Tidak terasa waktu telah berlalu. Mereka semua sudah lulus dari sekolah. Begitu juga dengan Mean dan Can beserta yang lainnya.
Untuk merayakan hari kelulusan mereka, mereka memutuskan untuk pergi berlibur. Plan ingin pergi ke suatu tempat yang masih asri. Mean dan yang lainnya mengiyakan. Mean pun mengajak Can dan yang lainnya pergi ke Chiang Mai karena di sana dia punya sebuah villa yang penuh dengan tanaman teh dan pepohonan yang sangat hijau. Di dekat villa nya itu ada sebuah puncak dan puncak itu penuh dengan pohon teh milik keluarga Mean. Ini kesempatan Can untuk bertemu saudaranya.
Jujur, Can begitu merindukan Plan. Akhirnya ia punya kesempatan untuk pergi ke Chiang Mai mengunjungi panti asuhan tempatnya dulu. Karena jarak kota Bangkok dan Chiang Mai yang jauh Can tidak bisa bertemu dengan Plan. Ia juga takut untuk bertemu saudaranya itu. Di dalam pikirannya, 'Bagaimana dengan kabar Plan? Apakah Plan baik-baik saja tanpanya? Apakah Plan masih sudi bertemu dengannya? Apakah Plan akan mau memaafkannya bila melihatnya? Apakah Plan masih mau menganggapnya saudaranya mengingat apa yang dilakukannya selama ini?' Pertanyaan 'apakah' itu selalu memenuhi pikirannya.
Can sungguh merasa bersalah kepada Plan. Seharusnya ia yang melindungi adiknya itu tapi kenapa justru ia yang meninggalkannya. Betapa jahatnya dia selama ini.
.
.
.
Mereka sampai di Chiang Mai. Mereka semua menginap di rumah keluarga Phiravich yang ada di puncak. Pemandangan pertama yang mereka lihat adalah hamparan daun teh yang memenuhi penglihatan mata mereka.
Hamparan daun teh itu sungguh sangat indah seakan membawa mereka ke hamparan rumput yang hijau nan luas dan mereka sedang berlari-lari di atasnya. Suara tawa dan teriakan mereka seakan memenuhi tempat itu.
"Lagi mikirin apa, hmm? Serius amat?" tanya Mean yang melihat Mean Can sedang melamun.
"Tidak! Aku hanya sedang melihat hamparan daun teh itu, sungguh sangat indah!" ucap Can sambil menunjuk hamparan daun teh itu.
"Can, aku sungguh sangat bahagia! Terima kasih karena selalu bersamaku," ucap Mean memeluk Can dari belakang.
"Aku juga sangat bahagia. Terima kasih karena sudah mau mencintaiku!" ucap Can membalikan tubuhnya hanya untuk mencium pipi Mean.
Selama dua hari ini mereka bersama, Can merasa ia bahagia bersama Mean dan teman-temannya. Namun, ia harus mencari Plan siapa tahu ia bisa menemukannya.
Pagi-pagi sekali, selesai mereka bercinta, Can pamit kepada Mean. Ia menulis sesuatu di secarik kertas dan menaruhnya di dekat tempat tidurnya. Ia mengatakan ingin mencari udara segar dan tidak enak untuk membangunkan Mean.
Can terus berjalan. Selama 30 menit ia sampai di sebuah tempat yang sangat di rindukannya. Tempat yang membesarkannya dan memberikannya perlindungan selama tujuh tahun itu. Dari jauh ia bisa melihat ada seseorang yang keluar dari tempat itu. Semakin dilihat orang itu semakin mirip dengan Plan. Jantung Can tiba-tiba berdegup sangat keras dan tak beraturan. Ia sembunyi saat Plan keluar dari panti itu.
"Mau ke mana dia pagi-pagi buta seperti ini?" tanya Can penasaran. Ia pun mengikuti ke mana Can pergi.
Cukup jauh Plan pergi, Can terus mengikutinya. Rupanya, Plan memasuki sebuah restoran. Sebelum Plan masuk ke restoran itu, tangannya ditarik oleh beberapa orang dan membawany entah ke mana.
"Mau apa mereka?" ucap Can bicara sendiri saat melihat saudaranya diseret seperti itu.
"Punya nyali juga kamu datang ke sini?" ucap M Phurin sinis.
"Apa mau kalian? Kenapa kalian tidak menyukaiku? Aku tidak pernah membuat salah pada kalian?" kata Plan memberanikan dirinya untuk bicara. Sudah cukup ia menahannya selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins ✔ [Completed]
Fiksi RemajaKisah tentang dua saudara kembar yang sudah terpisah dari kecil dan dipertemukan kembali ketika mereka sudah dewasa. Takdir memang tidak bisa ditebak. Dan takdir itulah yang mempertemukan Mean, Plan dan Can. #PlanRathavit #CanRathavit #MeanPhiravich