Part 18

577 53 5
                                    


Plan dibawa ke rumah sakit. Dan Plan sedang ditangani oleh dokter sekarang. Saat dokter keluar dari ruangan itu, Mean dan Can dibuat menganga oleh perkataan sang dokter.

Dokter Bow mengatakan kalau Plan sedang hamil sekarang. Sudah berjalan enam minggu.

Saat dokter Bow pergi, Can menatap Mean horor. Mean saja bergidik ngeri melihat tatapan horor Can itu. Ia jadi takut mau berbicara apa.

"Mean, jelaskan padaku! Apa maksud dari perkataan dokter itu benar? Kau dan Can? Melakukannya saat aku tidak ada?" Can menatap Mean tajam.

"Maaf Can! Aku mengira waktu itu Plan adalah dirimu, jadi, kami-"

"Brengsek kau, Mean!" potong Can. Can memukul lengan Mean karena kesal. Ia menangis.

Mean memeluk tubuh Can. Ia benar-benar merasa bersalah kepada Can. Ia memang pria brengsek.

"Lepaskan! Aku membencimu, Mean!" ujar Can marah.

"Can!" Mean memegang lengan Can. Ia tahu ia salah. Tapi, ia juga hanya manusia biasa yang tidak lepas dari salah dan dosa.

"Mean, lepaskan! Aku baik-baik saja. Aku hanya syok mendengar penjelasan dari dokter Bow tadi," ucap Can lemah.

"Mean, tolong jaga Plan. Jangan buat dia menangis lagi. Kau bisa janjikan itu padaku, 'kan?" Mean mengangguk.

"Terima kasih! Aku mau masuk menemui Plan," Can berjalan meninggalkan Mean.

Mean memukul tembok. Ia frustasi. Ia seperti seorang bajingan sekarang. Bagaimana bisa dia melakukan itu kepada kedua saudara itu.

Mean bukannya tidak senang dengan kehamilan Plan. Ia bahkan sangat senang akan hal itu. Plan mengandung anaknya dan sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah.

Tapi bukan itu yang membuat Mean tidak senang. Ia memikirkan tentang Can yang sedang dia sakiti saat ini. Ia tahu bagaimana perasaan Can. Betapa kecewa dan sakit hatinya dia padanya.

Dia yang dulu mengejar Can. Dia yang dulu mengatakan Cinta kepada Can. Tapi kini dia pula yang menyakiti Can. Brengsek 'kan dirinya?

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Ia terima jika setelah ini Can pasti sangat membencinya. Mau tidak mau ia harus terima itu. Semua salahnya.

Can keluar bersama ibu panti. Karena tadi ibu pantilah yang menjaga Plan saat dirinya dan Mean berbicara dengan dokter Bow.

Kini tinggal Mean dan Plan di ruangan itu. Mean memegang tangan Plan. Plan merasa bersalah kepada phi nya itu tapi Can mengatakan kalau dia baik-baik saja.

Can bahkan menyuruhnya agar segera menikah dengan Mean demi bayi yang ada di dalam kandungannya itu. Plan hanya bisa menangis saat mendengar itu semua. Phi nya itu dengan ikhlas memberikan calon suaminya padanya.

Plan benar-benar merasa bersalah kepada phi nya itu. Ia tidak henti-hentinya menangis dan mengucapkan kata 'maaf' padanya.

"Plan, menikahlah denganku, na! Mari kita besarkan bayi dalam kandunganmu itu bersama-sama, na!" ucap Mean sambil menggenggam tangan Plan.

Plan mengangguk. Ia memang ingin hidup bersama Mean terlebih lagi sekarang dia sedang mengandung bayinya Mean. Siapa yang tidak ingin hidup bersama dengan pria yang kita cintai. Itu pasti keinginan semua orang di dunia ini.

Dari luar pintu itu, Can dan ibu panti melihat Mean dan Plan sedang berpelukan. Walaupun sakit, Can juga bahagia melihat Mean dan Plan bahagia. Ia memang harus melepaskan Mean dari hidupnya mulai sekarang.

'Selamat tinggal cintaku!' batin Plan sedih.

.

.

Twins ✔ [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang