Part 9
Banyak kejutan yang ada dalam kehidupan, kadang aku bahagia, tapi tak menutupi jika aku kadang kecewa.
///
Kita mulai dari sekarangBanyak rintangan yang sudah Taehyung lalui, begitu juga dengan Jimin. Pria asing yang datang kekehidupan seorang Taehyung dengan alasan klasik. Taehyung sendiri tidak pernah menyangka akan menjadi sedekat ini dengan Jimin. Setelah insiden tabrakan di taman beberapa tahun lalu, Taehyung kira, mereka akan menjadi sesuatu yang kelak akan dilupakan dengan sendirinya. Mungkin bertemu hanya sekali-duakali tanpa menyapa.
Tapi siapa sangka? Takdir Tuhan menginginkan mereka bersama.
Begitupun dengan Jimin. Tidak pernah dia menyangka akan menjadi teman dari seorang Taehyung. Jimin beruntung, tentu saja. Banyak hal baik yang Jimin rasakan setelah dekat dengan Taehyung. Banyak hal positif yang Jimin rasakan, dan itu benar-benar membuat Jimin merasa beruntung. Bertemu, berkenalan, dan lantas berteman dengan Taehyung adalah sebuah anugerah takdir Tuhan bagi Jimin.
'Tapi maaf Tae, aku masih belum bisa terlalu terbuka.'
Tolong, jangan salahkan Jimin yang belum bisa sepenuhnya percaya dengan Taehyung.
Jimin hanya... hanya merasa tidak mau merepotkan.
"Hey! Melamun?"
Jimin terkesiap. Mengedipkan matanya beberapa kali dengan ekspresi lucu. Lantas menatap pelaku yang telah membuatnya sedikit terkejut.
Hah...
Siapa lagi kalau bukan 'si penguntit' yang kerjaannya selalu mengikuti kemanapun Jimin pergi. Padahal, sudah jelas-jelas kini mereka beda Falkutas. Jimin di Gedung C sedangkan Taehyung di Gedung E. Tapi, tak ada seharipun Taehyung absen ke kantin falkutasnya. Apa kantin di sana tidak enak-enak makanannya?
"Kau hampir membuat jantungku berhenti berdetak. Maka kau harus membayar makanan yang sudah kumakan sebagai gantinya."
Taehyung berdecak sebal. Memutar kedua bola matanya tanda tak percaya. Niat mengagetkanpun tak ada, kenapa jadi dia yang kena imbas?
"Itu sih, memang kau saja yang ingin. Dasar bantet tidak tahu diri!"
Jimin mendelik. Apa katanya barusan? Bantet? Apa dia tidak sadar kalau kadang dia bertingkah seolah ia anak idiot yang nyasar ke Universitas? Jimin geram, mengambil ancang-ancang untuk menjitak kepala sahabat idiotnya itu sebelum ponselnya berbunyi.
Ponsel yang Jimin letakkan di atas meja kantin lantas Jimin ambil. Membaca si penelepon yang telah menggagalkan aksi 'menjitak'nya untuk Taehyung.
Setelah Jimin membaca nama si penelepon, Taehyung merasa ada yang aneh setelahnya. Tatapan Jimin, gerakan Jimin, dan...
"Ha-hallo?"
Suara Jimin...
Taehyung menapat Jimin dengan tatapan "ada apa?"
Kenapa suara Jimin terdengar gugup sekali untuk mengatakan Hallo? Siapa orang yang menghubungi Jimin?
"Baik. Saya akan ke sana setelah jam kuliah saya berakhir."
Jimin mengakhiri teleponya dan memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket.
Taehyung masih menatap Jimin dengan tatapan yang mengintimidasi. Seolah Jimin adalah seorang tersangka yang sedang di introgasi oleh tim penyelidik.
Merasa risih dengan tatapan yang diberikan sahabatnya, Jimin lantas menatapnya balik. Mengalihkan situasi agar Taehyung tidak bertanya tentang apa-apa.
"Masih buruk dalam menutupi kebohongan, tapi masih saja mencoba menyembunyikan sesuatu. Jim, kau sadar tidak? Ketika kau mulai berbohong, matamu itu mudah sekali di tebak."
Jimin lantas menunduk. Tidak berani untuk menatap Taehyung. Kesalahan besar bagi Jimin hari ini adalah, kenapa dia harus mengangkat telepon di hadapan Taehyung yang super peka akan situasi?
"Dan kau tahu kenapa aku tidak pernah bertanya? Karna aku tahu, kita sudah sama-sama dewasa. Kau tahu yang terbaik bagimu. Mungkin ini yang terbaik, yaitu dengan cara menyembunyikannya dariku dan bertingkah seolah semuanya baik-baik saja. Aku tidak masalah, selagi itu masih bisa membuatmu nyaman dan bahagia, maka aku tenang."
Taehyung menghela napasnya berat. Mencoba mengalihkan pandangannya ke arah lain selain sahabatnya yang kini masih setia menunduk. Apa sekarang lantai lebih menarik untuk ditatap daripada menatap lawan bicaranya yang sedang dimintai penjelasan?
"Jim, kau tahu? Kadang aku merasa muak. Muak sekal--"
"Ini bukan masalah besar, Tae. Jadi, jangan khawatir. Aku baik-baik saja dan akan selalu baik-baik saja. Percaya, oke?"
Jimin kembali menatap Taehyung. Dengan embel-embel tersenyum untuk meyakinkan kepada Taehyung kalau dirinya benar-benar 'baik-baik saja'.
"Dari awal aku tidak pernah percaya dengan kata 'baik-baik saja' yang kau ucapkan, Jim. Tapi, apa boleh buat? Aku hanya berdoa jika kau bahagia. Jadi, bahagialah Jim. Kumohon."
"Tentu, Tae. Aku akan bahagia."
"Jika memang kau ingin aku bahagia,
maka tolong bantu aku, Tae.
Bantu aku bahagia."----------
TBC.Kok pendek?
Hehe, double up kok.
Sabar... Sabar....--------------
"Ayo bahagia, Jim. Bersama!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise. [1]
Ficción GeneralVMin [Brothership] Bagaimana cara Tuhan menghadirkan kita itu indah, Jim. Kau tak bisa mengelaknya. Di sore itu, dengan saksi awan jingga yang kusuka. Kau dan aku berjanji untuk kembali. Berjanji untuk selalu bersama-sama. Langit yang tadinya cerah...