Part 9 : Hukuman

502 40 4
                                    

Tari itu tipekel orang yang gampang mageran, ia paling malas jika berhububgan dengan kegiatan yang menguras energi.

Seperti saat ini, ia menatap malas guru olahraganya. Gurunya itu memegang bola basket, sambil menerangkan materi materi tentang bola besar itu.

Sampai pada intinya, mereka di suruh memasukan bola itu ke ring satu persatu.

Tari menundukan kepalanya, malas sekali debgan pelajaran ini. Tari itu paling malas dalam hubungan olahraga, apapun itu kalau hubungannya dengan berlari atau semacamnya Tari selelu malas.

Kalau lari, walupun Tari juara terakhir ia tetap mendapat nilai. Tapi jika tentang bola, cewek itu menyerah.

Apalagi ada isiden waktu masa masa seragam putih biru. Saat itu Tari dan Billy bermain basket di lapangan komplek, tautau Billy tak sengaja melempar bola ke arah Tari yang sedang tak fokus. Bolanya yang terlalu keras entah Tari nya kaget, hingga gadis itu pingsan.

Hingga saat ini Tari paling malas jika bersangkutan bola, takut tidak. Tapi ia hanya malas harus melempar apalagi merebut bola oren itu.

"Tari" panggil Pak Vano selaku guru olahraga, dengan malas Tari menghampiri guru itu. Untung pak gurunya itu ganteng, jadi tidak membuat Tari tambah bosan dengan pelajaran ini.

Bisa di bilang Pak Vano itu guru termuda di SMA Sanjaya, umurnya saja masih dua puluh berapa gitu, Tari saja lupa. Lebih tua dari abangnya beberapa tahun gitu.

Pak Vano melirik Tari, "kamu duduk saja sana. Saya yakin kamu akan gagal lagi, dalam materi saya" ujar pak Vano.

Tari mengembungkan mulutnya, jahatnya pak Vano pikir cewek itu. Segitu tidak bisanya kah ia tentang olahraga, sampai sampai pak Vano sendiri hapal tentang Tari.

Cewek yang mengikat rambutnya itu melangkah malas kepinggir lapangan, namun ucapan pak Vano mampu memberhentikan langkahnya.

"Nilai peraktek kamu selalu rendah, kalau tidak rendah pasti kosong, bapak sudah bicara dengan kakak kelas mu yang jago basket buat ngajarin kamu. Setidaknya materi bola besar, nilai kamu bisa menjamin" Ucap guru ganteng tapi nyebelin itu.

Tari melirik malas kearah bapak guru itu, "terserah bapak deh saya ngikut aja" jawab Tari lalu melangkah menuju pinggir lapangan.

Cewek itu menatap Bima teman sekelasnya yang dengan mudahnya melempar bola itu ke ring. "Kayak nya gampang deh, tapi kok gue gak bisa sih" ucap Tari frustasi.

"Gak semua orang bisa ahli dalam berbagai mata pelajaran. Kita siswa, pasti ada kelemahan. Guru aja satu mata pelajaran, jadi maklum kalok ada pelajaran yang gak kita kuwasai" balas orang yang entah sejak kapan di samping Tari.

Cewek itu mematung mendengar itu, dengan cepat ia menoleh kesuara orang itu. Cowok yang ada di perpustakaan waktu itu.

Tak sengaja Tari melirik tag nama cowok itu, sekilas ia hanya melihat nama Iqbal tertulis di situ. Ia tak melihat nama kepanjanganya, di karnakan tertutup oleh lengan cowok itu.

"Lo-" ucapnya terpotong saat melihat cowok itu pergi begitu saja. Bahkan Tari belum sempat menyelesaikan kalimatnya.

"Tuh orang kayak jalangkung, datang gak di undang pulang tak di antar" celetuk Tari yang masih terperangah atas kejadian itu.

Hingga getaran di saku celana olahraganya

Drrttt

Tari mengambil ponsel di sakunya, lalu membuka notif pesan.

Misterius
Gak baik anak gadis melamun di pinggir lapangan.

Tari menatap pesan itu dengan tatapan yang sulit di artikan. Hingga sesuatu seolah mengintainya, dari sudut matanya Tari melihat orang berdiri jauh dari sana sedang menatapnya.

Kisah MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang