TUJUHBELAS : 🍓

1.3K 168 34
                                    

Jisung ingat, dulu Chenle pernah bercerita tentang kisah Cinderella, tulisan dari Grimm Brothers, dia sangat marah saat mengatakan; "Ga ada kisah cinta yang beneran manis, Jisung, di dongeng sekalipun, kamu tau cerita Cinderella? Mungkin buat Cinderella, iya, dia akhirnya dapetin kebahagiaan sama pangerannya, tapi saudari tiri Cinderella, mereka dipaksa Ibunya buat potong jari kaki mereka, supaya sepatu kaca itu muat dan tetep aja pangeran pilih Cinderella yang cantik"

Jisung waktu itu tertawa, melihat betapa kesalnya Chenle, dia bilang, masa kecilnya penuh dengan kebohongan, mereka mengubah alur agar tontonan mereka laku di halayak ramai. Padahal semua orang berhak untuk mendapat cinta, begitu katanya.

Sekarang, saat mengingatnya kembali, Jisung pikir betapa masuk akalnya cerita itu. Tidak ada cinta yang mudah, juga tidak selalu ada pelangi sehabis hujan, kadang malah berakhir dengan badai mengerikan.

Setelah semua yang mereka lalui bersama, Tuhan tetap tidak memberi restu, memisahkan mereka dengan cara yang rumit dan paling Jisung benci.

.

.

.

Renjun sadar dengan perubahan drastis mood Jisung sejak terakhir dia bertemu dengan Chenle, Jisung kembali muram, mengurung dirinya di kamar seperti saat pertama Chenle pergi.

Renjun menghela napas, mengacak rambut Jisung dengan kasar. "Dia ga ganti nomer hp, lo bisa chat atau telepon, kalo kangen?"

Jisung mendengus, merapihkan rambutnya. "Engga, lah, ganggu aja"

"Serius, Jisung, gue kesel banget liat lo merengut mulu"

Jisung diam, tidak menanggapi.

Renjun mendengus. "Terserah, deh, males gue!" Dia pergi meninggalkan Jisung yang hanya meliriknya sekilas.


























Pengumuman tentang libur sebelum akhir semester dan sidang mata kuliah mereka, sudah disebar, itu libur yang amat panjang.

Ten menghampiri Jisung dibangkunya, menempel pada lengan Jisung dengan senyum manis. "Ji, liburan ini, lo yang ke rumah gue, ya?"

Jisung terdiam untuk waktu yang lama, memikirkan begitu banyak hal, tentang perasaannya, tentang Ten, tentang hubungan mereka dan tentang Chenle yang juga tidak mau pergi dari ingatan.

Ten mengguncang lengannya. "Jisung, kok bengong?"

Jisung menghela napas pelan, menatap dengan rasa bersalah pada Ten yang sudah dia abaikan sejak beberapa hari lalu. "Gue, ga bisa, gue ada urusan"

"Urusan apa? Sama siapa?"

Jisung tidak menjawab.

Ten lanjut bertanya. "Lo mau pergi? Kemana?"

"Gue mau ke Yogya, Ten"

Pegangan Ten pada lengan Jisung langsung terlepas, dia menegang untuk beberapa saat. "Yogyakarta? Ngapain?"

Jisung menggenggam tangan Ten, menatapnya tepat di mata, dia berbisik, mencoba untuk menjadi sangat lembut, berharap itu tidak akan terlalu menyakitinya. "Ten, gue ga bisa, gue ga bisa lanjutin hubungan kita, gue pikir dia beneran udah punya orang lain, ternyata gue salah, dia ga punya siapa-siapa"

"Ji" Ten bergumam lirih.

"Gue minta maaf, maaf banget, gue beneran ga ada niat nyakitin lo-"

"Tapi rasanya sakit, Jisung"

"Sorry, Ten, gue udah pikirin ini dan gue ga bisa, kalopun gue paksain perasaan gue ke lo, ga bakal berakhir baik, Ten"

Ten menghembuskan napasnya dengan kasar. "Dua kali, Jisung, lo ninggalin gue, cuma karena sekali ketemu Chenle, gue nyesel ninggalin lo di hari terakhir, harusnya gue kekeh buat tetep disana"

Bahagia kamu (nomor satu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang