5.3

10.5K 1.5K 260
                                    

Pukul delapan pagi, seluruh keluarga Revan sudah berkumpul di meja makan. Keluarga lainnya yang semalam hadir sudah kembali pulang ke rumah mereka, hanya Akbar saja yang menginap di sana. Dan pagi ini, ketika Akbar bergabung bersama yang lain di meja makan, dia langsung mengamati gerak gerik Calista dan Revan sambil tersenyum-senyum. Apa lagi dia melihat rambut Calista yang basah, membuatnya semakin ingin tertawa nista.

Revan duduk tenang di samping Dimas, bercakap-cakap kecil dengan putranya. Sedangkan Calista menyuapi Azka, dan yang lainnya tampak mengobrol sambil menikmati sarapan pagi.

"Sarapan lo?" tanya Bima menegur Akbar yang hanya duduk diam.

Mendengar itu, Calista menoleh pada Akbar. "Gue tadi kebanyakan masak omelet buat Azka, ada di lemari makan tuh kalau lo mau."

Akbar sejak tadi tampak berpikir lama hingga dahinya sedikit berkerut, namun kini dia terlihat menyeringai kecil. "Ya ampun mbak, lo baik banget sih sampai nyisahin omelet buat gue. Padahal gue tahu lo pasti kecapekan banget."

"Apa deh lo, cuma buat omelet juga. Itu pun buat Azka." Balas Calista.

"Ah, nggak apa-apa, mbak, gue ngerti kok." Kini Akbar melirik Revan. "lo sih, bang, nggak punya hati banget. Nggak tahu orang capek seharian ngurusin ulang tahun, masih... aja maruk."

Revan menatap Akbar tidak mengerti, namun setelah itu membuang wajah tidak peduli. Dia meraih gelasnya untuk minum.

"Lo ngomong apa sih, Bar? Masih ngigo ya lo?" omel Bima. "gue sembur air kobokan juga lo lama-lama."

Akbar mengangguk-angguk dengan wajah polos. "Iya, Bim, kayanya gue masih ngigo. Soalnya tadi gue abis mimpi ngelihat gunderuwo keluar dari kamarnya mbak Calista subuh-subuh. Gue takut aja mbak Calista kesayangan kita semua abis di apa-apain sama itu gunderuwo."

Revan tersedak minumannya, Calista menjatuhkan sendok dari tangannya hingga Azka yang sudah membuka mulutnya menatap Ibunya cemberut, sedangkan yang lain mencebik pada Akbar.

"Apa sih, Akbar, pagi-pagi masa ngomongnya udah begitu." Omel Mama Revan.

Bahkan Papa Revan ikut berkomentar. "Makanya kamu kalau tidur baca doa!"

Akbar yang tadi sempat melihat Revan tersedak kini menahan tawanya. "Tapi mimpinya kaya nyata gitu, Om, tante, Akbar jadi kepikiran. Kan banyak itu, cerita-ceria mistis, katanya kalau abis gituan sama gunderuwo, anaknya jadi mirip sama–adow!" Akbar meringis mengusap kepalanya yang baru saja Calista lempar dengan sebuah jeruk.

"Mulut lo, ya!" omel Calista sambil melotot.

Namun bukannya marah, Akbar malah tertawa-tawa tengil. "Masih banyak juga ternyata tenaga lo, mba. Gue pikir bakal lemes seharian."

Calista menggeretakkan giginya frustasi. Dia yakin sekali Akbar melihat Revan keluar dari kamarnya pagi tadi. Dan Akbar yang bermulut besar ini pasti sulit sekali menutup mulutnya dengan senang hati.

"Tapi kok cerita kamu serem banget sih," kini Kila ikut berkomentar. "Ma, Kila pindah kamar aja deh. Kamar kila sama kamar yang ditempati Calista kan deketan. Mana Kila lagi hamil."

"Sayang," tegur Ethan terkekeh geli. "kamu percaya sama gunderuwo?"

"Aku lagi hamil, sayang, jadi parno aja. Takut baby kenapa-napa."

Sekali lagi, Akbar menatap Revan yang kini menatapnya tajam. "Nggak apa-apa, mbak... kayanya it gunderuwo cuma ngebet sama Mbak Calista. Dia doyannya sama janda anak dua. Iya, nggak, bang?"

CALISTA Book 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang