Part 40 : Mencari kebenaran

271 25 2
                                    

Angin terhembus keras menerpa surai panjang seorang gadis. Iris mata gadis itu terpejam dengan posisi tangan merentang.

Dengan gerakan cepat gadis itu melompat. Seketika hantaman keras menerpanya, air yang tadinya tampak tenang seketika goyah. Sedikit demi sedikit air itu memasuki rongga hidung dan mulut, membuat sesak terasa di dada.

Gadis itu tersentak lalu mengusap wajahnya, "gue gak bisa" ujarnya lalu turun dari pinggiran jembatan dengan hati hati.

"Gue gak bisa berenang Feb, kalok gue terjun mati dong" rengek nya yang sambil mengusap air matanya. Perkataan itu mungkin seperti cendaan bagi seorang penonton kegiatan bunuh diri.

"Lo beneran mau bunuh diri gak si Tar? kalok mau, lompat dari sini!" bentak Feby, sedari tadi gadis itu menatap Tari yang ragu ragu ingin melompat dari sana.

Setelah kejadian tadi, Tari berlari keluar sekolah. Bahkan satpam yang berjaga saja sempat mengejarnya, namun dengan baiknya Feby mengatakan dirinya yang akan menyusul cewek ini.

Tadi keduanya sudah singgah di jembatan pejalan kaki, disana Tari ingin melompat dari jembatan pejalan kaki itu. Tapi, gadis itu takut jika tubuhnya terhempas oleh mobil mobil yang melintas cepat di bawah.

Dan sekarang keduanya ada di sebuah jembatan, tampak air mengalir dengan deras di bawah. Tapi, gadis yang ingin menghilangkan nyawanya ini malah ketakutan jika tidak bisa berenang. Feby tak abis pikir akan itu, dia bukan ingin senang jika Tari bunuh diri tapi Feby tau jika sahabatnya tidak akan pernah melakukan hal itu.

"Lo bener mau bunuh diri?" tanya Feby.

Pertanyaan itu mebuat Tari menatap gadis itu, pipinya sudh basah karna air mata yang sedari tadi turun. Gadis bersurai hitam itu terduduk, sambil menenggelamkan wajahnya pada lakukan kaki.

"Gu-gue gue-"

"Gue tau lo gak akan berani, lo masi ingat dosa kan Tar. Bunuh diri itu dosa tar, nyakin mau lakuin? Lo kira bunuh diri itu gak sakit, lo kira saat tubuh lo terjun kebawah lo akan langsung mati? Mau gimana pun lo ngahiri hidup lo, semua itu pasti akan terasa sakit" nasehat Feby. Gadis itu menatap Tari yang masih terisak.

"Gu-gue gak punya siapa siapa feb" isak nya.

Feby berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Tari, "Terus gue apa? Gue disini karna gue peduli sama lo, gue tau lo gak ngelakuin hal yang di tuduh Alena. Gue percaya sama lo"

Tari seketika menatap sahabatnya itu, gadis itu mengusap kasar air matanya. Namun hanya sesaat, Tari memutuskan pandangan itu. Gadis itu malah menatap lurus dengan pandangan kosong.

Kejadian itu berlalu hingga beberapa menit, membuat keheningan melanda mereka.

"Sekarang lo mau apa?" tanya Feby, sedangkan gadis yang di ajukan pertanyaan menghela nafas kasar. Tari menegakan tubuhnya dan melangkah pergi, namun tertahan saat mendengar ucapan Feby.

"Mau kemana lagi?"

Tari memutar tubuhnya kearah Feby, "gue mau cari tau, nyokap gue bener salah atau enggak" ketusnya lalu memutar tubuhnya. Lagi, langkah Tari tertahan olej ucapan Feby.

"Mungkin itu bukan keputusan yang baik. Tar, rahasia itu boleh kita bongkar. Tapi lo tau, rahasia yang gak mestinya diungkap pada waktu yang tepat. Itu akan menyakiti lo sendiri, biarin rahasia itu mengalir. Suatu saat juga akan terungkap, tanpa kita mencarinya"

"Gue gak bisa! gue harus tau semuanya. Gue capek jadi orang bodoh yang gak tau apa apa" ucap Tari lalu berlalu dari sana.

Hal itu membuat Feby berdecak, Feby bukanya melarang namun gadis itu tidak ingin melihat Tari bersedih jika tau kenyataan yang tidak sesuai keinginan. Feby menghela nafas lalu berdiri dan mengejar Tari.

Kisah MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang