ya kalo gue kasar tadi."
Vivi mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata. Kemudian Vivi menatap Lala dengan pandangan yang belum pernah Lala liat sebelumnya.
Lala terdiam. Vivi melangkah berjalan mendekati Lala. Kedua mata mereka bertemu sangat dekat. Lala hanya dapat berdiri membeku, matanya pun hanya diam tak bergerak menatap mata Vivi yang menyiratkan hal yang tak dapat Lala prediksi.
Vivi dengan nekat memperpendek jarak keduanya, bibirnya menempel perlahan pada bibir Lala. Hanya menempel, Vivi tak melanjutkan aktivitas apapun, Lala pun demikian. Keduanya hanya diam dalam bibir yang menempel itu.
Vivi menarik dirinya melepas ciuman itu, ia melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Lala yang diam membeku, bingung dengan apa yang baru saja terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenyataan yang Telah Ternoda
Fanfiction[18+] Febi, gadis SMA dengan sejuta misteri yang sangat dekat dengan Rifa. Teman teman mereka bahkan menjuluki mereka layaknya seperti pasangan. Karena keduanya selalu bersama bahkan terkadang terlihat mesra. Senyuman Febi hampir tak pernah hilang k...