Resya sedang duduk di pinggir lapangan yang telah disediakan sebagai tempat para wali murid yang hadir untuk menyaksikan perlombaan anak-anak mereka. Di sekelilingnya ada beberapa orangtua teman-teman anaknya juga yang saling berbincang mengenai apa pun termasuk membicarakan orang lain.
Saat Resya melihat Calista dan Revan baru saja datang, Resya melambaikan tangannya pada Calista sambil memanggilnya kuat. "Ta! Sini!"
"Eh, itu Bu Calista, kan?" bisik salah satu Ibu-Ibu di sana.
"Iya, udah jarang banget ya Bu Calista kelihatan."
"Semenjak cerai sama suaminya, terus melahirkan, Bu Calista udah jarang banget ke sekolah. Mantan suaminya terus yang kelihatan."
"Tapi kok itu mereka datangnya barengan, ya? Jangan-jangan udah rujuk."
"Setahu saya sih belum, Bu..."
"Sayang banget, ya, mereka cerai. Padahal kita nggak pernah dengar rumah tangganya kenapa-napa kaya rumah tangganya Bu Dewi kemarin."
"Tapi Bu, katanya Bu Calista sekarang tinggalnya di panti asuhan, tempat tinggalnya dulu sebelum menikah. Kalau gitu kayanya yang salah itu Bu Calista deh, sampai mantan suaminya ngebiarin dia tinggal di sana sama anak-anaknya. Padahal kan suaminya orang kaya."
"Iya, bener-bener. Mungkin kesalahan Bu Calista udah nggak bisa di tolerin suaminya lagi."
Telinga Resya benar-benar panas mendengar pergosipan perempuan-perempuan di sekelilingnya.
"Bu Resya, Bu Resya."
"Kenapa?!" tanya Resya galak.
"Bu Resya kan dekat banget tuh sama Bu Calista, dulu juga tetanggaan, kan? Bu Resya pasti tahu dong kenapa mereka itu bercerai."
Resya menahan emosinya yang terasa di ubun-ubun. Lalu dia tersenyum manis pada mereka semua. "Maaf ya Ibu-Ibu... saya memang dekat banget sama Calista. Tapi ya gimana ya, Calista itu tipe perempuan yang nggak suka mengumbar aib keluarganya sendiri, apa lagi aib orang lain. Beda banget loh sama kita-kita yang lebih sering berkomentar soal hidup orang lain tapi lupa benahin hidup sendiri," Resya tertawa menyebalkan lalu mengangguk sopan. "permisi..."
Resya melangkah tergesa-gesa menyusul Calista dan Revan yang terlihat ingin menghampirinya.
Calista menegur Resya. "Loh, Sya, kamu mau kemana? Kita baru aja mau–"
"Cari tempat duduk lain aja deh, Ta," dumel Resya, "hai, Van."
Revan mengangguk singkat, lalu dia melirik Calista bingung karena melihat wajah kesal Resya.
Setelah mereka memilih duduk di salah satu undakan tangga, Resya masih terdengar mendumel pelan. Namun saat Calista bertanya kenapa, Resya hanya menggelengkan kepala. Kalau saja Revan tidak ada di sana, dia pasti sudah mengatakannya pada Calista.
"Suami kamu nggak ikut, Resya?" tanya Revan.
Resya menggelengkan kepalanya lalu mendengus kecil. "Langit bisa runtuh, Van, kalau dia bisa punya waktu ke sekolah."
"Kerja?" tanya Revan, Calista meliriknya tak percaya.
Sedangkan Resya menatap Revan datar. "Ya iya lah kerja, masa suami gue ngepet." Cetusnya.
Revan tersenyum kecil, dia tahu bagaimana Resya yang ceplas ceplos dan tidak terkejut lagi.
"Ada-ada aja deh pertanyaan kamu." Omel Calista pada Revan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CALISTA Book 2
General FictionSebagian cerita sudah di hapus Mengarungi kehidupan rumah tangga yang berakhir menyedihkan membuatku hanya menginginkan satu hal jika pun aku akan menikah lagi nanti. Tolong, cintai aku. - Calista