[BOL 1 - The Gift] Eps 24

100 6 0
                                    

BAB 24 : GROW OLD, DIE YOUNG.

SETELAH jendela itu resmi terbuka, raut wajah Tunas berubah; dari yang tadinya merah berapi-api mirip seperti naga yang sedang marah langsung menjadi terkejut tidak percaya. Bibirnya langsung membulat dan netranya mengerjap berkali-kali.

"Elo?" panggilnya.

Yang bersangkutan hanya dapat menggigit bawah bibirnya.

Semua terasa menegangkan.

***

Sekarang berdirilah mereka, keenam para pemilik toko roti yang masih memandangi sosok cowok di hadapan mereka dengan pandangan penuh keheranan. Mereka memalingkan pandangan pada tubuh cewek yang terbujur kaku di atas lantai dengan sebuah cairan merah yang sudah mengering di dekat perut. Cukup bau amis dan mungkin jika orang normal akan langsung menutup hidung rapat-rapat saking menyeruaknya aroma yang pastinya tak membuat nyaman itu—atau minimal akan bergidik ngeri ketakutan. Benar-benar mengganggu.

Tunas memandang itu sembari menyeringai kecil. "Selamat datang kembali, Rei Kusumawijaya."

Rei sekarang memasang wajah dingin. Sudah sejak kapan kemanusiaannya resmi lenyap dari dalam dirinya sejak kemarin malam.

Tunas kemudian berbisik. "Yup, let's grow old and die young!"

Bau amis yang sedari tadi terus memaksa masuk ke dalam indera penciumannya tak lagi memberikan pengaruh banyak. Awalnya dia memang ketakutan tapi sekarang dia hanya memberikan wajah biasa saja tanpa rasa bersalah.

"Bagaimana Rei rasanya?" tanya Ryo penasaran, tidak menyangka bahwa Rei akan berubah secepat itu.

"Sedikit menegangkan dan menyenangkan," jawab Rei enteng dan tidak berkomentar banyak saat cewek yang ada di lantai dengan tubuh terbujur kaku dan masih mengeluarkan bau amis itu digotong bersama dengan teman-temannya sesama pemilik toko roti. Mungkin dia dulu terlalu berlebihan, mengingat bahwa cewek itu bukanlah hal yang lebih penting dibandingkan dengan para pemilik lainnya.

"Kita angkat gak papa, ya?" tanya Kuro seolah meminta izin dan diberikan jawaban anggukan ringan dari Rei.

Cowok jomlo itu kini menghela napas lega. Inilah pilihan terbaik. Terutama saat dia memilih mengikuti para pemilik toko roti itu perlahan-lahan menggotong si cewek yang dulu pernah sebegitu disukainya sampai di depan sebuah pintu samping ruangan manager. Dia meneguk liurnya. Entah kenapa rasanya seperti de javu. Rei tidak pernah melangkahkan kakinya ke dalam dapur roti daging dan dia hanya pernah pergi sekali ke freezer penyimpan daging manusia yang masih satu ruangan dengan dapur roti daging.

Tapi sekarang keadaannya berbeda, rasanya ini biasa saja. Rei seolah tak mengedipkan mata sama sekali saat cewek yang disukainya itu kini telah dibaringkan lemah di ruang pendingin itu. Rei masih ingat bahwa tidak akan ada manusia hidup yang kuat berlama-lama tinggal dalam ruangan sedingin minus dua puluh derajat celcius tersebut, namun mengingat cewek itu sudah resmi ditusuknya semalam di rumahnya sendiri langsung Rei merasa tenang. Setidaknya lebih baik tewas karena ditusuk daripada harus tewas dibekukan paksa seperti saran dari Ryo di hari itu. Memercepat kematian lebih baik daripada membuat korban tersiksa, bukan? Tentu saja karena dia adalah Rei, bukan Tunas yang mungkin lebih suka yang mengerikan.

Dengan begini setidaknya Rei tidak akan merasa diteror atau harus mengalami hal-hal aneh lagi, dia sudah aman sekarang.

"Lo udah melakukan kerja bagus, Rei," puji Tunas jujur lalu merangkul Rei dari sebelah kanan membuat cowok itu tersentak ringan. Tak lama kemudian Kuro juga merangkul dari kiri lalu tertawa lebar, sekarang tampak kalau para pemilik toko roti itu saling berdekatan dan merangkul satu sama lain seolah membuat sebuah lingkaran kecil.

"Lo hebat, Rei," tambah Ryo bangga.

"Keren," cetus Tari.

"Makasih lho," jawab Kuro sambil menyeringai lebar membuat Tari memasang tatapan tajam.

Tari mengelak cepat tanpa berlama-lama. "Bukan lo, Kuro."

Kuro masih memasang wajah cengar-cengir yang minta dipasung. "Terus siapa, Ri? Ngaku aja sih emang gue keren, kan?"

"Kuro, ngaca dah." Itu yang jawab bukan Tari melainkan Tomy yang geleng-geleng melihat tingkah temannya yang kampungan ini tidak ada dewasa-dewasanya.

"Lo bakal keren kalo dah bisa hape dengan benar, Ro," komentar Tedy menambahkan membuat mereka yang berada di sana resmi tertawa terbahak-bahak, termasuk Rei.

Rasanya dia jadi tidak habis melakukan sesuatu yang salah, setidaknya banyak pepatah yang mengatakan bahwa jauh leih baik memilih persahabatan daripada memilih percintaan. Apalagi jika sudah menyangkut soal pengkhianatan, memang tidak pantas sebuah pengkhianatan itu dimaafkan.

Kemudian tak perlu menunggu waktu berlama-lama, Toko Roti Bersama kembali dibuka dan para pemilik toko roti kembali melakukan aktivitas masing-masing seperti biasa. Rei membantu Ryo untuk membuat beberapa potong roti manis yang akan disediakan di etalase, Kuro sedang membuat list panjang apa saja yang akan dia siapkan sebagai bahan promosi untuk minggu depan, dan lainnya.

"Sibuk amat lo, kak," celetuk Rei pada Kuro yang masih saja berpikir keras hingga membuat dahinya berkerut sebanyak tiga garisan penuh.

"Eh iya, Rei, pusing gue. Kudu nyiapin buat bahan promosi minggu depan." Kuro curhat dengan wajah nelangsa. "Belom lagi gue kudu siap-siap buat ikut lomba foto tingkat RT."

"Hah? Lo lomba lagi, kak?"

Kuro langsung auto manyun. "Iye, tiba-tiba aja tuh Pak RT langsung masukin nama gue padahal gue lagi bosen ikut lomba, huft. Demen-demen nyari nama bae tuh RT, biar bangga dia nyeritain ke orang-orang."

Rei tertawa ngakak, ternyata Kuro mengikuti lomba selama ini hanyalah keisengannya belaka tetapi karena dia sudah dikenal jago dalam mengambil gambar berdasarkan angle, exposure, dan paham teknik-teknik kamera elektronik lainnya tentu saja anak emas macam dia tidak akan disia-siakan. Tidak menyangka juga di balik sisi yang kampungan dari Kuro, ternyata dia adalah salah satu murid yang berprestasi baik di sekolah karena mengikuti ekstrakurikuler bisnis SMA Sini dan menjadi salah satu dari pemilik Toko Roti Bersama eh ternyata di wilayah perumahannya juga menjadi salah satu tokoh idola, bahkan memenangkan berbagai perlombaan fotografi tingkat kecamatan dan sekarang menjadi salah satu anak andalan di wilayah tingkat RT. Menarik banget, ya! Cukup tidak menyangka mengingat Kuro adalah salah satu cowok mengerikan karena bergabung dengan Toko Roti Bersama yang memiliki kisah kelamnya sendiri. Sejujurnya Rei juga belum tahu sejarah yang lebih lengkap dari Toko Roti Bersama, sepertinya masih banyak misteri lainnya yang belum terungkap selain dari bumbu rahasia dan cinta yang dikhianati.

Di saat sedang masa-masa santai itulah tiba-tiba suara pekikan terdengar sangat kencang membuat Rei dan Kuro refleks menengok.

"Anjing!"

BOL 1 : The Gift✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang