Part 11
"Aku akan baik-baik saja,
Jangan khawatir.
Ya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
////
Pagi yang cerah menyapa. Menampakkan sinar suryanya tanpa harus malu-malu. Begitu senada dengan melodi yang burung bawakan untuk menambah kesan nyaman pada pagi ini. Daun-daun basah tampak sangat dingin ketika menyentuh telapak kaki. Udara segar yang tak boleh untuk disia-siakan. Maka begitulah spekulasi Taehyung tentang pagi.Tumbuh dewasa dan semakin ingin tahu banyak hal. Taehyung itu anak manja. Taehyung itu tidak tahu aturan, apapun yang membuatnya senang maka akan ia lakukan. Tak peduli rintangan, tak peduli cacian, atau bahkan hinaan yang jatuh padanya.
Ia jadi mengingat bagiamana ia yang harus mendapat pandangan tidak enak karena lebih memilih bermain tanah saat ia kecil dulu. Teman-teman kompleknya tentu saja tidak mau bermain dengan anak kotor. Tapi begitulah Taehyung. Dia juga hampir terkena bully karena dia yang membantu temannya melawan kakak kelas dulu saat Sekolah Dasar. Untunglah Taehyung anak yang berani. Dengan gagahnya dia melaporkan itu semua pada keluarganya dan pihak sekolah. Tapi Taehyung juga anak yang baik, keesokan harinya Taehyung langsung memaafkan kakak kelas itu dan lebih-lebih menjadikan mereka teman baru untuk Taehyung.
Taehyung itu anak yang jujur dan tidak mau berbohong. Apapun masalahnya, maka ia akan terbiasa terbuka pada siapapun.
Ya.... itu Taehyung.
Berbeda dengan sahabatnya yang berbeda seratus delapan puluh derajat dari dirinya.
Park Jimin, manusia batu dengan segala misterinya. Manusia keras kepala dengan segala kebodohannya. Dan dia adalah sahabat baik Taehyung.
Bukan Jimin yang memberi predikat itu pada namanya, tapi keadaan, dukungan, dan tersangka kedua -Kim Taehyung- sendirilah yang mengatakan itu padanya.
Jimin itu anak yang bebal. Selain bebal, dia juga tampak memuakkan, tapi entah apa yang membuat Taehyung mau berteman dengannya.
Jimin bisa hidup dengan Ibunya hanya sampai ia berumur lima tahun. Setelah itu, tak ada lagi kehangatan dalam dirinya. Ia menutup dirinya untuk berteman. bahkan Jimin sudah terbiasa dengan hidupnya yang penuh ejekan, hinaan, dan makian. Jika Taehyung tak peduli dengan itu semua, maka Jimin adalah orang yang merasakan itu semua. Masa kecilnya diisi dengan kenangannya dengan sang Pembantu rumah tangga. Hanya berdiam di rumah dan tanpa belai kasih orang tua. Ayah? Nyatanya Jimin seperti sudah tidak punya orang yang disebut Ayah.
Terlalu banyak 'kan masa kelam Jimin?
Sampai ia merasa kelu untuk menceritakkannya pada Taehyung.
****
"hallo Jimin?"
"iya, Tae?"
"kau sudah siap? Aku akan sampai sebentar lagi."
"sudah, aku sudah siap. Baiklah aku tunggu. Hati-hati!"
Taehyung mengendarai Mobilnya menuju tempat sahabatnya itu menunggu. Terkesan seperti Jimin yang terlalu mengandalkan Taehyung? Tentu saja tidak! Hal ini dilakukan bergulir dan hari ini kebagian Taehyung yang harus menjemput Jimin.
Taehyung akhirnya sampai di depan halte tempat biasa Jimin menunggu. Dan disanalah pria bantet nan imut itu berada. Memakai baju hitam dengan celana jins berwarna biru langit. Terlalu menonjol dengan rambutnya yang berwarna silver. Gaya sekali kau, Jim. Begitu komentar Taehyung tentang rambut baru Jimin saat pertama kali melihatnya. Padalah dia tak sadar, dengan bagaimana mencoloknya rambut dia dulu dengan warna merahnya yang menyala, Jimin sampai malu jika harus berjalan bersama dengan Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise. [1]
Ficción GeneralVMin [Brothership] Bagaimana cara Tuhan menghadirkan kita itu indah, Jim. Kau tak bisa mengelaknya. Di sore itu, dengan saksi awan jingga yang kusuka. Kau dan aku berjanji untuk kembali. Berjanji untuk selalu bersama-sama. Langit yang tadinya cerah...