• Hurt Space 03 •

53 6 1
                                    

'Aku pikir semua orang butuh dan berhak atas kasih sayang'
.
.
Happy reading!
.
.

Kinta sedikit terkejut saat sampai rumah Ia melihat di depan gerbang rumahnya terdapat sebuah mobil yang sangat Ia kenal dan disebelahnya ada satu mobil yang tidak pernah Ia liat.

"Assalamualaikum, kinta pulang" ucapnya setelah membuka pinta rumah yang tidak terkunci. Tak ada sahutan. Ia memilih naik ke kamarnya namun langkahnya terhenti saat mendengar suara keributan. Suara itu berasal dari kamar orang tuanya. Perlahan Ia mulai mendekati kamar itu. Terdengar suara dua orang yang sedang bertengkar.

"Selalu saja" ucapnya malas kemudian beranjak pergi meninggalkan tempat penuh aura kemarahan. Namun langkahnya kembali terhenti ketika mendengar suara pecahan gelas. Tanpa berpikir panjang Ia segera memutar knop pintu itu melihat kamar yang menampilkan mamanya tersungkur di lantai menangis dengan wajah merah dan beling pecahan gelas di sampingnya sedangkan papanya berdiri dihadapan mamanya.

"MAMA!" Kinta segera menghampiri mamanya dan memeluk erat tubuh yang sedang gemetar itu.

"Kamu ngapain disini sayang?" ucap Dinda menghapus air matanya.

"Kamu gausah ikut campur urusan kami kinta" kali ini papanya yang bersuara.

Kinta yang kini sudah menangis menatap mata papanya tajam, melepaskan pelukannya.
"Apa papa suka liat mama kaya gini? Apa papa suka liat aku menderita karena mama menderita? Papa tega"

"Kinta jangan kurang ajar kamu! Jangan buat papa marah juga sama kamu!"

"Apa? Papa mau marah juga sama Kinta? Silahkan pah lakuin itu, lakuin apa yang papa lakuin ke mama!" Kinta sudah emosi bahkan nadanya sekarang meninggi tak peduli yang dihadapannya ini adalah Tama, papanya.

"Kinta udah sayang, mama gpp" ucap Dinda menenangkan anaknya. "Mas kamu meningan keluar dulu jangan lakuin apa apa lagi" lanjutnya beralih ke Tama. Kemudian Tama keluar dari ruangan itu, menutup pintu meninggalkan dua perempuan yang masih setia dengan posisinya.

Kinta kembali memeluk tubuh Dinda dengan erat seolah menyalurkan energi ke tubuh
Dinda dan dibalas tak kalah erat oleh mamanya itu.

"Kinta takut mama kenapa kenapa" ucap Kinta disela sela tangisnya.

"Mama gpp ko kinta, sini berdiri" Dinda menarik tangan Kinta untuk berdiri lalu duduk di tepi kasur diikuti oleh Kinta.

"Kamu jangan kaya gitu ya sama papa, gaboleh gasopan" ucap Dinda sangat lembut.

"Kinta cuma mau belain mama, kinta sayang banget sama mama, kinta gamau kehilangan mama, kinta gamau papa selalu kasar sama mama, kinta mau papa menyayangi mama layaknya seorang suami dan istri"

"Mama paham sayang" Dinda memeluk kinta mencoba menenangkan. Ia pikir ini semua salah masa lalunya yang membuat Kinta harus menanggung penderitaannya.

Rasanya sakit melihat putri satu satunya ini menangis karena menyaksikan Tama bermain fisik kepada dirinya, yang seharusnya tidak dilihat oleh seorang anak. Tapi kejadian ini sudah biasa menurut Kinta karena sejak dulu sikap papanya memang seperti ini. Tidak pernah sayang dan peduli, hanya melakukan tanggung jawabnya saja menafkahi.

"Kinta panggil mbok yus ya ma buat bikin teh anget sama beresin beling beling ini, mama istirahat aja disini"

"Makasih ya sayang" sebelum Kinta pergi Dinda mengecup puncak kepalanya.

Hurt SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang