*PERINGATAN: PERCOBAAN BUNUH DIRI*
Mohon disikapi dengan bijak karena ini hanya cerita fiksi dan tidak untuk dicoba.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sejak kecil aku bisa melihat apa yang orang lain tidak bisa lihat. Bukan orang mati atau hantu tetapi sang kematian itu sendiri, tepatnya, malaikat kematian. Aku belajar untuk tidak bercerita kepada orang lain, karena itu bisa menakutkan mereka, seperti orang tuaku. Keluargaku sendiri menganggapku sebagai anak yang dikutuk. Seiring waktu, aku menyadari bahwa percuma memberitahu mereka tentang hal itu, karena kematian itu sendiri tak terelakkan.
Pertama kali aku melihatnya saat nenekku terbaring di tempat tidurnya, tidak bergerak. Sang kematian berdiri di samping tempat tidurnya, dengan pakaian serba hitam. Wajahnya pucat, hampir putih, bagai tidak ada warna dalam dirinya. Ekspresinya kaku dan dingin, sedingin mayat. Ia menggenggam tangan nenekku dan mengangkatnya ketika jiwanya keluar dari tubuhnya. Jiwanya muncul sebagai versi terbaik dirinya, gadis 20 tahun yang mengenakan blus putih dan rok midi bermotif bunga dengan kepang panjang menghiasi rambutnya. Ia menyambut jiwanya dengan sebuah ciuman sebelum mereka berdua menghilang dalam lorong cahaya. Aku yang saat itu berusia 10 tahun hanya bisa tercengang melihat pemandangan indah yang seindah sang kematian itu sendiri.
Kali kedua adalah saat aku tertabrak mobil di depan sekolahku. Aku yang berusia 17 tahun sedang sibuk dengan ponsel saat tiba-tiba sebuah mobil datang dan menabrakku dengan keras. Aku bisa melihat diriku sendiri melayang sebelum akhirnya jatuh ke jalan, membenturkan kepalaku dengan keras ke beton. Ketika aku terbaring di jalan yang keras dan dingin, ia datang berlutut di sisiku dan menggenggam tanganku. Aku bisa merasakan darah mengalir keluar dari kepalaku dan kesadaranku mulai menghilang.
"Bawa aku" aku berbisik padanya. Ia menggelengkan kepalanya pelan.
"Waktumu belum tiba. Kau akan bertahan dari ini" katanya lembut. Aku bisa merasakan air mata menetes karena aku ingin ia mengambil nyawaku tetapi ia menolaknya, itu menghancurkan hatiku. Aku sudah jatuh hati padanya dari pertama kali saat aku melihatnya. Seperti apa yang ia katakan, aku sembuh dari kecelakaan tapi aku tidak bisa menghapusnya dari hatiku. Dan hatiku terasa sakit tiap kali aku mengingatnya.
Dua tahun kemudian,
Aku belum pernah melihatnya lagi sejak kecelakan itu. Aku sangat merindukannya. Aku ingin melihatnya, mendengar suaranya, aku membutuhkannya di sisiku. Hidupku berubah membosankan tanpa ada dia di sekitarku. Aku selalu hidup bagaikan mayat hidup, mati di dalam hatiku.Malam itu, di tengah hujan, kuputuskan untuk mengakhiri hidupku. Aku pergi ke gudang yang terbengkalai, basah kuyup, dengan pisau di tangan. Kupikir tidak akan ada yang menemukanku di sini, sehingga ia harus membawaku bersamanya. Aku bersandar di dinding, mengambil nafas panjang sebelum menyayat nadiku dengan pisau. Rasa sakit mengambil alih tubuhku dengan kuat saat aku bisa melihat darah mulai mengalir, menetes, bercampur dengan hujan, dan membuat genangan merah di tanah. Aku mejatuhkan tubuhku, menunggunya datang dan membawaku pergi.
Aku mulai kehilangan tenaga saat ia datang, berjalan pelan dengan payung di tangannya. Ia berlutut di sisiku, melindungiku dari hujan dengan payungnya.
"Please, bawa aku sekarang" kataku tersengal. Wajahnya menunjukkan kesedihan, masih tanpa warna.
"Berhenti menyakiti dirimu sendiri, Ini masih belum waktunya" ia berkata dengan tenang sambil menggenggam tanganku.
"Tidak, please, bawa aku sekarang. Aku tidak bisa lagi hidup tanpamu." Aku memohon kepadanya dengan nafas terakhirku. Air mata mulai mengalir di pipinya. Kugunakan tenaga terakhirku untuk menghapusnya. Hatiku terasa lebih sakit saat melihatnya menangis, mengetahui bahwa aku lebih menyakitinya daripada aku menyakiti diriku sendiri.
"Jangan menangis, please. Aku berjanji tidak akan melakukan hal seperti ini lagi." tanganku terjatuh saat aku kehilangan energi terakhirku. Ia memegang daguku dan menciumku dengan lembut, ciuman yang selama ini aku inginkan. Ia berjalan pergi saat aku mulai kehilangan kesadaran."Hey, nona, kau baik-baik saja?" Aku mendengar suara tetapi tidak bisa merespon karena kehilangan semua kekuatanku. Ada kilatan cahaya dan gambaran buram mendatangiku saat aku mulai tertelan kegelapan.
Aku terbangun di rumah sakit, dengan infus terpasang di tanganku. Pergelangan tanganku sudah diobati dan diperban. Aku hidup sendiri dengan bahagia setelah kejadian itu. Menanti sampai sang kematian menjemputku dengan senyum dan memelukku bagai kekasihnya yang lama hilang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dan di sinilah aku, berusia 79 tahun, terbaring sendiri di kamar rumah sakit, melepaskan nafas terakhirku ketika ia menggenggam tanganku penuh kasih. Ia menarik jiwaku ke dalam pelukannya dan medekapku erat. Jiwa 19 tahunku mengenakan gaun off-shoulder hitam berbahan renda yang menyapu lantai dan sepatu berhak tinggi hitam di kakiku. Leherku dihiasi dengan kalung choker velvet hitam dengan hiasan mutiara. Ia membuka cadar renda hitam di kepalaku dan memberiku ciuman yang dalam sebelum akhirnya kami berjalan menuju cahaya yang menyilauan sambil bergandengan tangan.TAMAT

KAMU SEDANG MEMBACA
Y's story (Indonesia)
FanfictionCerita oneshot Yesungxreader Peringatan: mungkin mengandung muatan dewasa, telah diusahakan agar tidak terlalu vulgar. Catatan: akan diupdate dengan cerita baru saat ada ide yang muncul., tidak ada jadwal tetap.