Feby menyeret gadis yang kini memakai switer merah, keduanya kini tepat di gerbang masuk sekolah.
"Gue gak mau masuk Feb" rengek Tari yang masih berusaha mempertahankan ingin pulang.
"Jan aneh aneh, kita itu bentar lagi mau ujian. Entar kalo lo tinggal kelas gimana?" paksa Feby.
"Feb?"
Feby menghentikan aksi nya, gadis itu menghela nafas berat sambil menatap Tari tanpa minat. Alis Feby naik kedua duanya mempertanyakan apa yang mau di katakan oleh gadis di depannya itu.
"Apa gue turuti aja ya kata bokap gue?"
Seketika Feby melototkan matanya, "ENGGAK!! udah ah cepetan masuk" bentak nya lalu menarik lengan Tari kembali.
Saat melangkah di koridor, suasana tampak berbeda dari biasanya. Entah mengapa saat mereka melangkah seketika suasana menjadi hening. Orang yang tadinya pada kegiatan masing masing kini menatap mereka.
Seorang cewek berseragam sama mendekati mereka. Entah apa masalah Tari dengan gadis itu, tiba tiba saja cewek itu menyiram Tari dengan segelas jus jeruk.
Byurrr
Tari seketika memejamkan matanya, meresapi rasa dingin itu dari atas kepala terus hingga keseragaman nya. Untung hari ini dia menggunakan switer, jadi tidak tebus ke seragam putih nya.
"Eh maksud lo apa?!" ucap Feby yang tersulut emosi, sedangkan cewek yang baru saja menumpahkan minuman pada kepala Tari itu tersenyum puas.
"Lo kemaren mau bunuh Alena kan?" tanya nya pada Tari.
"Maksud kakak apa?"
Cewek itu tersenyum mengejek, "hello semua udah pada tau ya. Lo kemaren dorong Alena di atas rooftop kan"
"Alena itu murid baru, tapi lo juga baru. Lo baru kelas sepuluh tapi udah semena mena ya" tuduh nya.
Bugh
Sebuah lemparan telur terasa tepat di kepala bagian belakang nya, di susul dengan lemparan telur lain nya.
"Eh eh berhenti gak, BERHENTI WOY! !" bentak feby yang merasa kasihan pada Tari.
"Masalah kalian apa sih?!"
"Kita paling gak suka sekolah kita ini di kotorin sama anak pelakor!" Feby menatap kedepan, kearah cewek yang menyiram jus tadi.
"Maksud loh?"
"Tari anak dari pelakor kan? nyokap nya ngerebut bokap Alena. Lagi Alena yang jadi korban, lo tu ya brengsek. Sama sama murahan kayak nyokap lo"
"Brengsek!! Lo jan asal nuduh ya!"
"Gue gak asal nuduh, gue punya bukti" cewek itu mendekati Tari lalu menempelkan sebuah kertas pada kening Tari. "Gue dapet dari situ" akunya lalu pergi dari sana.
Tangan Feby segera mencabutnya, Tari melirik kearah kertas itu juga. Tangan nya mengepal saat foto ibunya dan dirinya terpasang disana, terdapat tulisan yang membuat Tari tersulit emosi.
"Ni orang pelakor, ya walaupun udah meninggal tapi tiati ama anak nya. Ingat buah jatuh tak jauh dari pohon nya" Feby seketika meremas kertas itu lalu di lempar begitu saja.
"Kalian percaya sama selebaran kayak gini, gue udah dari smp temenan ama tari. Dia gak pernah namanya jadi pelakor" teriak Feby namun tetap di pandang tak bersahabat dari seluruh siswa.
"Itukan di depan lo, gak tau di belakang. Ya gak" siswa itu bertanya pada temanya yang langsung di iyain teman temanya.
"Huuuuu" sorakan para siswa sambil meleparin Tari dengan telur telur itu.
"Udah!!" Feby segera menarik lengan Tari, baru beberapa langkah namun mereka sudah di hadang oleh gerombolan siswa laki laki. Cowok cowok itu tampak menilai tari dari atas hingga bawah.
"Lo lumayan, tapi lo baukkkk" kekeh cowok itu di sambut tawa dari teman temanya.
"Nanti kalo lo udah bersih, kita bicarain tarif lo perjam ok" ucap nya sambil mengedipkan sebelah matanya, tak lupa cowok itu juga menempelkan sebuah kertas di kening Tari.
Feby semangkin tersulut emosi, dengan cepat merampas selebaran itu yang kini pada tangan Tari. Di situ tampak foto Tari dengan kata kata murahan. Kata kata yang seolah tari menjual dirinya.
"Brengsek!! Lo dapet dari mana ini" teriak Feby saat siswa itu sudah berjalan melewati mereka.
Tanpa berbalik arah, cowok itu tersenyum smirk. "Mading" ucapnya lalu pergi dengan teman temanya.
Saat cowok itu selesai berkata, Tari segera berlari kearah mading disusul Feby. "Minggir! " teriak Tari membuat segerombolan yang tadi melihat masing bergerak mundur dan mempersilahkan tari.
Tampak di sana selebaran selebaran itu menutupi seluruh mading. Dengan gemetar tari melepasnya satu persatu, disusul dengan Feby. Tari semangkin gemetar saat mendapat bisik bisik dari siswa di belakang nya.
Gak tau malu banget ya, lagi butuh uang banget apa sampe jual diri. Di sekolah lo.
Nyokapnya aja pelakor, janjangan mantan kayak gitu. Anak sama nyokap sama sama murahan.
Gilaaa murahan banget.
Kalo gue jadi dia, gak mau sekolah kalo perlu menghilang dari dunia.
Tak lama Angga dan Oji tiba disana, kedua cowok itu ikut membatu melepaskan selebaran itu.
Angga yang tak tahan mendengar bisikan mereka menatap tajam kearah mereka.
"Lo semua gak punya akhlak, orang kayak gini lo malah hina. Lo pada tau , ini yang bikin lo pada gak pernah maju. Percaya sama berita berita yang belum tentu benar kebenarannya. Kalo kalian jadi tari, di fitnah gini gimana ha!"
"Ya kalo fitnah, kalo benar adanya gimana?" Sahut salah satu siswi. Angga mendekati cewek itu dengan pandangan horor.
"Kalo iya, apa urusan nya sama lo. Emang pernah Tari ngurusin kehidupan lo, emang pernah tari ngurusin kehidupan kalian. Pikir tu pakek otak, Tari gak pernah ngurusin kehidupan kalian. Terus kenapa kalian ngurusin kehidupan Tari! mau dia kayak gini, mau gimana pun dia itu urusan dia. Bukan kalian! Bubar sekarang!" Amuk nya membuat siswa tadi pergi meninggalkan tempat itu. Ada sebagian yang masih menatap tari tajam tapi tetap pergi dari sana.
"Lo bawak Tari ke toilet deh feb, biar kami yang ngelepasin ini semua" perintah Oji yang mendapat anggukan Feby. Gadis itu memapah Tari tanpa takut terkena dari pecahan telur itu.
"Lo harus kuat tar" bisik Feby.
"Gue tau siapa yang lakuin ini" geram Tari yang tanpa disadari tangannya sudah mengepal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Mentari
Fiksi Remaja(Sebelum baca, jangan lupa follow terlebih dahulu) Bagaimana perasaan mu jika mendapatkan sebuah pesan misterius, apalagi pesan itu berujung mengungkapkan perasaan. Tari, siswi SMA Sanjaya mengalami hal tersebut. Setelah mendapatkan pesan itu, berba...