Bukti Pertama

1.5K 192 9
                                    

Part 12

Jimin, maaf.

////
Benar adanya jika Taehyung merajuk. Dia benar-benar absen untuk datang menemui Jimin ketika makan siang. Taehyung juga tidak pergi kemana-mana. Diam di kelas walau dosennya sudah keluar sejak beberapa puluh menit yang lalu. Melihat pemandangan dari jendela kelasnya yang berada di lantai dua memang menjadi satu-satunya kegiatan yang dilakukan Taehyung saat ini.

Berlebihankah jika Taehyung mengatakan tidak bisa hidup tanpa Jimin? -tidak, maksudnya setelah Bunda, Ayah, Kak Seokjin, dan adiknya Jungkook.

Sudah seminggu ini Taehyung selalu mengisi malamnya dengan berbincang dengan Kak Seokjin tentang Jimin. Kadang, Jungkook juga ikut bergabung. Taehyung banyak menceritakan keanehan yang Taehyung rasakan dari sahabatnya itu. Dan dia memilih Seokjin untuk menjadi tempat berbagi, itu karena, baginya, Seokjin adalah sosok kakak yang akan menjadi pendengar sekaligus pemberi pendapat yang sangat baik. Dewasa, bijaksana, dan lemah lembut. Taehyung suka sekali jika melihat mata kakaknya itu ketika memandangnya sendu tapi syarat akan keteduhan.

Bicara-bicara tentang kak Seokjin, Taehyung jadi rindu kak Hoseok. Aneh memang, tapi semenjak Taehyung mengenalkan Seokjin dengan Hoseok hari itu;keduanya menjadi sangat dekat dan jika dipikir-pikir sudah lama sekali sejak terakhir kali Taehyung datang ke kedai kak Hoseok. Kabarnya, kini kak Hoseok sudah memiliki banyak cabang kedai es krim dengan kedai yang bangunannya sudah di renovasi semua. Tampak sangat luas dan instragamable. Mereka tentu tidak akan melepas komunikasi. Taehyung sering menelepon Hoseok dikala senggang, begitupun dengan Hoseok yang akan mengabarinya.

Ohya, sekarang Taehyung punya pilihan menu baru. Tidak memesan itu-itu melulu. Mungkin ketika Taehyung dewasa, kadar kebosanannya sudah diperbaiki.

Drrtt... drrtt...

[Park Bantet Jimin]

Ahk, sahabatnya yang satu itu sepertinya sudah sangat rindu pada Taehyung. Taehyung mengatakan bahwa ia akan absen untuk makan siang kali ini, tapi lihat. Jimin yang meneleponnya, dan pasti pria itu akan membujuknya dengan berbagai janji manis.

Maka ia tekan tombol berwarna hijau, dan mendekatkan benda pipih tersebut untuk mendekat pada indera pendengarannya.

Tapi, ketika panggilan tersambung, dan orang yang ada disebrang saluran sana mulai berbicara. Seluruh dunia Taehyung seakan runtuh. Tangannya seketika bergetar hebat, tak mampu hanya untuk menopang ponselnya. Dengan cepat ia memungut kembali ponsel yang sudah menyentuh lantai itu, tidak peduli dengan buku yang masih di atas meja. Maka, Taehyung menyampirkan tas gendongnya dan berlalu menjauhi kelas.

"Saya penjaga Perpustakaan, teman anda, Park Jimin yang memiliki ponsel ini sepertinya pingsan dan kami larikan ke klinik kampus. Saya menelepon anda karena anda yang menjadi orang terakhir kali yang dihubungi oleh Jimin."


****

Suasana yang sunyi di perpustakaan, apalagi di tambah ini masih cukup pagi untuk membuat perpustakaan menjadi ramai. Maka, tidak ada salahnya jika penjaga perpustakaan berkeliling untuk mengecek kondisi perpustakaan.

Langkahnya sampai pada tempat duduk pengunjung. Perpustakaan di sini memang sengaja untuk mendekor ruangannya agar tempat duduk pengunjung terhalangi oleh rak-rak buku yang menjulang tinggi. Selain karena alasan kerapihan, pihak perpustakaan juga tidak ingin mengganggu ketenangan para pengunjungnya.

Penjaga perpustakaan tadi menghentikkan langkahnya. Kala ia melihat seorang pria -yang ia yakini adalah salah satu mahasiswa dari kampusnya, tengah menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan kanannya yang menekuk di atas meja. Tidak ada jejak buku atau hal semacamnya yang biasanya dilakukan oleh para mahasiswa maupun mahasiswi jika berkunjung ke sini.

Mungkin ia lelah, mungkin itu wajar. Tapi ada yang menganggu pikirannya. Jika ia tertidur, bukankah seharusnya ia akan menempatkan tubuhnya dengan nyaman?

Ada yang tidak beres.

Penjaga perpuspun mendatangi pria tersebut, dan dia ingat. Pria ini adalah pengunjung pertama perpustakaan pagi tadi, dan itu berarti sudah tiga jam sejak ia datang. Ia semakin mendekat, menatap lekat-lekat pria tersebut.

"Maaf, permisi...?"
Penjaga perpus itu mengguncang tubuh sang pria tadi degan halus. Bermaksud untuk membangunkannya. Tapi ketika guncangan yang keempat kali, pria tersebut tidak juga membuka matanya. Jangankan membuka mata, meresponpun enggan ia berikan.

Perasaannya tiba-tiba menjadi tak karuan. Ia lihat ponsel pria tersebut di atas mejanya tepat berada di sebelah botol obat yang belum di tutup. Ada banyak sekali pertanyaan dalam kepalanya, namun dengan segera ia mengambil ponsel pria tersebut.

Park Jimin

Begitu username yang tertera dalam ponselnya. Beruntungnya, ponsel itu tidak di kunci yang memudahkan bagi penjaga perpus untuk segera menghubungi orang yang setidaknya pria ini kenal.

Dan nama KimKim menjadi nomor yang terakhir pria ini hubungi. Tanpa membuang waktu, penjaga perpuspun memanggil satpam untuk segera membawa pria tersebut ke klinik kampus sedangkan dia mencoba menghungungi nomor dengan nama KimKim tersebut.

****

Taehyung dengan seluruh kekuatannya berlari menuju Klinik Kampus sesegera mungkin. Entahlah, mengapa jarak antara gedungnya dan klinik menjadi seperti sangat jauh ketika keadaan tengah seperti ini.

Taehyung membuka pintu klinik dengan kasar. Membuat sedikit keributan, untung saja tengah tidak ada yang di rawat di sana. Dan satu-satunya ranjang yang terisi hanya ranjang dengan pria menyebalkan yang membuat Taehyung khawatir setengah mati.

Jimin, tengah tertidur dengan lelap dengan nasal canula yang bertengger di kedua lubang hidungnya. Taehyung bodoh dan ia ingin menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya pada sahabatnya itu.

Tak lama dari itu, muncul seorang pria dewasa -tapi tidak terlalu tua, datang kearahnya. Sepertinya ia perawat di sini. Taehyung dengan segera mendekati pria tersebut secara tidak sabaran. Mulutnya sudah gatal ingin bertanya pasal sahabatnya, dan telinganya sudah tidak sabar juga mendengar penjelasan perawat tersebut.

"Bagaimana? Kenapa dengan Jimin?"

Perawat tersebut menghela napas. Pelan, hanya pelan. Tapi mampu membuat kekhawatiran Taehyung meningkat.

"Teman anda baik-baik saja. Mungkin hanya kelelahan dan kurang cairan sehingga membuatnya jatuh pingsan. Tapi, saya tidak bisa memastikkan itu. Peralatan di sini hanya bisa untuk memeriksa hal yang mendasar. Tapi sejauh ini, dia baik-baik saja."

Kini giliran Taehyung yang menghela napas lega.

"Ahk, ini. Penjaga perpus melihat ini tepat di samping ponsel teman anda. Mungkin ini punyanya. Kalau ada apa-apa bisa panggil saya di ruang perawat. Terimakasih, saya permisi."
Taehyung hanya mengangguk, mempersilahkan sang perawat undur diri.

Dan kini, ponsel Jimin di tangan kirinya dan juga botol obat di tangan kanannya. Ia tidak bodoh untuk tahu obat apa itu. Hey, Taehyung itu mahasiswa jurusan kedokteran jika kalian lupa. Dan obat yang ada di tangannya bukanlah obat biasa atau hanya sekedar pil vitamin.

Dahi Taehyung mengeryit, tak mengerti dengan ini semua.

Jimin pingsan, dan bukti pertama berada di tangannya.

Sumpah demi apapun Taehyung benar-benar benci jika sudah tidak bisa berpikir jernih.

"Maaf jika aku lancang,
Dan mencuri bukti pertama tanpa sepengetahuanmu."












-------
TBC.

Ehk, aku double up.
Hehe

Promise. [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang