Pagi datang menjelang. Plan menggeliat ketika merasakan sinar matahari yang mengenai matanya. Plan mengerjap-ngerjapkan matanya mengumpulkan kesadarannya sebelum bangun, tapi, baru saja ia akan hendak bangun sakit di bagian belakangnya membuatnya mengaduh kesakitan.
"Auu!" pekiknya kesakitan.
Plan menyentuh bokongnya yang terasa sakit itu. Dan matanya melihat sekeliling kamar itu. Ya, itu bukanlah kamarnya. Itu kamar Mean. Pria yang membuatnya sampai kesakitan seperti itu. Sakit tapi nikmat. Dan Plan pun melihat di sampingnya. Kosong. Mean tidak ada. Di mana Mean? Kenapa dia tidak ada?
Plan melihat ada sebuah secarik surat yang ada di meja nangkas tempat tidurnya. Dan ada sarapan juga yang sudah tersaji di sana.
Maaf tidak membangunkanmu, babe.
Aku tahu kamu pasti lelah.
Dan maaf aku tidak ada disampingmu saat kau bangun.
Aku harus ke kantor.
Makanlah sarapanmu.
Aku sudah menyiapkannya.
I love you, babe.Itulah isi surat yang Mean tulis.
Plan tersenyum saat membaca surat tersebut. Hatinya tiba-tiba menghangat. Seakan rasa sakit yang dia rasakan tadi seakan menghilang dalam sekejap. Dia tersenyum saat membayangkan adegan mereka tadi malam. Sungguh panas.
Akhirnya Plan berjalan dengan hati-hati menuju kamar mandi. Setidaknya dia harus membersihkan badannya yang lengket akibat kegiatannya tadi malam dengan Mean.
.
.
.
Sesampainya di rumah, Plan membaringkan dirinya. Ia hanya ingin istirahat karena tubuhnya seakan remuk. Mean sungguh bersemangat tadi malam. Hingga dia tidak bisa mengimbanginya. Karena terlalu lelah, Plan pum menutup matanya, namun, bayangan panas mereka malah yang muncul di otaknya. Tiba-tiba pipinya bersemu merah.
Flashback
Mereka semua sudah terlanjang bulat. Selesai Mean mengunci pintu tadi, dia langsung melepas celananya dan juga celana Plan. Dan mereka kembali berciuman.
Kini mereka sudah telanjang bulat. Mean di atas Plan. Sedangkan Plan sedang memandangi wajah tampan Mean sambil mengelusnya.
"Kamu sungguh cantik, babe!" suara Mean sambil menatap wajah cantik Plan.
Plan ingin berpaling, tapi Mean segera menahannya dengan tangannya. Mean tersenyum melihat tingkah malu-malu Plan. Sungguh imut menurutnya.
Kini mereka kembali berciuman. Mean menggosokkan naganya di lubang Plan.
"Mean, hmmm, jangan menggodaku," suara serak Plan ketika Mean hanya menggodanya di bawah sana.
"Kau cantik, sungguh cantik saat sedang marah," Mean tersenyum.
"Mean!" Plan memukul dada bidang Mean.
"Aku akan masuk Plan," suara Mean kembali.
"Hmm," Plan menarik Mean dan menciumnya.
Mean sudah beberapa kali memasukkan naganya di lubang Plan. Sempit. Terasa susah dan sakit. Ia pun meringis kesakitan. Sedangkan Plan, ia menangis. Dan, setelah perjuangan panjang, akhirnya Mean berhasil memasukkan naganya.
"Apakah aku menyakitimu. Maaf!" Mean merasa bersalah. Ia mengusap air mata Plan.
"Aku akan mencabutnya jika kau kesakitan?" lanjutnya.
"Tidak. Hanya sakit saja," Plan berucap sambil tersenyum agar Mean tidak merasa bersalah dan menghentikan aksinya.
"Aku akan bergerak." Mean berucap lalu mencium bibir Plan. Mereka kembali berciuman untuk menghilangkan rasa sakit yang Plan rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins ✔ [Completed]
Roman pour AdolescentsKisah tentang dua saudara kembar yang sudah terpisah dari kecil dan dipertemukan kembali ketika mereka sudah dewasa. Takdir memang tidak bisa ditebak. Dan takdir itulah yang mempertemukan Mean, Plan dan Can. #PlanRathavit #CanRathavit #MeanPhiravich