Part 23 : Koma

364 30 6
                                    

Tok tok tok

Kreek

Tari membuka pintu rumahnya, cewek itu tampak mengucek mata sebelum melihat siapa yang bertamu pagi pagi begini.

"Tar"

Tari menatap orang itu, "eh kak oji, kenapa kak?" Ucapnya yang sesekali menguap. Cewek itu masih mengatuk gegara begadang, dan kini malah di ganggu oleh kakak kelasnya.

"Tar itu... hmmm bi-billy masuk rumah sakit" ujar Oji, membuat Tari mengerutkan keningnya lalu terkekeh.

"Kak oji pagi pagi kesini cuman mau becanda doang, pulang gih. Tari ngantuk" ketusnya, saat Tari ingin menutup pintu, Oji dengan segera menahanya.

"Gue serius, Billy masuk rumah sakit" Tari menatap Oji, aneh nya Oji tidak terkekeh seperti di pikiranya. Cewek itu mematung, jangan bilang ini bukan prank seperti di benaknya.

"Kak-gak-mana mungkin" Tari tergagap untuk membalasnya.

"Gue gak bohong, billy emang masuk rumah sakit" tubuh Tari melemas, dengan cepat Oji menahanya saat Tari hendak jatuh.

"Bb-bang billy kenapa?" tanya nya, wajahnya memucat dan detak jantungnya semangkin cepat.

"Nanti gue jelasin, sebaiknya kita ke rumah sakit dulu" Tari mengangguk, cewek itu dengan cepat masuk ke dalam rumah. Tanpa mencuci muka dulu, Tari langsung mengambil salah satu sweternya. Lalu mengambil kunci rumahnya yang ada di balik pintu, dengan gemetaran Tari memasukan kunci itu kedalam lubangnya. Tapi nihil, kunci itu selalu meleset dari tempatnya.

Oji yang melihat itu segera membantu Tari, setelah mengunci pintu keduanya segera pergi dengan mengendari motor milik Oji.

Tibanya di rumah sakit, Tari segera berlari mencari ruangan di mana Billy di rawat yang di ikuti Oji di belakangnya.

Tari menatap Aris yang juga ada disana, bukan hanya Aris, disana ada Angga dan dua orang yang tidak di ketahui Tari. Segera cewek itu menghampiri Aris yang mana saat itu Aris menatap pintu ruang rawat Billy.

"A-aris" panggil Tari, cowok itu tersentak mendengr suara Tari.

"Ba-bang billy mana?" tanya nya.

"Billy.. billy ada di dalam" Tari membeku, abangnya ada di dalam.  "Jadi bener" tatapannya kosong, air matanya menetes semangkin deras. Cewek itu hampir terjatuh jikalau tidak di tahan Aris.

"Ba-bang billy di.. da-dalam" ucapnya terbata bata, Aris segera memebimbing Tari untuk duduk di kursi penunggu.

Angga mengambil minuman di sebelah kursinya, lalu diberikan kepada Aris. "Minum dulu Tar" kata Aris sambil menyodorkan minuman pada cewek di depanya.

Setelah meminum air, Tari menghembuskan kan nafasnya. Berulang kali, rasanya oksigen di sekelilingnya menipis. Wajah Yari semangkin memucat, seolah tak ada aliran darah di wajahnya itu. Pandanganya kosong menatap pintu yang tertutup itu, air matanya terus saja menetes.

"Kenpa? Ke-kenapa... kenapa bisa gini?" Tari bertanya pada Aris, tapi matanya tetap terarah pada pintu itu.

Jantungnya semangkin berdetak kencang, membuat dadanya semangkin sesak saat mendengar ucapan Aris.

"Tadi malam, ada insiden yang ngebuat abang lo koma"  kata Aris yang langsung membawa Tari kedalam pelukan nya. Air mata Tari semangkin deras, "K-koma" lirihnya.

Tubuh itu membeku saat mendengar kata koma, abangnya koma batinya. Tari diam membisu, kejadian ini terulang lagi. Dulu ibunya yang ada di balik ruangan itu, dan kini Billy ikut merasakanya.

"Hiks...hiks.. gak mungkin" gumam itu keluar bergetar di mulut Tari. Aris semangki mengeratkan rangkuhanya, dia tau ini berat untuk Tari.

Tari menggigit bibirnya kuat kuat, untuk merendam rasa sesak di dadanya. 

Setelah Tari sedikit merilekskan diri, Aris melepaskan rangkuhanya. Cowok itu tak tega melihat Tari yang tak hentinya menangis.

"A-aku mau... mau liat" kata Tari, Aris mengangguk lalu membawa Tari kedalam ruangan untuk berganti baju. Aris tampak ragu melepaskan Tari yang hendak menggati baju dengan milik rumah sakit.

"Kalok kenapa kenap bilang ya" peringat Aris, cowok itu menatap Tari yang masih gemetaran masuk kadalam. Pintu itu tertutup menyisakan Aris, cowok itu kemudian masuk disebalah ruangan yang berbeda.

Pakainnya sempurna di tutupi gaun hijau milik rumah sakit, Tari menyederkan tubuhnya di tembok. Air matanya menetes kembali, ia mengusap wajahnya.

"K-kenapa..." lirihnya.

Tari yang tak mampu menahan dirinya jatuh terduduk di lantai, cewek itu semangkin kuat menggigit bibirmya untuk menghilangkan sesek di hatinya. Mersa suara nya akan menggaggu, cewek itu memebekap mulut nya dnegan tangan.

Air matanya terus menetes tanpa berniat berhenti, kenapa ia harus mengizinkan abangnya pergi sesalnya.

"Apalagi ini ya allah... hiks.. kenapa bang billy, setelah mama sekarang bang billy. Kenapa kau mengambil orang orang terdekat hamba... hiks... kumohon jangan bang billy" lirihnya. Tubuhnya semangkin bergetar saat pikiran pikiran negatif singgah begitu saja, bagaiman jika abangnya pergi. Sungguh Tari tidak sanggup untuk itu.

Tari memukulkan tanganya ke lantai, ia berusaha mengalihkan rasa sesak didadanya pada tangannya. Namun tampaknya sia sia, rasa itu semangkin menyakiti dadanya.

Tok tok tok

"Tar, Tari"

Cewek itu menghembuskan nafasnya, lalu segera menghapus air matanya. Dengan tubuh lemahnya, Tari membuka pintunya.

"Lo gak papa?" tanpak Aris yang cemas.

Tari menggeleng lemah, lalu melangkah pergi di ikuti Aris.

Kreek

Alat monitor terdengar di ruangan itu, Tari meneteskan air matanya kembali saat melihat banyak selang tertempel di tubuh abangnya.

Dengan bantuan Aris, Tari mendekati tubuh Billy yang terbaring itu. Tari membekap mulutnya untuk merendam isakan tangisnya, dia tak mau jika Billy disana mendengarnya. Itu pun kalok abangnya bisa mendengarnya.

"Ba-bang..."suara itu keluar dengan bergetar, Tari benar benar tak sanggup meneruskan kalimatnya. Tau hal itu sulit membuat Aris secara sepontan mengusap pundak Tari, seolah memberikannya kekuatan.

"Ris... hiks.. hiks" Tari gak sanggup melihat Billy terdiam di kelilingi berbagai selang itu.

"Ssst... billy gak akan seneng liat lo nangis gini, lo harus kuat" ucap Aris sambil membawa Tari kedalan dekapannya.

"Bang billy orangnya kuat tar, gue yakin dia gak akan ninggalin kita" tambahnya sambil mengusap surai hitam Tari.

Tari hanya bisa berdoa, yah cewek itu hanya berharap abangnya kembali padanya. Tari semangkin mengeratkan dekapanya saat menatap Billy. Jika saja Billy sekarang memarahinya, Tari akan tersenyum bahagia.

Kemarah Billy rasanya lebih baik, jika di bandingkan abangnya terbaring tak berdaya di sana.

_________
Jangan lupa ninggalin jejak ya. Kalian vote membuat hati author seneng, apa lagi pas ada yg ngasi komen. Luar biasa deh seneng nya, jangan luoa masukin ke reading list ya.

Kisah MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang