EMPATBELAS : 💔

1.3K 158 49
                                    

Jisung berjalan dengan cepat, membelah kerumunan manusia yang menghalangi jalannya dengan tidak sabaran, melayang diatas pijakannya, dia meraih pintu yang besarnya dua kali lipat tubuhnya dengan panik. Saat pintu itu terbuka, semua mata tertuju padanya untuk beberapa detik, sebelum akhirnya kembali fokus dengan materi yang disampaikan dosen.

Jisung menghela napas, berjalan dengan kepala tertunduk menuju kursinya disamping Jeno.

Diam-diam Ten memperhatikan.

Jeno menyikut lengan Jisung, dia berbisik. "Telat?"

Jisung mengangguk. "Ketiduran gue" dia ikut berbisik.

Alis Jeno mengerut, merasa kalau seharian, dia tidak lihat Jisung di kamar mereka. "Ketiduran?"

"Chenle tadi lupa buat alarm"

"Ah" Sekarang Jeno paham.

Jisung cemberut. "Padahal gue udah bilang kalo ada kelas, dianya malah maksa minta ditemenin"

"Yaudah si, gapapa" Jeno cekikikan, Jisung makin cemberut.

"Untuk materi selanjutnya, kalian bisa buat ringkasan dicatatan masing-masing, karena kemungkinan saya tidak bisa masuk minggu depan" Suara tegas Dosen mereka menggema keseluruh ruangan. "Yang lain bisa langsung keluar, kecuali Park Jisung"

Jisung yang namanya disebut, menegang untuk beberapa saat, Jeno menepuk pundaknya sambil tersenyum dalam, sebelum keluar dari kelas.

Jisung menghela napas, menunggu semua orang yang berhamburan keluar kelas, sedang dia berjalan menghampiri Dosennya yang tengah merapihkan tumpukan kertas diatas meja.

Jisung berdiri kikuk, menunggu kehadirannya ditanggapi.

Pria itu memutar tubuhnya, menghadap Jisung yang berdiri dengan sangat tegap. "Jisung, saya sudah berharap banyak sama kamu, kamu ga pernah segagal ini sebelumnya"

Jisung menunduk dalam.

"Saya minta revisi ditugas terakhir kamu, masih banyak yang salah, saya tunggu sampai besok, jam delapan malam paling telat, cuma kamu yang belum dapat nilai"

Jisung mengangguk, terpaksa tersenyum. "Baik, Pak"

Yang tertua balas tersenyum, menepuk pundak Jisung dua kali sebelum melenggang pergi, meninggalkan Jisung yang menekuk kepalanya sampai lutut sambil mengerang, dia sudah berusaha sekeras yang dia bisa untuk tugasnya, tapi selalu hanya dia yang mendapat teguran.






















Jisung membanting nampan berisi makan siangnya keatas meja, membuat Renjun, Jaemin dan Haechan terlonjak kaget.

Renjun memukul kepalanya. "Kalo gua jantungan, lo mau tanggung jawab?"

"Tanggung jawab? Hamil lo?" Haechan tertawa.

Jisung berdecih keras, membanting bokongnya ke kursi, mendengus, menyuapkan satu sendok nasi kedalam mulutnya, mengunyah itu dengan cepat lalu mendengus lagi.

Jaemin merengut. "Kenapa si? Kesambet?"

Jisung menatapnya tajam, tidak bersuara.

Jaemin mengedip. "Iya, lanjutin aja makannya" dia tersenyum takut-takut.

Jeno datang dari belakang, menepuk pundak Jisung. "Kenapa? Revisi lagi?"

Jisung yang mendengar kata revisi mendadak mual, dia mengangguk dua kali.

Jeno tersenyum menyemangati. "Santai, gue bantuin, lagian materi lo ribet banget, kaya hidupnya Haechan"

Haechan melotot. "Gue lagi diem aja padahal!"

Bahagia kamu (nomor satu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang