BAB 25 : LOST AND FOUND.
"ANJING!"
Pekikan berupa umpatan itu memenuhi seisi Toko Roti Bersama. Membuat Rei dan Kuro langsung melotot tidak percaya. Tubuh anak itu bahkan bergemetar, ada apa gerangan? Persoalan apalagi sekarang ini yang akan menghantui hidup Rei? Benar-benar mengerikan! Bisakah Rei kabur dari semua ini?
Tunas langsung berlari menuju Rei dengan wajah setengah marah, deru napasnya naik turun, pipinya memerah padam, aura kemarahan membakar dirinya. Belum sempat Rei sekadar bertanya apa yang telah terjadi, lengan Tunas yang memang sudah ringan dari sananya itu langsung memukulnya cepat.
Bug!
I know that I am dead still standing
Though my body’s shaking sweating like WoooRei jatuh ke belakang hampir terpelanting akibat satu bogeman itu, darah lantas mengucur, pipi miliknya pun langsung memar bersamaan dengan tangan Tunas yang telah dipakainya untuk memukul.
Rasa sakit seketika menyeruak, Rei menggigit ujung bibirnya seraya memasang wajah bertanya-tanya.
I can almost taste the hate the rage the mourn the longer
"Lo pengkhianat!" tukas Tunas tajam. Dari kedua netranya Rei dapat melihat kebencian yang sangat besar, meski dia tidak tahu apa yang telah terjadi. Rei mengedarkan pandangan, semua pemilik toko roti tidak ada yang berani berkomentar. Kilatan-kilatan petir dari aura kebencian Tunas seolah sangat menusuk. Bagaimana ini? Apa yang telah terjadi?
"Kak, ini sebenernya kena—" Belum selesai kalimat itu diucapkan oleh si tuna asmara, Tunas lantas menendang perut anak itu hingga rasanya ngilu di bagian sana. Rei hampir saja terlonjak ingin memuntahkan makanannya tadi siang akibat serangan tiba-tiba itu. Kilatan Tunas tidak juga padam, dia seperti sedang kerasukan setan yang paling mengerikan.
Rei semakin terpaku di tempatnya, belum pernah dia melihat Tunas sampai semengerikannya itu. Bagaimana ini? Apa yang dapat dilakukannya?
I stare into the eyes of my own
And feel my bloodstream gushing vividly inside"Di mana?" tanya Tunas dengan mata nyalang, seakan menembus apapun yang menghalanginya.
"A ... apanya?"
"Di mana cewek itu?" teriak Tunas menggemparkan seisi ruangan. Dada Rei serasa turun ke perut mendengarnya.
Bug!
Cowok tuna asmara itu bahunya dipukul dari belakang menggunakan kayu. Semuanya menggelap.
***
Rei tidak tahu apa yang terjadi. Dia seperti bermimpi. Dia seperti bermimpi. Mimpi yang sangat panjang dan tak memiliki ujung, sebuah kisah rumit yang bahkan dirinya sendiri tidak mengerti. Dia hanya ingin kembali ke masa di mana hidupnya tidaklah sesulit ini, di mana hidupnya sangat biasa dan tidaklah sespesial itu. Memang tidak ada drama yang berarti, tetapi justru itulah yang menjadi titik harapannya. Seandainya saja dia tidak pernah berurusan dengan para pemilik toko roti, seandainya saja Rei tidak pernah menyetujui permintaan untuk bergabung dengan mereka, apakah semuanya akan seperti semula? Apakah tidak ada garis kembali?
Cowok tuna asmara itu mulai membuka kedua netranya perlahan, berusaha beradaptasi dengan pandangan yang sempat mengabur. Banyak sekali pasang mata yang menyorotinya sendu, seakan meminta kejelasan. Rei membuka sudut bibirnya, merasakan sedikit nyeri pada bagian bahunya. Lantas dia menggumam ringan dengan sedikit terbata-bata.
"G ... gue d ... di mana?"
Rei berusaha menggerakan tubuh namun tidak bisa, barulah dia sadari bahwa tubuhnya tengah diikat keras dengan tali yang berwarna putih. Tali yang selama ini selalu dia lihat di dalam drama-drama penyekapan, tetapi kini dia malah merasakan langsung.
"Sebenarnya maksud lo apa, Rei?"
Rei hanya dapat memberikan respons mata yang sayu, dia tidak dapat berkomentar apapun pada para pemilik toko roti yang memerhatikannya dengan wajah penuh kebencian.
Ingin sekali menjawab tetapi rasanya kelu, suaranya tercekat di dalam kerongkongan dan enggan dikeluarkan. Panas sekali rasanya, sebuah persidangan yang bahkan dirinya berharap agar dapat kabur dari sini secepatnya. Manusia itu adalah makhluk yang selalu ingin tahu, tetapi ketika sudah terjerembab ke dalam lubang terlalu dalam maka yang dapat dilakukan hanya menyesal dan ingin rasanya mengulang ke masa di mana semuanya baik-baik saja.
"Di mana cewek itu?" Tunas berseru di depan wajah Rei. "Lo ... benar-benar nyari masalah sama kita!"
"G ... gue nggak tau kak." Sialnya, air mata Rei keluar tanpa diminta. Dia benar-benar takut, apalagi sekarang cowok itu mengeluarkan sebuah senjata tajam yang sudah tidak perlu lagi diterka apa namanya. Semua orang bahkan tahu bahwa itu adalah benda yang lebih pantas dipergunakan untuk memotong buah dan sayur daripada diarahkan ke makhluk bernyawa.
"Lo tau kan ini apa?" Tunas mengeluarkan senyum pedasnya. "Lo mau gue arahin ini ke elo?"
"J-jangan kak, ampun kak!"
"Apa lo ingin jadi bumbu pertama berjenis kelamin cowok di toko roti?"
Rei menggigit bibir. Oh tidak, apakah ini akan menjadi akhir kehidupannya? Rei memilih memejamkan mata begitu melihat benda yang masih di genggaman Tunas itu perlahan-lahan mendekatinya bak ingin menusuknya, mengulitinya, dan menyelamatkannya dari penderitaan tak berujung. Baiklah, mungkin memang lebih baik mengakhiri semua ini daripada terlalu lama tenggelam dalam lautan mengerikan nan kelam Toko Roti Bersama.
Tapi ....
Sebuah suara familiar terdengar, suara itu awalnya jauh dan lama-kelamaan mendekat. Hanya orang gila atau orang bodoh yang tidak mengetahui kalau suara itu adalah sirene polisi!
Para pemilik toko roti langsung gelapan.
"Tunas!" teriak Tari. "P-polisi!"
"Gawat! Gimana nih?"
"Lari, cepetan!"
Di tengah kepanikan itu, Rei menghela napas lega. Ternyata pertolongan memang datang disaat yang tepat. Tetapi lagi-lagi hal yang tak diinginkan terjadi.
Bum!
Sebuah granat asap 250 gram berisi hexachloroethane-zinc dan aluminium granular sebagai gas putih yang biasanya betujuan untuk berperang tiba-tiba saja menyebar di seluruh ruangan dan menutupi pengelihatan para pemilik toko roti yang justru malah menyebabkan keadaan semakin ricuh. Mereka saling berteriak seraya berusaha melarikan diri sebelum para polisi segera menggrebek toko roti dan menangkap semuanya.
Ketika granat asap itu mulai memudar, nampaklah beberapa pemilik toko roti yang ternyata sudah tidak lengkap. Hanya ada beberapa dan dengan sigap para polisi mendobrak pintu toko roti dengan kasar.
"Jangan bergerak atau kami tembak!" Para polisi mengarahkan senjata api mereka pada kerumunan pemilik toko roti. "Kalian kami tangkap! Menyerahlah!"
"Iya, iya, kami tau," cetus Kuro dengan wajah masam.
"Huft ... merepotkan," balas Ryo.
Karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, para pemilik toko roti memasrahkan diri dan berlutut. Menyerahkan diri sebagai kerumunan tersangka. Di balik para polisi yang sedang sibuk memborgol, tampaklah wajah seorang cewek yang tak asing dan masih dilumuri amisnya darah.
"Wow coba liat, siapa yang udah nyelamatin gue?" Rei mengembangkan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOL 1 : The Gift✔
Mystery / Thriller[BREAD OF LOVE SERIES 1/END] Bread of Love adalah sebuah cerita yang diangkat dari 2 tema, yaitu cinta dan pengkhianatan. Dengan dicampur bumbu misteri yang sengaja disuguhkan untuk kalian, wahai para detektif yang selalu haus misteri! Berkisah tent...