Part 8

505 58 6
                                    

Karena terkejut, Plan mencoba melepaskan dirinya dari pelukan orang yang memeluknya itu. Itu tidak mungkin Blue, bukan? Blue di Chiang Mai dan dia tidak mengatakan kalau dia akan datang ke Bangkok untuk menemuinya. Namun, sekuat apapun Plan mencoba melepaskan dirinya dari orang yang sedang memeluknya itu, Plan tetap tidak bisa. Pelukan orang itu sangat kuat terhadap dirinya. Tapi siapa orang itu?

Beberapa menit kemudian, Mean melepaskan pelukannya dan menatap Plan yang dianggapnya Can itu.

"Kau dari mana saja? Apa kau tahu kalau aku sangat mengkhawatirkanmu, hmm?" ucap Mean dengan memegang kedua tangan Plan.

"Siapa kamu?" tanya Can takut.

Plan terkejut sekaligus takut. Tentu saja. Pasalnya ia tidak mengenal pria yang ada di depannya ini. Ia mencoba mundur tapi tangannya masih dipegang erat oleh pria asing itu.

Plan terus berpikir, siapa pria yang ada di depannya ini? Ia sama sekali tidak mengenalnya tapi kenapa dia tiba-tiba memeluknya dan mencarinya? Ia bahkan tidak pernah bertemu sebelumnya tapi kenapa?

"Hey, Can, kau kenapa? Apa kau sakit?" tanya Mean sambil terus menatap Plan.

"Can?" gumam Plan. Ia sekarang dia ingat. Orang yang ada di depannya ini pasti mengira kalau dirinya adalah Can, kakaknya. Karena itulah pria ini memeluknya secara tiba-tiba barusan.

"Can, apa kau tidak mengingatku? Kau tidak mengenalku?" tatapan Mean menyelidik.

Plan tiba-tiba menggelengkan kepalanya. Tentu saja dia tidak mengenalnya mereka kan baru pertama kali bertemu. Dulu memang Mean pernah mengikuti Plan itupun Mean mengira kalau dia itu Can. Tapi bagi Plan, ini yang pertama kalinya mereka bertemu.

"Can, aku ini tunanganmu! Seharusnya suamimu karena di hari kita menikah kau menghilang entah ke mana. Aku tidak tahu siapa yang mau kau temui hingga kau pergi seperti itu. Kau bahkan tidak memberitahuku siapa orang itu," ucap Mean sedih.

'Tunangan? Apa dia calon suami phi ku? Apa hari itu phi pergi untuk memberitahuku kalau dia akan menikah dengan orang ini. Phi, seharusnya kau tidak datang untuk menemuiku hari itu. Kalau kau tidak datang kau pasti sudah bahagia sekarang dan tidak berakhir koma di rumah sakit seperti ini,' batin Plan. 

Ia sedih karena kakaknya yang seharusnya bahagia dengan calon suaminya malah berakhir di rumah sakit. Apa yang akan Plan katakan pada mereka? Tidak mungkin kalau dia mengatakan kalau dia itu Plan dan bukan Can. Tidak mungkin dia mengatakan kalau hari itu Can pergi untuk menemuinya. 

Plan merasa sangat bersalah kepada kakaknya itu. Dia seperti itu karena dirinya. Andai dia tidak datang ke Bangkok, maka kakaknya pasti tidak akan seperti itu. Plan menangis. Perasaan bersalah dan menyesal itu seakan memukul hati bagian terdalamnya.

"Can, kenapa menangis? Ada apa, ah?" Mean langsung memeluk tubuh bergetar Plan.

Plan terus menangis. Apa yang harus dia lakukan sekarang. Plan bimbang. Sementara Mean terus menenangkan Plan yang terus menangis. Mean mengira kalau Plan adalah Can tunangannya. 

"Ayo kita pulang. Pho sama mae juga pasti sangat mengkhawatirkanmu. Dalam dua bulan ini kesehatan mereka juga menurun karena merindukanmu." Ucap Mean setelah melepaskan pelukannya.

"Mae, Pho?" gumam Plan. 

"Ya, mae sama pho. Apa kau juga melupakan mereka?" tanya Mean. 

Plan menggelengkan kepalanya. Bagaimana dia bisa ingat sementara dia juga tidak mengenal siapa mereka itu. 

"Apa kau juga benar-benar tidak mengingatku, babe?" Sekali lagi Plan menggelengkan kepalanya. Sementara Mean hanya menghembuskan nafasnya kasar. 

'Apa, Can lupa ingatan? Apa yang sebenarnya terjadi padanya waktu itu?' batin Mean.

Twins ✔ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang