RAY, ROI AND REI

22.7K 870 46
                                    

Arkan menatap satu persatu anaknya serius

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arkan menatap satu persatu anaknya serius. Tatapannya memicing, menghunus, ketiga anaknya yang tengah memberikan reaksi tubuh yang berbeda-beda.

Ray, dengan tampang santai sekali, menyandarkan tubuh di badan sofa serta kaki kanan yang ditaruh di atas kaki kiri.

Roi, dia malas disidang oleh Papanya. Tanpa takut, Roi menatap Papanya tajam dengan tangan bersedekap.

Sedangkan Rei nampak tegang dengan keringat di pelipis. Bibirnya tak berhenti komat-kamit.

"Cepetlah, Pa. Pengen keluar sama temen-temen, nih," ketus Roi memutar bola mata malas.

Sudah terhitung 1 jam Arkan mengumpulkan anaknya. Tapi tak kunjung berbicara. Sedari pulang sekolah tadi, sampai belum sempat mengganti seragam, Arkan menyuruh mereka kumpul.

"Ke mana?" tanya Arkan.

"Cafe kayak biasanya," balas Roi sekenanya.

"Kalian sudah besar. Lima belas tahun, pikiran kalian harus sudah mulai matang," tegas Arkan memulai tujuannya mengumpulkan ketiga anaknya.

"Kalian penerus usaha Papa yang turun temurun dari Grandpa, jika kalian mampu. Kalau kalian tidak mau juga terserah. Tapi Papa harap, terutama kalian berdua, Ray dan Roi, bisa nerusin usaha Papa."

"Iya tau," sewot Roi.

"Roi, jangan sampai Papa bunuh kamu," sinis Arkan melirik Roi tajam.

"Maaf," jawab Roi malas.

"Langsung ke inti aja, Pa. Papa mau ngomong apa?" tanya Ray masih punya sopan santun.

"Untuk Ray dan Roi, Papa harap kalian lulus dengan nilai yang memuaskan. Memuaskan bukan berarti harus menjadi terbaik, Papa harap kalian paham," papar Arkan serius "Roi, jangan aneh-aneh kalau kamu keluar sama teman-teman," peringat Arkan untuk Roi saja.

"Gak aneh-aneh, bukan Roi namanya," seloroh Roi santai sekali. Keras kepala bila dinasehati membuat Arkan mendelik. Roi langsung tersenyum kikuk.

"Untuk Rei, Papa enggak menuntut kamu untuk bisa seperti kedua kembaran kamu. Kalau kamu unggul di bidang seni menggambar dan melukis, silahkan dikembangkan. Papa akan beri fasilitas yang lebih baik jika kamu berhasil di bidang itu," papar Arkan dikhususkan untuk Rei. Mengetahui karakter otak Rei yang loadingnya lama masalah mata pelajaran.

"Tapi kalau nilai Rei jelek, Papa sama Mama pasti kecewa," keluh Rei sedih.

"Lo beda. Yang penting lo udah bisa berprestasi dengan bakat lo itu, Papa sama Mama bangga," sahut Roi menimpali.

Arkan mengangguk setuju.

Roi berujar lagi, "Kayak gue, dong. Walaupun nakal, biang onar, tapi tetep pede jadi orang."

"Lo emang harusnya dibuang, sih, dari keluarga ini," sindir Ray lancar jaya.

Roi menoleh ke samping kiri. Menatap Ray sinis. "Apa lo bilang?! Lo nantang gue? Yuk, gelut langsung sini!"

𝐀𝐑𝐊𝐀𝐍 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang