Serangan

2K 194 6
                                    

Part 15

Ayo, kita selesaikan
apa yang belum terselesaikan.

/////
Setelah menelepon Taehyung dengan tujuan untuk memberinya tumpangan yang kemudian ditolah mentah-mentah karena 'katanya' ada kelas tambahan itu, Jimin langsung bergegas pulang.

Menaiki mobil berwarna merahnya yang -kalau kalian ingin tahu- Jimin dapatkan ketika umur 18 tahun dengan uangnya sendiri. Tidak sepenuhnya uang Jimin sebenarnya, hanya saja Jimin menyisihkan uang bulanan yang Ayahnya berikan padanya.

Ayahnya tentu membelikan Jimin mobil juga, tapi Jimin lebih suka mobil merahnya ini. Tampak sangat bangga ketika Jimin mengingat bagaimana ia harus menyisihkan uang jajannya untuk ia tabung saat itu, yang akhirnya hanya selalu meminta traktiran dari Taehyung untuk makan siang.

Jimin membelah jalanan Seoul sore itu. Jalan tampak ramai namun tidak padat. Sangat cocok untuk bersepeda di pinggir jalan. Ahk, Jimin jadi ingin. Udaranya segar sekali. Karena ini sudah memasuki musim gugur, daun-daun sudah mulai menguning dan siap untuk jatuh kapan saja. Mengotori jalanan dan halaman depan rumah.

Jika begini, Jimin jadi ingat pertemuan ia dan sahabat anehnya itu di taman beberapa tahun lalu. Sudah sangat lama ternyata jika diingat-ingat kembali.

Jimin ingat, ia harus buru-buru pulang karena sudah terlalu lama berdiam di perpustakaan kota. Dengan membawa beberapa buku pinjamannya, ia malah harus menabrak Taehyung kala itu. Entah salah siapa sebenarnya, yang jelas kondisinya sama-sama mendesak karena tujuan yang sama. Taehyung yang ingin pulang karena terlalu lama melihat awan senja dan Jimin yang juga ingin pulang karena terlalu lama di perpustakaan kota.

Tidak banyak sebenarnya yang Jimin lakukan kala itu, ia hanya melihat-lihat buku yang bisa membatunya untuk masuk ke Sekolah Menengah Akhir pilihannya dan sesekali tertarik dengan beberapa Novel Terjemahan. Romance sama sekali bukan gaya Jimin. Jimin akan lebih suka membaca tentang novel bergendre Thirller, fiksi ilmiah, atau mungkin dunia fantasi, seperti Harry Potter atau yang lainnya.

Benar-benar seperti laki-laki sempurna, bukan?

Omong-omong tentang musim gugur, itu berarti bulan depan adalah bulan kelahirannya. Jimin rindu wangi kue dan tiup lilin. Kadang keinginannya sangat kekanakan sekali, sampai-sampai ingin hari ulang tahunnya dirayakan di rumah dengan dekor balon di mana-mana dan lagu 'selamat ulang tahun' memenuhi seisi rumah. Andai saja, semuanya bisa ia ulangi.

Terlalu banyak cerita di jalan, kini Jimin sudah berada di depan rumah besar dan tengah memandangi luasnya rumah tersebut yang bercat putih berlantai tiga yang orang-orang sebut sebagai rumah impian, ya... itu rumahnya.

Jimin membuka pintu mobil, lalu melempar kunci mobil asal pada satpam penjaga pintu gerbang. Sudah menjadi kebiasaannya, ia akan turun di gerbang dan jalan menyusuri halaman depan rumahnya yang bisa dikatakan luas itu.

Tenang saja, Jimin bukan seorang anak majikan yang kejam kepada pembantu-pembantunya di rumah kok. Jimin bersikap seperti itu karena Jimin sudah sangat dekat dengan mereka. Jadi, Jimin berbuat seperti apapun, pasti hanya terlihat sedang bercanda.

Jimin membuka pintu utama rumahnya. Menampilkan rumahnya yang luas dengan tangga besar yang menjadi pemandangan utama.

"Selamat sore Tuan Muda, bagaimana hari ini? Menyenangkan?"

Promise. [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang