Part 16

29.1K 4.1K 164
                                    

"Kalian berdua akan di tempatkan secara terpisah," seru pria berbadan kekar masuk ke dalam gedung kosong nan kumuh. Pria itu menghampiri kedua gadis yang menatapnya sinis namun tak bisa berbuat apa-apa.

Di melepaskan ikatan di kaki Acha. Mengangkat tubuh Acha untuk berdiri dan menyeretnya berjalan dengan kasar. Kaki yang tak terbalut alas harus tergores kerikil kecil. Rasa sakit yang dirasakan semakin menjadi. Darah yang mengering kembali terbuka hingga jejak kakinya begitu nampak di ikuti garis merah.

Acha meronta tak ingin ikut dengannya, tetapi kekuatan lelaki berbadan besar itu tak sebanding dengan kekuatan gadis kecil hingga dia kewalahan dan pasrah. Entah dirinya mau di bawa kemana. Pasti tuan putri lah yang menyuruhnya.

Di luar gudang orang-orang gagah berbaju hitam menjaga ketat gudang kosong ini. Beberapa senjata api dan pisau terpasang begitu elok di tangan mereka. Masker hitam menutupi setengah wajah mereka sehingga Acha tak mampu melihatnya dengan jelas.

Pagi ini seharusnya mereka olahraga, bukan malah diam kaku kek mayat idup. Oceh Acha kesal dalam hatinya.

Mereka menghadap ke Acha secara serempak. Pandangan mereka mata menatapnya tajam. Gadis itu sedikit tersentak dan nyalinya menciut.

Astaga, apa mereka denger ocehan gue? Serem amat sih tatapannya.

Terlihat wanita setengah baya berlari kecil ke arah Acha. Tangannya membawa sepasang alas kaki di sebelah kanan. Wanita itu berhenti tepat di depan Acha, beliau tersenyum lalu menyerahkan sandal ber-merk Swallow padanya.

"Pakailah nak!" Wanita paruh baya itu berseru.

Oh Tuhan!! Baik sekali wanita itu pada Acha, dia bahkan membawakan sandal untuk dirinya pakai sebagai alas. Kakinya memang terasa sudah sangat sakit, dia menerimanya dengan sangat sangat senang.

Nafasnya terhela pelan, ia tak tau harus berbuat apa, bahkan untuk berterima kasih pada wanita itu pun rasanya begitu sulit. Takut. Gelisah. Senang. Bahagia bercampur aduk menjadi satu. Acha mencoba untuk buka suara dana mengatakan ucapan terima kasih walau mulutnya tersumpal kain.

"Mammphh kashmppihh," seru Acha tak jelas dengan air mata yang mengalir. Wanita itu mengerti apa yang diucapkan Acha, lantas beliau tersenyum dan mengangguk. Tangannya terulur dan menghapus air matanya.

"Jangan menangis, semua masalah akan cepat selesai," kata wanita itu berbisik padanya.

Acha mengangguk dan langsung memakai alas kaki ber-merk Swallow itu. Lelaki itu kembali menggeret Acha lagi. Dia membawa gadis cupu itu ke lantai atas gudang ini. Gadis itu mengikuti langkahnya, dia tak akan bisa kabur karna penjagaan sangat ketat.

Satu persatu kaki kecil itu melangkah, pria itu menyuruh Acha untuk berjalan di depannya. Dia sudah tak menyeretnya lagi dan berjalan di belakang gadis itu. Tangannya masih terikat kuat sehingga berjalan sedikit susah dan hampir terjungkal ke depan. Gadis itu berhenti dan menghadap orang itu.

Dia akan meminta untuk di lepaskan tali tangannya.

Acha menyodorkan tangannya. Lelaki itu mengangkat kedua alisnya. "Lepphha mpsphhkan sampphh mpphhkit." Acha menggoyangkan tangannya di depan wajah pria itu.

Untung saja pria berbadan kekar itu peka. Tidak seperti cowok biasanya yang sok-sokan gak peka padahal tau maksud kode ceweknya. Upss *plakk-

Lelaki itu mengulurkan tangan lalu membuka ikatan tali secara perlahan. Gadis itu bernafas lega ikatan tali di tangannya terlepas. Akhirnya tangannya bisa kembali digerakkan. Rasanya sangat keram dan kaku. Sudah berapa lama tangannya terikat seperti ini?

Acha mengarahkan tangannya untuk membuka kain itu. Pria tadi bergegas mencekal tangan Acha dan akan mengikatnya lagi namun terlambat karna Acha sudah melepas kain dari mulutnya. Sebelum pria itu memukul keras kepalanya dan membuatnya pingsan dengan cepat ia berkata, "Aku gak bakal berteriak."

Tangan yang tadinya melayang diudara kini kembali turun.

"Cepat jalan!!"

Gadis itu terus berjalan hingga berada di dalam sebuah ruangan putih yang sangat berbeda dengan tempatnya bersama Kalila tadi. Ketika ia masuk ke dalam ruangan itu matanya sukses melotot dengan sempurna.

Sebuah kamar bernuansa putih dan pink layaknya kamar tuan putri yang ada di dalam mimpinya. Ini memang kamar impiannya waktu kecil, tapi keadaannya sangat berbeda. Dia mengamati seluruh isi kamar yang ada di gudang kosong ini. Dia heran, gudang kosong nan kumuh ada kamar yang begitu apik dan indah.

Dinding-dinding kamar putih itu di penuhi foto-foto beberapa orang yang sangat Acha kenali. Termasuk foto dirinya sendiri.

Vania. Acha. Cici. Freya. Riska. Arjuna. Satria. Keynan. Doni.

Kening gadis itu membentuk beberapa kerutan melihat tanda silang merah pada satu foto disana. Yaitu, Vania.

Tunggu!?

Vania??

Bukankah yang di culik oleh Gendis itu Kalila dan dirinya? Tapi, kenapa foto tersebut menandakan tanda silang pada Vania dan bukan Kalila atau Acha?

Lalu bagaimana kabar Vania sekarang? Apakah dia baik-baik saja? Atau tidak baik-baik saja?

Acha tak tau.

Gadis itu memijat pelipisnya. Kenapa semua ini begitu rumit.

Niatnya merantau karna ingin hidupnya tenang bukan malah menjalankan kehidupan yang keadaan semakin rumit seperti bola jahit yang di gumpal acak.

Acha mendekat dan melihat foto itu semakin lekat. Memperhatikan satu persatu foto yang di ambil oleh seseorang dan di tempel di dinding itu. Wajah mereka semua sama, sedang tersenyum memperlihatkan wajah mereka yang sangat tampan dan cantik.

Kecuali dirinya yang datar dan tidak ada raut wajah senang sama sekali. Aih, tidak bisakah orang itu mengambil gambar dirinya sedikit bagus? Kan dia juga ingin terlihat cantik.

Gadis itu menghela nafas kasar. Dia memandang satu persatu orang di dalam foto itu.

Sebentar!!

Sepertinya ada yang kurang.

Acha kembali menghitung foto itu.

"Satu,"

"Dua,"

"Tiga,"

"..."

"Sembilan orang,"

"Vania, Riska, Cici Freya,...." Gadis itu bergumam pelan. Melirik pria yang masih setia memperhatikan dirinya.

"Kalila, kenapa dia gak di foto juga?" gadis itu bermonolog pelan agar tak di dengar pria itu.

Astaga, Acha baru sadar jika foto Kalila tidak ada disana. Kenapa bisa? Apa maksud semua ini?! Sebelum dia berada di gudang ini, gadis itu sedang di bully oleh geng Riska. Apa itu salah satu rencana?

Jawabannya adalah iya.

Jadi, semua itu adalah rencana dari Gendis dan juga Kalila ya? Batin Acha.

Benar saja, hanya foto mereka berdua yang tidak ada. Oh, mungkin saja Kalila belum di foto atau kelupaan. Tapi, bukankah mereka berdua sahabat baiknya Riska?

Lantas kenapa mereka berdua ingin menjadikan sahabat sebagai target? Acha tersenyum menyeringai. "Sahabat yang sejati."

Aneh saja melihat keadaan ini. Sahabat menjadi target dalam permasalahan yang Acha tak mengerti sama sekali. Lebih anehnya lagi, Acha menjadi salah satu target mereka. Apa gadis cupu ini berbuat kesalahan yang fatal?

Acha sama sekali tak tau menahu permasalahan mereka. Lantas apa yang membuat mereka ingin menjadikan Acha sebagai korban selanjutnya?!

Dan, apa yang akan mereka lakukan pada sembilan orang ini. Jika Vania sudah tersilang, berarti target selanjutnya adalah dirinya.

Arista Cantika.

Gadis itu harus cepat memikirkan untuk kabur dan pergi dari sini.

"Apakah sudah waktunya nona?"

****

DIA ACHA (PUBLISH ULANG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang