Part 7

530 63 9
                                    

Setiap hari kalau ada waktu Can selalu datang ke tempat kos Plan. Ini sudah dua bulan lamanya Plan tinggal di Bangkok. Itu pun kalau Can pergi tanpa sepengetahuan Mean. Apalagi para sahabat dan kedua orang tuanya. Can masih menutup rapat tentang Plan adiknya. Namun, kedatangannya kali ini mengenai pernikahannya dengan Mean satu bulan lagi. 

Can bingung. 

Apakah dia akan mengundang adiknya itu atau dia tidak memberi tahunya sama sekali. Tapi, Plan itu adiknya. Dia wajib hadir di hari pernikahannya tersebut. Terus bagaimana? Kalau dia mengundangnya maka yang lainnya bakalan tahu kalau dia punya saudara kembar. Dan yang lainnya pasti akan bertanya, kenapa selama ini Can tidak pernah memberitahukan mereka tentang saudaranya itu. Terlebih kedua orang tuanya. 

Keluarga Rathavit itu pasti akan marah besar jika mereka mengetahui hal tersebut. Bisa saja mereka akan mengusirnya dan tidak menganggapnya sebagai putra angkatnya lagi. Can tidak ingin itu. Mereka berdua sudah seperti ibu dan ayah kandungnya sendiri.

Apakah Can akan mengundang adiknya itu? Jawabannya tidak. Can tetap merahasiakan hari bahagianya itu kepada keluarga satu-satunya itu. Bukan tanpa alasan Can melakukan itu. Can tentu merasa bersalah karena tidak bisa mengundang adiknya itu. Tapi ini demi kebaikan mereka berdua. Can ingin Plan bisa bahagia walaupun tanpa dirinya. Bukan berarti dia melupakan adiknya itu. Dia akan tetap menemui adiknya itu dan membantunya dengan cara apa saja yang bisa dia lakukan.

Ya seperti itulah. Can memutuskan untuk merahasiakan tentang pernikahannya itu. Dia memang jahat. Tapi itu harus. Itu demi kebaikan mereka berdua. Tanpa terasa air matanya jatuh. Betapa jahatnya dia selama ini kepada adiknya itu. Dulu dia merebut kebahagian adiknya. Orang yang seharusnya ada bersama keluarganya sekarang seharusnya adalah adiknya. Dan dia telah mengambil posisi itu. Dan ketika dia menikah sekarang dia malah dengan teganya tidak memberitahukan atau mengundang adiknya itu.

"Phi, kenapa kau menangis?" tanya Plan yang baru pulang dari bekerja. Ia melihat kakaknya itu melamun sambil sedang menangis.

"Ah, aku," Can kikuk tidak menyangka kalau adiknya itu akan melihatnya dalam keadaan yang seperti itu.

"Phi, kau kenapa? Dan kenapa kau menangis? Apakah telah terjadi sesuatu padamu, phi?" Plan terus saja bertanya.

"Aku tidak kenapa-napa, Plan. Mataku tadi kelilipan saat sedang membersihkan ini," kata Can menunjuk meja yang ada di depannya itu.

"Ehhh," Plan terlihat bingung. Jelas-jelas kakaknya itu sedang meneteskan air mata sambil melamun. 

"Apakah phi datang dari tadi? Kenapa tidak memberitahuku kalau phi mau datang?" Plan duduk di dekat kakaknya itu.

"Aku tahu kau pasti sedang sibuk karena itulah aku tidak ingin mengganggumu," ucap Can sambil tersenyum.

"Hmm," gumam Plan. 

Mereka berdua pun terlihat sedang bercanda ria. Setiap hari selalu ada saja yang mereka bicarakan. Maklum mereka sudah lama tidak bertemu jadinya sekaranglah waktunya untuk menikmati kebersamaan mereka yang sempat tertunda selama puluhan tahun itu.

.

.

.

Hari H pun telah tiba. Can sedang berada di sebuah salon sekarang. Dia sedang didandani oleh seorang penata rias pengantin. Beberapa jam ke depan dia akan menikah dengan Mean. Namun, pikiran Can terus tertuju kepada adiknya itu. Bagaimana bisa? Ia bisa setega itu kepada adiknya itu. Akhirnya, Can pun memutuskan untuk menemui adiknya itu tanpa sepengetahuan keluarganya dan Mean calon suaminya, tentunya. Ia ingin mengatakan kepada adiknya itu kalau hari ini dia akan menikah. 

Twins ✔ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang