Keesokan paginya, Plan datang ke tempat kosnya Blue. Tapi Blue tidak ada di sana. Tempat itu kosong.
Plan menelpon Blue. Ia tidak ingin Blue membencinya dan pergi meninggalkannya seperti ini. Ia harus menjelaskan semuanya terlebih dahulu.
Ketika panggilannya sudah tersambung, Plan pun menanyakan di mana Blue berada.
Blue mengatakan kalau dirinya sedang berada di stasiun dan akan pulang ke Chiang Mai.
Plan pun datang ke stasiun dan menceritakan semuanya kepada Blue. Termasuk tentang Can.
"Begitulah," ujar Plan setelah selesai cerita. Ia menangis dan merasa bersalah kepada Blue.
"Maafkan aku, Blue! Sungguh aku tidak bermaksud untuk membohongimu atau pun menduakan cintamu," ujar Plan menjelaskan.
"Plan, sudahlah. Aku tidak marah padamu. Seharusnya kau menceritakan semuanya padaku dari awal," kata Blue.
Blue memeluk tubuh Plan karena Plan masih menangis sesegukan. Sebenarnya dia tidak membenci Plan. Ia hanya kecewa dan marah kepada Plan. Kenapa Plan mesti membohonginya.
"Plan, setelah ini, apa yang akan kau lakukan?" tanya Blue. Ia melepaskan pelukannya dari Plan.
"Aku tidak tahu," ujar Plan menunduk.
"Plan, kau tidak boleh seperti ini. Kau juga harus memikirkan perasaan phi mu," ujar Blue.
"Aku tahu. Aku juga tidak ingin melakukan ini. Aku akan pergi saat phi Can kembali," ujar Plan sambil menggigit bibirnya.
Plan senang karena Blue tidak membencinya. Ia tahu, Blue pria yang baik. Tapi ia justru malah membuat pria baik hati itu tersakiti. Ia merasa menjadi orang paling jahat di dunia ini. Ia merasa sangat bersalah kepada Blue.
"Plan, jika itu terlalu sakit, kembalilah. Ada aku yang menunggumu," ujar Blue memeluk Plan untuk yang terakhir kalinya.
"Maafkan aku!" Plan terisak dalam pelukan Blue. "Terima kasih karena tidak membenciku," lanjutnya.
"Aku tidak bisa membencimu, Plan. Kau tahu itu," jelas Blue.
"Kita masih bisa berteman, 'kan?" tanya Plan memastikan. Blue mengangguk.
'Selamat tinggal cintaku!' batin Blue.
Blue memang harus mengikhlaskan Plan dari hidupnya. Ia tahu Plan sudah tidak mencintainya lagi.
.
.
.
Semenjak kepergian Blue, Plan kembali menjadi Can seutuhnya. Tentu saja Plan senang karena dia bisa bersama Mean tanpa perlu lagi takut ketahuan oleh Blue.
Blue sudah pulang ke Chiang Mai dan tidak ada yang mengenalnya lagi. Namun, ia juga merasa tidak enak kepada kakaknya itu. Ia bersama milik sang kakak.
Namun, Mean merasakan lain terhadap Can yang sekarang. Ada banyak kejanggalan pada diri Can menurut Mean.
Seperti tahi lalat pada belakang leher Plan. Can tidak memiliki tahi lalat seperti itu. Selama Can kembali, Can belum pernah mengganti warna rambutnya. Biasanya, Can sebulan atau dua bulan sekali dia selalu mewarnai rambutnya. Dan ini aneh menurut Mean.
Can yang sekarang juga jarang memanggilnya dengan sebutan kata 'babe'. Biasanya Can selalu memanggilnya seperti itu. Apalagi saat mereka sedang bercinta.
Can juga jarang nongkrong bersama para sahabatnya sekarang. Biasanya mereka tidak pernah terpisahkan. Setiap satu atau dua bulan sekali, biasanya mereka pasti selalu kumpul berempat. Tapi sekarang, mereka jarang melakukan itu.
Para sahabatnya yang terlalu sibuk atau memang Can yang sekarang yang banyak berubah.
Terlalu banyak kejanggalan pada diri Can yang sekarang menurut Mean. Dan ia akan mencari tahu itu nanti.
Mean membawa Plan ke sebuah restoran favorite Can. Ia sengaja melakukan itu untuk melihat apakah Can masih mengingat tentang tempat itu.
"Babe, kau pesan saja lebih dulu. Aku mau ke toilet sebentar," ujar Mean.
Mean sengaja menyuruh Can memesan lebih dulu saat pelayan itu datang. Karena Mean tahu kalau Can selalu memesankannya makanan kesukaannya.
"Babe, kenapa belum pesan?" tanya Mean saat dia kembali Can belum juga memesan.
"Mean, aku tidak tahu makanan apa yang kau suka," ujar Plan sambil menatap Mean.
Mean kini bingung. Bukankah Can mengetahui makanan kesukaannya. Karena setiap mereka makan di restoran itu, Can lah yang selalu memesankannya makanan.
Plan menambahkan sayur di daftar menu mereka karena ia melihat Mean hanya memesan daging. Mean mengernyit.
"Mean, kau juga harus makan sayur. Jangan hanya daging terus," Plan menaruh sayur di piring Mean.
Lagi. Mean kembali dibuat tidak percaya oleh Can (Plan). Can memberinya sayuran. Padahal Can tahu jelas kalau ia tidak memakan sayur.
"Babe, aku tidak makan sayur. Apa kau tidak ingat?" Mean menatap Plan dengan tatapan tidak percaya.
"Maaf!" Plan mengambil sayur yang ada di piring Mean dan menaruhnya di piringnya kemudian memakannya.
Siapa? Siapa pria yang ada di depannya ini? Apakah dia Can atau bukan. Mean tidak tahu. Ia bingung.
Selesai makan, mereka pun pulang. Di dalam mobil itu, Mean tidak berbicara sepatah kata pun. Mean tengah berperang dengan pikirannya. Siapa sebenarnya yang bersamanya saat ini. Apakah dia Can atau bukan?
Plan pun tidak berbicara dalam mobil itu. Ia hanya diam karena Mean juga diam. Ia tidak ingin mengganggu Mean.
Mean mengantar Plan sampai di dalam rumahnya. Saat sampai di rumah, kedua orang tua Can sedang duduk diruang tunggu.
Mereka wai kepada kedua orang tua Can. Kedua orang tua Can pun membalasnya.
"Mae, aku haus. Apakah mae sama pho mau jus?" Kedua orang tua Can mengangguk.
"Mean apakah kau juga mau?" Mean menggeleng.
Lagi. Plan menawari Mean sesuatu yang Mean tidak pernah minum. Jus? Mean tidak suka buah jadi dia tidak minum jus.
Can tidak ingat atau memang Can tidak mengingatnya. Mean sungguh bingung dibuatnya.
Plan berjalan menuju dapur untuk mengambil minuman. Ia merasa tenggorokannya kering jadi dia butuh minum.
Mean ingin bertanya kepada kedua orang tua yang ada di hadapannya itu tapi ia takut membuat mereka juga jadi kepikiran. Biarlah dia mencari tahunya sendiri.
Selesai menuang jus di gelas, Plan pun keluar menemui kedua orang tuanya dan juga Mean. Tapi Mean tidak ada di sana.
"Mae, pho, Mean ke mana?" tanya Plan karena ia tidak melihat Mean di tempat itu.
"Dia pulang. Katanya ada urusan," ujar Namtran.
Plan duduk dan menyerahkan minuman itu kepada mae dan pho nya.
"Mae, apakah Mean tidak makan sayur?" tanya Plan kepada ibunya.
"Ya, apakah kau tidak ingat?" ujar Namtran menatap putranya itu.
Plan menggeleng. Ah, dia ingat sekarang. Mae nya itu pernah mengatakannya padanya kalau Mean tidak makan sayur. Ia juga pernah memberikan sayur kepada Mean beberapa bulan yang lalu saat Mean ikut makan bersama mereka waktu itu.
Waktu itu Plan memberinya sayuran dan Mean menolaknya dan mengatakan dia tidak makan sayur. Kenapa ia jadi lupa akan hal itu.
"Mean juga tidak minum jus. Dia tidak suka buah. Apa kau juga tidak ingat?" ujar Namtran lagi.
Plan terdiam. Ia mana tahu mana yang Mean suka atau yang tidak disukainya. Ia bukanlah phi Can.
'Mati aku! Jangan-jangan dia sudah tahu kalau aku bukanlah phi Can,' batin Plan.
Tbc
Publish:22-05-2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins ✔ [Completed]
Teen FictionKisah tentang dua saudara kembar yang sudah terpisah dari kecil dan dipertemukan kembali ketika mereka sudah dewasa. Takdir memang tidak bisa ditebak. Dan takdir itulah yang mempertemukan Mean, Plan dan Can. #PlanRathavit #CanRathavit #MeanPhiravich