20

1.5K 102 1
                                    

Perhatian itu, adalah kamu.

Happy reading

Banyak hal yang perlu di bicarakan ketika dunia seolah bungkam akan ketidak adilan yang Diva rasakan. Sangat sulit untuk mengungkapkan apa yang kita rasakan kepada dunia, entahlah takdir mungkin yang membuat ia harus menjalani semua ini.

Pagi ini Diva berangkat menggunakan angkutan kota yang berdesak-desakan, sudah biasa bagi pelajar seperti dirinya, menaiki motor, bus, angkutan umum untuk berangkat sekolah bahkan ada yang tidak tanggung-tanggung membawa mobil pribadinya ke sekolah karena perekonomian yang tinggi.

Diva tidak pernah di bolehkan menaiki mobil pribadi apalagi ia tidak di ijinkan menaiki apa-apa, ayahnya sangat penyayang itu selalu mendidik Diva mandiri sejak kecil, jika di beri kesempatan, Diva ingin menaiki kendaraan pribadi supaya bisa menghemat uang untuk ia tabung, tapi semua sudah di tentukan oleh sang Bunda bahwa ia harus seperti ini dan itu. Tidak masalah baginya selagi itu baik kenapa tidak.

Diva turun dari angkutan itu dan memberikan uang dua lembar seribuan karena jarak sekolah dan rumahnya terbilang tidak terlalu jauh.

"Makasih pak," ucap Diva dengan senyum ramahnya.

Diva membalikan tubuhnya menghadap gerbang sekolah yang menjulang tinggi, ia menghela nafas segar udara pagi memang tidak sia-sia jika di hirup sedalam mungkin.

Semoga hari ini Diva bisa menjalankan aktivitasnya dengan lancar tidak ingin seperti kemarin-marin Diva sempat lalay dengan tugasnya sebagai pelajar, rasa bersalah kepada Bundanya masih berdominasi bahkan pagi-pagi tadi Bundanya masih marah kepada Diva dan mendiamkannya lama.

Diva mulai masuk dengan senyum mengembang, seperti biasa waktu masih terlalu pagi untuk setandar murid sepertinya, bahkan jam di tanganya masih menunjukan pukul 6 pagi murid-murid masih belum banyak di dalam. Diva menyapa pak satpam sekolah yang tidak kenal lelah mengurusi anak-anak nakal yang sering kesiangan dan bolos mencoba kabur dari sekolah.

Diva mulai menaiki tangga karena letak kelasnya berada di lantai dua, hari ini ia sangat bersemangat, ia harus semangat untuk membayar kesalahan kemarin karena tidak masuk kelas dan sudah menodai absensinya dengan tulisan Alfa.

Diva tiba di kelas meletakkan tas nya di bangku suasana masih terasa hening biasanya murid-murid sudah berkumpul jam setengah tujuh atau jam tujuh, Diva berlalu keluar untuk menikmati udaranya masih sama embun yang membasahi dedaunan hijau sangat asri. Diva bertopang tangan di penyanggah pembatas.

Di ujung lorong Laras melihat Diva sedang melamun. Laras menghampiri Diva dengan tangan yang di kepal membawa sesuatu.

"Va...!!"

Diva melihat ke sebelah kanan menemukan sahabatnya yang ia tunggu dari tadi. Hanya senyum tipis yang menghiasi bibirnya.

"Laras,"

"Akhirnya lo gak bolos lagi, kemaren lo ngomong kalo lo kesiangan kan, padahal lo kemaren masuk kelas bareng gue," ucap Laras sambil tersenyum maklum kepada Diva, memang kejadian kemarin ada Laras di kelas namun Diva hanya bilang ke Livi bahwa dia kesiangan dan membolos langsung pulang. Soal kejadian kemarin Diva tidak memberi tahu keduanya bahwa ia bolos di markas Sevan.

"Kemarin kan ada Livi, jadi aku gak tahu harus ngomong apa," ujar Diva sambil menggaruk tengkuknya.

Laraspun mangut-mangut dan tersenyum penuh makna.

"Va, gue punya sesuatu buat lo!"

"Apa?"

"Tada..!" Tangan Laras terbuka menapikan japitan kupu-kupu berwarna biru muda di tangannya.

ARDIVA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang