"Selesai!"
Adit yang sejak tadi duduk menyandar di sofa sambil menonton televisi tanpa suara, kini melirik ke bawah, menatap putrinya yang bersorak senang karena baru saja selesai mengerjakan tugas sekolahnya.
Amanda duduk bersila di atas karpet, dia menggunakan meja di depan sofa untuk mengerjakan tugas sekolah.
"Coba Papa periksa." Ujar Adit, dia mengambil buku tulis Amanda dan memeriksanya. "bagus, anak Papa pintar." Puji Adit pada Manda hingga putrinya itu tersenyum girang.
Amanda merapikan alat tulisnya, lalu beranjak naik ke atas sofa untuk meletakkan kepalanya di atas pangkuan Papanya. Amanda tidak lupa menarik telapak tangan Adit ke atas kepala, tanda dia ingin Ayahnya mengelus-elus kepalanya. Ini adalah kebiasaan yang selalu Amanda lakukan bersama Mamanya dulu.
Adit melakukan apa yang Amanda mau, matanya menyendu menatap putinya. Jika saja istrinya tidak pergi secepat ini, Amanda pasti bisa lebih bahagia lagi.
"Pa," panggil Amanda.
"Ya, sayang?"
"Tante Calista itu baik banget, ya."
Dahi Adit mengernyit karena tiba-tiba saja Amanda membicaakan Calista. "Iya, tante Calista kan memang baik orangnya."
"Manda suka deh kalau di peluk sama tante Calista. Hangat. Kaya di peluk sama Mama dulu."
Adit tertegun. Suara putrinya terdengar lirih saat mengatakan kalimat itu.
"Setiap kali Manda sedih dan kangen Mama, Manda suka minta di peluk sama tante Calista. Terus, kita berdoa bareng buat Mama dan Mamanya tante di surga. Manda jadi nggak sedih lagi setelah itu."
Adit berdehem pelan. Tangannya yang sempat terhenti mengelus kepala putrinya, kini kembali bergerak. "Itu karena Tante Calista juga seorang Ibu. Jadi–"
"Bunda Wani, adiknya Papa juga seorang Ibu, kan? Tapi Manda nggak merasa kaya di peluk Mama kalau lagi di peluk Bunda." Sela Amanda dengan wajah yang kini menengadah menatap Papanya.
Wajah Adit tampak kebingungan sekarang. "Terus... Manda mau Papa gimana?"
Amanda tersenyum jahil menatap Papanya. "Papa pacaran kan sama tante Calista? Kenapa Papa nggak menikah aja dengan tante, biar tante bisa jadi Mamanya Manda. Eh, Ibu dong manggilnya, kan Dimas sama Azka panggil Ibu."
Adit tertawa canggung. Wajahnya sedikit memerah saat dia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Manda, masih kecil kok udah ngomong pacar-pacaran sih. Papa sama tante Calista nggak pacaran."
Manda segera duduk bersila di samping Adit, gayanya yang sok dewasa membuat Adit menatapnya geli. "Papa jangan bohong deh, Manda sering lihat Papa senyum-senyum kalau lihatin tante Calista. Udah gitu juga sering elus-elus kepala tante. Kan kalau orang pacaran begitu."
Adit tertawa semakin geli. "Tahu dari mana orang pacaran begitu?"
"Lihat dari kakak-kakak sekolahan yang sering duduk-duduk di halte itu loh, Pa... mereka suka pacaran di sana, terus elus-elus kepala."
Tawa Adit semakin menjadi hingga membuat Amanda cemberut. "besok-besok kaca mobilnya Papa kasih penutup biar kamu nggak lihat kakak-kakak pacaran lagi."
"Nggak apa-apa, kan masih bisa lihat Papa sama tante pacaran. Cie... pacaran cie..." Manda menggerak-gerakkan telunjuknya di depan Adit dengan gaya menggemaskan. Membuat Adit gemas dan menariknya ke atas pangkuan lalu mencium gemas wajah putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CALISTA Book 2
General FictionSebagian cerita sudah di hapus Mengarungi kehidupan rumah tangga yang berakhir menyedihkan membuatku hanya menginginkan satu hal jika pun aku akan menikah lagi nanti. Tolong, cintai aku. - Calista