Part 24
"Kemana Ayahku yang dulu?"
////
Blam...
Suara Pintu yang tertutup terdengar oleh telinga Jimin. Paman Han sudah pergi meninggalkan ruangan, dan Jimin harus siap menghadapi apapun yang akan Ayahnya lakukan padanya.
Tatapan Ayahnya seketika berubah nyalang. Seperti tidak ada kekhawatiran ataupun rasa rindu pada anaknya. Tidak tahu 'kah jika anaknya beberapa hari yang lalu sedang berada dalam ambang hidup dan mati?
Dulu, Ayahnya memang selalu tegas jika mengenai sang anak. Tapi saat itu, sang Ayah hanya akan memarahi sang anak dengan lembut. Berujar dengan sangat dewasa dan berhati tenang. Dan seorang Ayah yang sedang menatapnya nyalang saat ini, siapa dia? Jimin sungguh tidak kenal.
"Ayah dengar, selama seminggu lebih kau tidak ada di rumah. Pergi tidak jelas dan tidak memberi kabar orang rumah. Memangnya kau siapa, Park Jimin?!"
Tuan Park nyatanya tidak bisa untuk meredam emosinya barang semenit. Dan ucapannya yang dingin itu, yang panjangnya bahkan tidak ada sampai lima paragraf itu, benar-benar telah mampu membuat hati Jimin kembali hancur.
Memangnya kau siapa, Park Jimin?!
Benar. Memangnya siapa dirinya selama ini? Jimin dalam hati tersenyum miris. Ia mengkasihani takdirnya sendiri. Selama ini ia tidak di anggap sama sekali 'kah oleh Ayahnya?
"Ayah tanya baik-baik padamu. Kemana kau selama ini?"
Jimin menundukkan kepalanya. Enggan menatap mata Ayahnya yang seakan siap untuk membunuhnya kapan saja, dan ia juga enggan menjawab pertanyaan sang Ayah. Terlalu takut berbohong, walaupun nyatanya ia selama ini selalu pandai melakukan hal itu.
"Kau tidak bisa menjawab?"
Masih hening. Jimin sama sekali tidak tahu harus menjawab seperti apa.
"Ayah bertanya padamu! KATAKAN SESUATU, BRENGSEK!"
Prang!
Suara makian itu terdengar bersamaan dengan vas bunga kecil yang berada di atas meja yang menghantam kerasnya lantai. Vas bunga yang tidak bersalah itu harus menanggung semua emosi sang ayah.
Jimin tentu terlonjak kaget. Ia menatap pecahan vas yang pecahan tercecer tepat di samping kakinya. Jika saja Jimin melangkah satu langkah dari tempatnya berdiri, mungkin kaki Jimin sudah terluka luar biasa.
"Selama ini Ayah bekerja susah payah, mendirikan perusahaan Ayah sendiri dengan semua usaha Ayah. Ayah juga membanting tulang memangnya untuk siapa?! Itu hanya untuk keberlangsungan hidupmu! Sadarlah, Park Jimin! Kau tidak bisa terus seperti ini! Mau sampai kapan kau melakukan kegiatan yang tidak berguna di luar sana?! Kau tidak menghargai pengorbanan Ayah? Lalu untuk apa selama ini Ayah berusaha untuk mendirikan ini semua?! UNTUK APA, PARK JIMIN?!"
Hati Jimin bergemuruh. Ayahnya sangat marah padanya. Nama lengkapnya sudah diucapkan sang Ayah, itu salah satu tanda bahwa sang Ayah memang sudah benar-benar marah padanya. Jimin tentu takut, tapi satu sisi ia ingin sekali untuk menyela ucapan Ayahnya bahwa selama ini Jimin tidak bahagia dengan semua hartanya, bahwa Jimin selama ini tidak pernah meminta semua kemegahannya, tidak 'kah sang Ayah menyadari hal itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise. [1]
Ficción GeneralVMin [Brothership] Bagaimana cara Tuhan menghadirkan kita itu indah, Jim. Kau tak bisa mengelaknya. Di sore itu, dengan saksi awan jingga yang kusuka. Kau dan aku berjanji untuk kembali. Berjanji untuk selalu bersama-sama. Langit yang tadinya cerah...