Bagian 3 :Lambaian Selamat Tinggal

19 1 0
                                    

Hari itu ayah menelfon , pembukaan lahan telah selesai dan ayah kembali di mutasi ke kantor cabang.
Ibu sangat sumringah karena kami akan kembali ke rumah.

Selama 1 Tahun menetap disini, aku hanya merasa bingung ketika ibu mulai mengemasi barang-barang ku.

Aku melambai ke arah Rusyah. Aku sudah mengatakan akan pindah dari 1 minggu yang lalu, aku yakin dia tidak akan kaget dengan perpisahan ini.

Aku melihat Rusyah terbelenggu , sesaat aku bisa melihat pandangannya kosong lalu wajahnya berubah datar.

"nanti aku akan kembali" aku tersenyum namun dia tetap diam

Setelah salam perpisahan ayah melajukan mobil menjauh dari Rusyah yang masih terbelenggu. Ditangannya menggenggam sekantung plastik makanan dan tangan sebelahnya aku menggantungkan gelang yang sama dengan ku kenakan

"kamu sedih?" tanya ibu

Aku mengangguk

"tapi kamu kan bisa bertemu lagi dengan milla dan Lona di rumah kita yang lama"

"iya" jawab ku singkat

"jangan sedih, sebelum liburan kita akan liburan dulu, bagai mana?"

Aku hanya mengangguk

***
Setelah aku pergi, aku melalui hari hari seperti biasa, sekolah dan bermain dengan teman-teman, kesedihan ku cepat berlalu, aku langsung bisa berbaur dengan lingkungan rumah lama ku.

Tapi tidak dengan Rusyah, dia merasa lebih tertekan karena kepergian ku, tidak ada lagi yang memberinya makanan ketika lapar, tidak ada lagi yang mengobati lukanya ketika mendapat siksaan dari ayah nya.

Saat bersama ku , dengan tertatih aku selalu membawanya kerumah, memperlihatkan pada ibu luka yang di deritanya, dengan lembut ibu mengobati setiap goresan pemberian ayahnya.

Rusyah hanya tersenyum "ini akan cepat sembuh" gumamnya , mulutnya masih mengunyah permen pemberian ibu dengan alasan bisa mengurangi rasa sakit

Kini ketika sendiri, pukulan dari ayahnya akan sembuh tanpa pengobatan, neneknya yang sudah renta tidak dapat berbuat banyak.

Saat mulai gelap, rasa takut menjalar di seluruh tubuhnya "apa ayah ada di rumah?" rasa waswas yang menghatuinya sering membuat dia mengurung diri.

* * *
"apa kamu baik-baik saja?" aku mencoba melepaslan pelukan Rusyah , mengalihkan pandangan ku ke wajahnya

Dia hanya diam dengan matanya yang Sembab.

"apa aku berbuat salah?" tanya ku hati-hati

Rusyah menggeleng ,air matanya tetap menetes bahkan pandangannya masih menunduk
"aku hanya rindu" gumamnya pelan "ini sudah sangat lama, kenapa kamu lama sekali"

"maaf...maaf" aku menghusap air matanya "apa dia serindu itu ?"

Sepanjang perjalanan dia lebih banyak menjndukkan kepalanya, munhkin dia ingin menyembunyikan wajanya yang masih sembab

"sudah sampai" aku menunjuk rumah tante ku

"besok , kita akan bertemu lagi kan?"

Aku tersenyum "hati-hati"

***
Pagi sekali, bahkan kabut masih menutup sejauh mata memandang.
aku duduk di beranda rumah menikmati secangkir teh di genggaman ku.

Samar-samar aku melihat ke sebuah pohon, tidak jelas, hanya seperti bayangan hitam berdiri memandangi ku. Dari tinggnya seperti laki-laki bertopi dengan masker hitam menutupi sebahagian wajahnya.

Aku merinding , karena bayangan hitam itu tidak menghilang sekian lama aku melihatnya, hingga ku putuskan ngacir ke dalam rumah.

Pukul 09.00 Rusyah sudah datang ke rumah , aku terperangah melihagnya yang sudah sangat rapi sedangkan aku mandi saja belum.

"kenapa pagi sekali?"

"ayo ke rumah ku" kini wajahnya sudah tersenyum ramah

"hemm?"

"ada yang ingin aku tunjukkan ke kamu"

"oh sebentar, aku mandi dulu, ayo masuk"

Kami pergi setelah berpamitan dengan Tante

"kamu belum sarapan kan?"

"udah kok"

"kamu hanya minum teh"

Aku meliriknya sepontan

"tadi aku hanya lihat gelas di branda rumah, hanya menebak" ucapnya tertawa terpaksa

"oia...tadi aku pagi, pagi sekali aku lihat kayak ada orang di pohon itu" aku menunjuk ke arah pohon rindang yang tak jauh dari hadapan kami

"benarkah?"

"tapi aku gak yakin sih, soalnya agak tertutup embun"

"mungkin perasaan kamu aja, oia kamj bisa masak?"

"emmm...bisalah kalau hanya sekeder masak aja" jawab ku sedikit ragu

"ayo sarapan di rumah ku"

"?"

"hemmm..sepetinya kita harus berbelanja dulu" Rusyah menarik tangan ku , dia membawa ku ke pasar membeli ikan dan bahan makanan lainnya

"ikannya yang hidup" rusyah menunjuk ikan berwarna gelap untuk  di bawa pulang

"di potong?"

"jangan ! Biarkan dia hidup"

Sesampainya di rumah , Rusyah menggiring ku duduk di meja makan
Ku lihat sekeliling , bila boleh jujur rumah ini terlihat buram.

"kok sepi?"

"oh ...nenek ku sudah meninggal"

"oh maaf"

"ayah ku juga" sambung Rusyah yang instingnya mungkin mengatakan aku akan bertanya juga tentang ayahnya

"akan ku bantu" aku beranjak dari bangku dan menghampirinya

"itu...kupas bawang saja, aku akan mengurus ikan ini"

Aku mengiakan perjatan Rusyah "seharusnya kamu suruh potong aja di sana, kan gak ribet"

Rusyah tidak menyahut, tiba-tiba tetdengar suara pukulan yang sangat keras , dan suara tusukan yang juga membuat ku kaget.

Aku sontak mengalihkan mata ku ke asal suara itu. Ku dapati Rusyah tersenyum tipis memandangi ikan yang tidak berdaya dengan tusukan di perutnya, dadanya menarik berat aroma ikan yang mengeluarkan darah

Aku terdiam sejenak, "bukan seperti itu" aku menggeserkan tubuh Rusyah mengambil alih pekerjaan nya
"kamu sadis banget cuma mau motong ikan saja"

Rusyah terkaget ketika aku menepiskan tangannya dari pisau yg menusuk ikan malang tersebut

"ini baru pertama kali" ucapnya gugup

***

Be Human , PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang