Part 35
"Untuk yang terakhir kali, biarkan aku yang berkorban."
[Silahkan untuk mengecek Chapter 29 (Kembali) agar tidak merasa bingung.]
///
Siang itu, setelah pria paruh baya dengan kemeja yang dibalut dengan dasi berharga selangit itu mendapat telepon dari kantornya yang mengatakan jika sedang ada masalah, dan juga setelah mengizinkan Paman Han untuk mengunjungi anaknya di Rumah Sakit, pria itu berdiam di meja kebesarannya.Lalu mengamati foto keluarganya, ingin menumpahkan rindu yang masih dipenjarakan oleh egonya sendiri. Sebut saja ia pengecut, karena dirinya memang begitu.
Sampai lamunannya terbuyarkan oleh bunyi dering teleponnya,
Terpampang nomor tidak dikenal sedang menghubunginya. Mungkin ada masalah penting, begitu pikirnya dan segera mengangkat telepon tersebut.
"Ya, Hallo?"
"Oh! Hallo saudaraku. Akhirnya aku bisa mendengar suaramu lagi. Bagaimana kabarmu?"
"S-siapa kau?"
"Aku Choi Jaeyhun, kau lupa?"
Habis sudah riwayatnya, setidaknya begitu umpatan yang telah Jihoon katakan dalam hatinya. Sungguh, jika sudah menyangkut nama dan marga itu, maka dirinya dan juga kehidupannya sedang tidak baik-baik saja.
"Mau apa kau?"
Suaranya ia buat setegar mungkin, tidak ingin sampai ketahuan jika ia sedang ketakutan. Jujur, Jihoon memang masih merasa takut dengan si pemilik marga choi.
"Santai sedikit. Aku hanya ingin menanyai kabarmu saja. Jadi, bagaimana? Kau baik?"
"Berhenti untuk berbasa-basi! Cepat katakan apa maumu?!"
Terdengar suara kekehan yang terdengar seperti ejekan dari sebrang sana. Membuat Jihoon naik pitam dan mengepalkan tangannya tanpa sadar.
"Mauku? Bisakah aku mengatakan apa mauku? Memangnya kau punya jaminan apa untuk memenuhi kemauanku?"
Rasanya ingin sekali Jihoon melempar ponselnya sekarang juga dan tidak lagi mendengar suara brengsek yang sangat Jihoon benci. Caranya bicara masih sama seperti dulu. Paling merasa angkuh dan sulit untuk dikalahkan.
"Aku muak dengan dirimu. Jadi, bisakah sedikit lebih cepat? Aku kini merasa mual, maaf."
"Owhh... Kau lucu tuan Park, aku suka lawakanmu, tapi katakan itu lain kali. Karena aku ingin memberitahumu satu rahasia yang anakmu sembunyikan. Bagaimana, kau tertarik?"
Apa?
Rahasia apa maksudnya?
Degup jantung Jihoon mulai berantakan. Tidak, ia tidak siap untuk mengetahui bahwa anaknya sedang tidak baik-baik saja. Itu adalah ketakutan terbesarnya.
"A-apa maksudmu? Berhenti membual!"
"Aku? Membual? Aku masih banyak pekerjaan dibandingkan harus mengatakan hal yang bualan, Tuan Park."
Ada jeda selanjutnya. Terdengar Tuan Choi yang sedang terkekeh jahat di sebrang sana.
"Oh ya, kau pernah melihat anakmu sedang berada di rumah sakit? Kalau belum, berarti kau kalah cepat dengan diriku."
Jihoon tak lagi menjawab. Hanya ingin terus mendengar hal lain dari lawan bicaranya. Rumah sakit katanya? Sungguh, Jihoon sama sekali tak percaya. Bagaimana jika ia hanya sedang dijebak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise. [1]
General FictionVMin [Brothership] Bagaimana cara Tuhan menghadirkan kita itu indah, Jim. Kau tak bisa mengelaknya. Di sore itu, dengan saksi awan jingga yang kusuka. Kau dan aku berjanji untuk kembali. Berjanji untuk selalu bersama-sama. Langit yang tadinya cerah...