"Eh, ada Dimas!" pekik Akbar heboh begitu dia masuk ke apartemen Revan setelah pemilik apartemen membukakan pintu untuknya dan Bima. "Diiiiim!" Akbar melompat ke atas sofa dan duduk di sebelah Dimas lalu memeluk bocah itu erat-erat.
"Aduh, Om... sakit! Jangan kuat-kuat peluknya!"
"Biarin. Abis Dimas sombong, jarang ketemu sama Om."
"Om, sakiiiiit. Ayah!!!!"
Dari belakang sofa, Revan memukul kepala Akbar sampai sepupunya itu mengaduh dan melepas pelukannya.
"Apa sih lo, bang?!" protes Akbar.
"Lo nggak lihat Dimas lagi makan? Kalau sampai keselek gara-gara lo pelukin gimana?" omel Revan dengan wajah datarnya.
Bima yang berdiri di belakangnya terkekeh pelan. "Lo sih, Bim. Meluk anaknya nggak kira-kira." Bima menghampiri Dimas lalu berjongkok di depannya. "terima kasihnya mana?" tanya Bima pada Dimas.
Dimas yang sedang mengunyah nasi goreng buatan Ayahnya mengernyit dengan kepala memiring ke kanan. "Kenapa Dimas harus bilang terima kasih?"
Bima mendengus. "Itu yang kemarin beliin kamu baju personil lengkap Avenger memangnya siapa?"
Kedua mata bulat Dimas terbelalak lucu. Dia menepuk dahinya sendiri sambil tersenyum lebar. "Oh iya, lupa! Makasih Om, Bimaaaaaa."
Bibir Bima terangkat kecil menatap keponakannya, tidak lupa mengacak rambut Dimas. "Suka nggak?"
"Suka! Lengkap banget. Sampai perisai dan palunya Thor juga ada."
"Iya lah! Nyarinya aja susah. Awas kalau sampai rusak."
"Nggak dong... udah Dimas suruh Ibu yang jagain."
"Eh iya," Bima celingukan seperti sedang mencari sesuatu. "Ibu sama adik kamu di mana?"
"Pergi."
"Pergi?"
"Iya."
"Ke mana?"
"Nggak tahu. Perginya sama Om Adit, sama Manda juga."
Adit. Bima lumayan mengenali nama itu meski tidak pernah bertemu orangnya langsung. Azka dan Dimas sesekali pernah menyebut nama Adit dalam percakapan mereka hingga Bima tahu siapa Adit bagi Calista.
"Kok Dimas malah di sini? Nggak ikutan sama Ibu?"
Dimas menggeleng pelan. "Dimas kangen Ayah. Jadi di sini aja sama Ayah, besok baru pulang ke panti."
Tawa menggelegar Akbar terdengar hingga membuat semua orang menatapnya. "Untung aja ada Dimas ya, bang. Jadi lo punya sekutu. Kalau nggak, bener-bener nelangsa hidup lo, bang."
Bima dan Revan mengerti apa maksud ucapan Akbar. Bima melirik Revan yang masih berdiri di balik sofa, namun karena di tatap seperti itu Revan segera beranjak ke dapur.
"Lo berdua lapar nggak?" tanya Revan.
"Nggak usah repot-repot masakin, bang. Kita berdua udah makan kok tadi." Jawab Akbar.
Dari balik pantry, Revan melirik keduanya sekilas sambil membersihkan dapur. "Maksud gue kalau kalian lapar pesan makanan sendiri. Nasi gorengnya udah abis."
Kini tawa Dimas terdengar. "Ye... Om Akbar ge er! Siapa juga yang mau ngasih Om Akbar makan. Ayah kan tadi masaknya cuma dua piring. Buat Dimas satu, buat Ayah satu."
KAMU SEDANG MEMBACA
CALISTA Book 2
General FictionSebagian cerita sudah di hapus Mengarungi kehidupan rumah tangga yang berakhir menyedihkan membuatku hanya menginginkan satu hal jika pun aku akan menikah lagi nanti. Tolong, cintai aku. - Calista