[BOL 1 - The Gift] Epilogue

70 7 2
                                    

EPILOGUE : 20/20.

LAGI, aku kembali teringat pada kejadian malam itu. Saat 'dia' mengenalkanku pada sebuah kegiatan pembunuhan pada seorang gadis yang dengan mudah mengkhianatinya tanpa rasa bersalah. Memang, semua itu terjadi begitu saja dengan cepat. Aku melihatnya menghilangkan nyawa tepat di depan kedua mataku. Sensasi mengerikan, menyeramkan, ketakutan, kegilaan, serta kenikmatan bersatu padu. Seakan-akan kembali mengingatkanku pada wanita yang kucintai dan telah mati tanpa sebab yang jelas.

Keesokannya kami berdua memutuskan untuk membentuk sebuah tempat yang dikatakan mampu menampung kesedihan bekas pengkhianatan dari kekasih yang dicintai. Tempat yang cukup baik untukku, toko roti yang menjual bermacam roti di sana.

Toko Roti Bersama telah menyatukan kami semua. Seorang lelaki yang pilu akibat wanitanya telah meninggal, seorang yang menyayangi adiknya dan ingin memberikan hadiah, seorang kakak yang ingin menjodohkan adiknya dengan lelaki yang dicintai si adik meski dia sebenarnya tak rela, seorang lelaki kaya raya dan berakhir dimanfaatkan pacar, seorang fotografer yang diam-diam diselingkuhi, serta seorang wanita yang memiliki kepribadian mirip lelaki dan dikucilkan. Kami telah disatukan dengan ikatan kuat yang takkan patah.

Namun semenjak bocah itu muncul, Rei Kusumawijaya, semua ini menjadi berakhir. Persahabatan kami seakan dipatahkan oleh tipu muslihatnya, bersama dengan detektif muda yang cerdik itu ... kini kami harus berakhir dalam sel dinginnya penjara. Mereka berdua sungguh menyebalkan.

Tap tap.

Langkah kaki yang sudah sering biasa kudengar itu perlahan menyapa indera pendengaranku. Aku sudah tahu asal suara itu. Aku sengaja melirik ke bawah saja, sebuah sepatu pantofel hitam bergerak mendekat ke arah selku. Sang pemilik langkah kaki mulai membuka suara.

"Oi, kau! Makan nih!" seru seorang sipir berkumis tebal sembari melemparkan sekotak makanan untukku. Isinya adalah nasi dan sop tanpa garam, benar-benar sebuah makanan tak layak makan. Hukuman untuk kami seharusnya adalah hukuman mati, tetapi karena kami masihlah seorang bocah di bawah umur akhirnya hukuman kami dipersingkat. Kalau toh memang hanya ingin kami mati, kenapa tidak melakukannya? Kenapa harus ribet-ribet menyiksa kami terlebih dahulu di dalam sel yang sempit dan bau seperti ini? Apalagi diberi makanan tak layak macam itu! Sebenarnya kami tak masalah jika harus mati, toh untuk apa gunanya hidup?

"Gue gak mau makan," balasku ketus.

Sang sipir melototiku dalam-dalam. "Tau diri, dong! Masih mending gak jadi mati, malah sok gak mau makan."

Cih!

Dengan rasa malas, aku perlahan meraih kotak makanan itu. Begitu aku membukanya, benar saja. Isinya sudah sangat jelas dengan apa yang kuprediksikan. Setelah kami divonis hukuman penjara lima belas tahun, kami pun mendapatkan sel yang terpisah. Hal ini cukup menyebalkan, pihak kepolisian takut kalau kami bersama-sama akan merencanakan cara untuk melarikan diri dari sini. Karena itu kami pun akhirnya dipisahkan dengan sel masing-masing.

Sang sipir melirikku sinis lalu berjalan meninggalkanku. Aku sempat melihatnya dari tepi-tepi besi sel, sipir tersebut melangkah dengan kerumunannya. Mereka tampak membicarakan sesuatu yang penting, air mukanya bahkan sangat serius. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan.

Aku mulai menggerakan sendok dan memakan nasi dengan sayuran hambar itu. Suara sang sipir yang setengah berteriak terdengar sampai ke selku.

"Huh? Serius? Salah satu dari mereka berhasil kabur?" ricuh seorang sipir yang tadi telah mengantarkanku sekotak makanan.

Sendok yang kupegangi semakin kueratkan dalam-dalam, sudah kuduga. 'Dia' yang telah membunuh gadisnya, 'dia' yang telah mengajariku menjadi seorang pembunuh berdarah keji, serta 'dia' yang telah mengajakku membangun Toko Roti Bersama ... sudah kuduga. 'Dia' tidak akan semudah itu melarikan diri.

Now i can see exactly who you are pretending.

Tetapi ... hal yang tak dapat kuterima; mengapa 'dia' melarikan diri sendirian? Mengapa 'dia' membiarkan kami di dalam penjara seperti ini? Mengapa 'dia' tega melihat kami menderita sementara 'dia' bersenang-senang di dunia luar? Mengapa 'dia' begini setelah 'dia' yang mengajari kami cara untuk menjadi seorang pembunuh? Apakah dia melupakan kami? Dasar egois, lihat saja! Lima belas tahun ke depan ... aku akan membalasmu!

We used to be alright, don't lie.

Ah, lucunya. Kupikir diriku akan berpasrah dan mencari cara untuk mati saja daripada memasrahkan diri di atas perlakuan buruk ini. Toh, orang yang kucintai telah meninggalkanku. Tetapi ternyata, sekarang aku malah memiliki alasan hidup yang baru.

Now i can see that you were never honest with me.

Sekarang, ingatlah satu kunci ciri khas dari kami; Toko Roti Bersama sangat membenci pengkhianatan. Atas pengkhianatan itu, kau, temanku, tidak akan hidup tenang!

I will never let you back into my life!

Aku akan membalas dendam seluruh pemilik Toko Roti Bersama! Itulah tujuanku hidup sekarang ini!

Lihat aja, aku akan mewujudkannya!

Hahahaha.

-Fin.

BOL 1 : The Gift✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang