Part 8 : Pulang bareng

462 45 0
                                    

"Menujuu tak terbatas dan melampuinyaaaa."

"Gilak ya lo!! astagaaa gue malu Ris!" bentak Tari, sedari tadi di jalan ia harus menanggung malu dengan teriakan aneh dari mulut Aris.

Tau gini ia tadi menolak saja memberikan tebengan, "udah.. lo pegangan aja gue mau ngebut ni" Tari memukul punggung Aris.

"Gue gak mau mati yah Ris, Aaaaa jangan ngebut dodol" teriak Tari saat sepeda yang di kayuh Aris semangkin melaju cepat.

Tari memeluk pinggang Aris kuat, ia menutup matanya. Tari tidak sanggup jika melihat ini semua, berasa nyawanya di ujung tanduk.

"Eh eh" panik Aris.

"Ris jangan nakut nakutin gue deh" bentak Tari dibelakang, kini matanya terbuka melotot menatap punggu Aris.

"Tar ni rem nya kenapa gak berpungsi, eehh eh" seketika sepeda yang mereka kendarain oleng, dan...

Bruukkk

"Aduuuhh" ringisan terdengar dari mulut kedua orang itu. Tari mengusap seragamnya yang kotor, "dua kali dalam sehari gue jatuh dari sepeda" kata Tari tak abis pikir dengan kesialan hari ini. Untung saja mereka jatuhnya di rerumputan jika tidak dapat di pastikan tubuh Tari mendapatkan luka.

Tari berdiri lebih dahulu, lalu meregangkan otot otot badan nya. Nyeri seketika terasa, setelah di pastikan agak lumayan tidak terasa lagi. Cewek itu berkacak pinggang menatap Aris garang.

"Lo bisa naik sepeda gak sih!! Ngebut ngebut, lo kira lagi perlombaan?!" Yang di marah malah terkekeh dan ikut berdiri.

"Tadi itu seru bangettt" kata Aris sambil mendirikan sepeda.

Tari berdecak, "seru pala lu" geram nya. "Sebenernya rumah lo mana si?"

Aris menatap Tari, dengan mengerjap ngerjapkan matanya. Tanpa dosa ia berakata, "gak usah kerumah gue. Gue anter ke rumah lo aja" tentu Tari menjatuhkan rahangnya kebawah.

Cewek itu mengusap wajahnya frustasi, kenapa ia harus di pertemukan dengan orang seperti Aris.

"Gue boleh mukul lo gak?" tanya Tari. Ia menatap wajah Aris yang malah terkekeh.

"Boleh, tapi pakek bibir lo yah" katanya sambil menunjuk pipinya.

Tepat saat Tari menyadari maksud cowok itu, sebuah pukulan melayang di lengan Aris.

"Dasar mesum!!!"

Tawa Aris tak dapat di bendung lagi, membuat Tari emosi adalah kesenangan tersendiri baginya.

"Ketawa aja terus, kesedak mati nyaho lu" seru nya, melihat Aris yang malah bertambah tawa Tari merebut sepedanya.

"Tau gitu, gue pulang duluan tadi" geramnya. Tapi saat hendak menaiki sepeda-nya, lengan Aris menghalanginya.

Dengan wajah masih menahan tawa ia mengambil alih sepeda itu, "Gitu aja marah, ayo naik" ucapnya saat sudah naik duluan di sepeda.

Tari menghentakan kakinya kesal, namun tetap menaiki tempat duduk di belakang.

"Awas lo kalok buat gue jatuh tuk ketiga kalinya" peringat Tari.

"Uuhh takut" balas Aris menderamatis, ia bahkan dengan sengaja mengoyang goyangkan sepedanya.

"Lo kalok mau cari mati gak usah ngaja gue" teriak Tari sambil sesekali memukul punggung cowok itu. Entah lah tari tidak peduli, jika pukulannya terasa sakit.

Di sepanjang jalan, tidak hentinya pertengkaran itu terjadi. Tari yang selalu memukul punggung Aris, saat cowok itu menggodanya.

Tiga puluh menit akhirnya, nereka sampai di perkarangan rumah Tari. Keringat dingin mulai meluncur di dahi gadis itu, kali ini entah kalimat apa yang keluar dari mulut abangnya.

Kisah MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang