Part 7 (✓)

37.5K 5K 559
                                    

Drtt.. Drtt..

Telepon berdering terus-menerus. Matanya langsung terbuka lebar. Gadis itu tengah tertidur diatas kasur empuknya. Namun, tidurnya terus terusik gara-gara telepon sialan itu. Dia memencet tombol merah dengan sengaja, lalu kembali tidur.

Drtt... Drtt...

Telepon itu kembali berbunyi. Sepertinya orang itu tidak akan membiarkan dirinya tidur tenang. Sudah di tolak berkali-kali tetap saja tak berhenti menelponnya. Hingga akhirnya ia menyerah dan mengangkatnya.

"Ngapain sih lo nelpon gue? Lo gak tau apa gue lagi tidur cantik?"

"Gendis....."

"Gendis ya? Oke baiklah."

Tuutt... Tuutt...

Gadis itu memutuskan telepon secara sepihak. Mulutnya melengkung membentuk senyuman. Dia beranjak dari tempat tidur, dan bergegas ke kamar mandi untuk membasuh muka.

Lemarinya sangat penuh dengan baju-baju branded dan pastinya harganya di atas langit. Tapi dia tidak akan menggunakan salah satu baju itu, dia lebih memilih baju yang sederhana untuk pergi ke suatu tempat. Tak lupa untuk memoles wajahnya dengan makeup cantik.

Gadis itu mengambil ponselnya diatas nakas. Mencari nomor seseorang untuk dihubunginya. Setelah mendapatkan nomor orang yang dicari, ia langsung memencet tombol panggil.

Tak selang lama pun teleponnya terangkat.

"Hallo,"

"Kerjakan tugasmu!"

"Baik, kirimkan alamatnya padaku."

Tuutt... Tuutt...

"Selamat menikmati malam yang indah Gendis."

*****

"Malam, Pa, Ma," sapa gadis itu lalu mengambil tempat duduk di samping Mamanya.

"Malam sayang," jawab mereka kompak.

Gadis itu tersenyum saat sang Mama mengambilkan makanan untuknya. "Makasih, Mama," ucap gadis itu.

"Sama-sama sayang."

Mereka bertiga makan malam dengan hikmat. Hanya terdapat suara dentingan piring dan sendok. Tradisi yang selalu ditekankan oleh Wijaya. Tidak boleh bicara saat makan.

Wijaya dan Gina sudah menyelesaikan makannya, mereka menunggu anak tunggalnya selesai makan.

Selang beberapa menit, gadis itu sudah menghabiskan makanannya. Ia meraih air mineral dan meneguknya hingga kandas. Tak lupa juga untuk mengelap bibirnya dengan tissue yang sudah disediakan disana.

"Pa," panggil Riska.

"Iya sayang?" jawab Wijaya lalu meletakkan koran di atas meja.

"Boleh minta uang?"

Wijaya menautkan alisnya menjadi satu. "Buat apa?"

"Tugas,"

Wijaya manggut-manggut. "Butuh berapa?"

"Sepuluh juta."

Wijaya dan Gina sama-sama terkejut, tak biasanya putri tunggalnya ini akan meminta uang sebanyak itu.

"Tugas apa yang mau kamu kerjakan sampe butuh uang sebanyak itu? Apa gurumu memberikan tugas-"

"Papa mau kasih apa gak sih?" ucap Riska sedikit kesal. Ia mengerutkan dahinya.

"Riska!" tegur Gina dengan tatapan tajamnya.

Gadis itu mendengus kesal. Lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.

DIA ACHA (PUBLISH ULANG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang